Anda menyatakan lagi tentang hadis :
عَنِ
ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ خَدِرَتْ رِجْلُهُ فَقِيْلَ لَهُ: اُذْكُرْ
اَحَبَّ النَّاسِ اِِلَيْكَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّد، فَكَاَنَّمَا نَشِطَ مِنْ
عِقَالٍ
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
RA bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang
hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yangpaling Anda cintai!”. Lalu
Ibnu Umar berkata: “Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau sembuh.”
.
Zuhair bin Mu’awiyah dari Abu Ishaq dari Abdurrahman bin
Sa’ad, yang meriwayatkan melalui jalur ini diantaranya Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat,
Ibrahim al-Harbi dalam Gharib al-Hadits, Ibnu Ja’ad dalam Musnad-nya, Ibnu
Sunni dalam Amal al-Yaum Wa al-Lailah, Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya, demikian
juga al-Hafizh al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal.
Komentar (Mahrus Ali):
Anda hanya menceritakan jalur periwayatan
dan sanad saja, bukan matan hadits tanpa ada klaim sebagai hadits sahih, lemah
atau hasan. Jadi, belum dapat dijadikan hujjah bagi seorang muslim yang
mukmin , bukan ahli bid’ah yang syirik. Bahkan bisa jadi harus ditinggalkan karena
bertentangan dengan hadits sahih yang lain. Hadits tersebut dicantumkan dalam
suatu kita berbahasa Arab atau dengan bahasa latin maka itu sama saja. Yang
penting hadits tersebut memiliki keterangan, apakah sahih, lemah, atau hasan.
Dan, anda tidak memberikan penilaian, apakah ini berdasarkan penilaian anda
atau penilaian ulama. Apakah anda tidak mengetahui bagaimana posisi dan status
sanad tersebut. Lihat keterangannya berikut ini:
الطَرِيْقُ الثَّانِي : يَرْوِيْهِ
زُهَيْرٌ بْنُ مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
سَعْدٍ
رَوَاهُ عَلِي ابْنُ الْجَعْدِ فِي مُسْنَدِهِ (ص 369 بِرَقْمِ 2539 طَبْعَةُ مُؤَسَّسَةُ نَادِر – بَيْرُوت الطَّبْعَةُ اْلأُوْلَى ، 1410 – 1990 ، بِتَحْقِيْقِ عَامِرِ أَحْمَدَ حَيْدَر) :
رَوَاهُ عَلِي ابْنُ الْجَعْدِ فِي مُسْنَدِهِ (ص 369 بِرَقْمِ 2539 طَبْعَةُ مُؤَسَّسَةُ نَادِر – بَيْرُوت الطَّبْعَةُ اْلأُوْلَى ، 1410 – 1990 ، بِتَحْقِيْقِ عَامِرِ أَحْمَدَ حَيْدَر) :
Jalur
kedua: Diriwayatkan oleh Zuhair bin Muawiyah dari Ibnu Ishaq dari Abdul rahman
bin Saad.
Diriwayatkan oleh Ali bin Ja’d dalam Musnad-nya (hlm. 369/ Edisi 2539/Cetakan Yayasan Nadir – Beirut, edisi pertama,1410 --1990, Tahkik Amer Ahmad Haidar).
Diriwayatkan oleh Ali bin Ja’d dalam Musnad-nya (hlm. 369/ Edisi 2539/Cetakan Yayasan Nadir – Beirut, edisi pertama,1410 --1990, Tahkik Amer Ahmad Haidar).
Komentar (Mahrus Ali):
Komentar ulama tentang Zuhair bin
Muawiyah yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Ishak adalah sebagai berikut:
وَ قَالَ صَالِحٌ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ
حَنْبَلٍ ، عَنْ أَبِيْهِ : زُهَيْرٍ فِيْمَا رَوَى عَنِ الْمَشَايِخِ ثَبْت بخ بخ
،وَ فِى حَدِيْثِهِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ لَيِّنٌ ، سَمِعَ مِنْهُ بِأخِرَةٍ.
Shalih bin Ahmad bin Hanbal dari
ayahnya berkata, “Zuhair yang meriwayatkan hadits dari masyaikh adalah
terpercaya, bagus, dan bagus, tetapi dalam meriwayatkan hadits dari Abu Ishak
ini lemah sekali, karena beliau mendengar darinya di akhir ayat.
وَ قَالَ أَبوُ زَرْعَةَ : ثِقَةٌ
إِلاَّ أَنَّهُ سَمِعَ مِنْ أَبِى إِسْحَاقَ بَعْدَ اْلاِخْتِلاَطِ.
Abu Zar’ah menyatakan, “Dia
terpercaya, tetapi hadits yang dia mendengarkan hadits dari Abu Ishak setelah
hafalannya kabur.
وَ قَالَ أَبُو حَاتِمٍ : زُهَيْرٌ
أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ إِسْرَائِيْلَ فِى كُلِّ شَىْءٍ إِلاَّ فِى حَدِيْثِ أَبِى
إِسْحَاقَ.
Abu Hatim berkata, “Zuhair lebih
kami senangi daripada Isra’il dalam segala sesuatu kecuali tentang Abu Ishak.
Komentar (Mahrus Ali):
Jadi, jalur yang dijelaskan oleh
Muhammad Idrus Ramli ini juga lemah, tidak hasan apalagi sahih. Tidak boleh
dijadikan hujjah, tinggalkan saja, apalagi bertentangan dengan ayat Al Quran,
yang nanti akan saya jelaskan.
(وَبِهِ – يَقْصِدُ أَنَا زُهَيْرٌ – عَنْ
أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدٍ
قَالَ : كُنْتُ عِنْدَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ فَقُلْتُ
لَهُ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا لِرِجْلِكَ قَالَ اجْتَمَعَ عَصَبُهَا مِنْ
هَا هُنَا قُلْتُ أُدْعُ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ قَالَ يَا مُحَمَّدُ
فَانْبَسَطَتْ)
(maksudku, Zuhair, dari Abu Ishak, dari Abdul Rahman bin Saad berkata, “Aku berada di sisi Abdullah bin Umar, lalu kaki Abdullah bin Umar kesemutan. Lantas, saya berkata kepadanya, ‘Wwahai Abu Abdul rahman, apa yang terjadi pada kakimu?’”
(maksudku, Zuhair, dari Abu Ishak, dari Abdul Rahman bin Saad berkata, “Aku berada di sisi Abdullah bin Umar, lalu kaki Abdullah bin Umar kesemutan. Lantas, saya berkata kepadanya, ‘Wwahai Abu Abdul rahman, apa yang terjadi pada kakimu?’”
Beliau mengatkan, “Syarafnya
berkumpul dari sini.”
Saya mengatakan, “Panggillah orang
yang paling engkau cintai.”
Lalu beliau berkata, “Anda wahai
Muhammad!”
Kemudian kakinya kembali bisa terjulur.
Redaksi hadits tersebut sangat jelas
perbedaanya dengan hadits yang pertama tadi:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدٍ
(اْلقُرَشِي اْلعَدَوِي) قَالَ
: خَدِرَتْ رِجْلُ بْنِ عُمَرَ فَقَالَ
لَهُ رَجُلٌ اُذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ ، فَقَالَ : “ ياَ
مُحَمَّدُ… “)
Dari Abdul Rahman bin Sa’ad al
Qurasyi al Adawi berkata, “Kaki Ibnu Umar kesemutan, lalu seorang laki-laki
berkata kepadanya, “Sebutlah nama manusia yang paling kamu senangi, lalu beliau
berkata, “Wahai Muhammad ….}
Lihat pada hadits di atas,
dikatakan, “Saya berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Abdul Rahman apa yang terjadi
pada kakimu?’”
Beliau mengatakan, “Syarafnya
terkumpl di sini.”
Saya mengatakan, “Panggillah orang
yang paling engkau cintai.”
Lalu beliau berkata, “Anda, wahai
Muhammad.”
Komentar (Mahrus Ali):
Yang saya maksudkan di situ adalah
Abdul rahman bin Sa’d, tetapi pada hadits berikutnya:
Dari Abdul Rahman bin Sa’ad al
Qurasyi al Adawi berkata, “Kaki Ibnu Umar kesemutan, lalu seorang lelaki
berkata kepadanya, “Sebutlah nama manusia yang paling engkau senangi.lalu dia
berkata, “Wahai Muhammad….”
Laki-laki yang bukan Abdul rahman
bin Sa’d yang berkata untuk memberi saran agar Ibnu Umar menyebut orang yang
paling dicintai. Hadits terakhir ini juga disebut dalam kitab Al Adzkar,
karya Imam Nawawi 1/305.
الأذكار للنووي – (ج 1 / ص 305)
وَإِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ ، قَالَ
السَّخَاوِي فِي " اْلقَوْلِ اْلبَدِيْعِ " رَوَاهُ الطَّبْرَانِي
وَابْنُ عَدِي وَابْنُ السُّنيِّ وَالْخَرَائِطِي فِي" مَكاَرِمِ
اْلاَخْلاَقِ " وَأَبوُ مُوْسَى الْمَدِيْنِي ، وَابْنُ بَشْكُوْلٍ ، وَسَنَدُهُ
ضَعِيْفٌ.
Sanad hadits tersebut lemah. Sakhowi
(salah satu ulama Syafi’iyah) menyatakan dalam kitab Al Qaulul Badi,
“Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Ibnu Ady, Ibnu Sunni, dan Al
Khoroithi, dalam kitab Makarim al Akhlak, Abu Musa Al Madini, dan Ibnu
Basykil, sanadnya adalah lemah.
Komentar (Mahrus Ali):
Dalam sanad ini terdapat dua
kelemahan, yaitu Zuhair yang pada saat itu sudah “kabur” hapalannya, dan bukan
pada saat hapalannya masih kuat saat mendengar hadits dari Ibnu Ishak tersebut.
Pada saat itu Ibnu Ishak adalah seorang mudallis. Tentu saja, bukan hanya satu
tetapi ada dua perawi yang lemah berkumpul dalam satu jalur periwayatan. Jadi,
hukumnya sangat lemah. Hadis itu tidak boleh digunakan pegangan untuk
membolehkan manggil – manggil orang mati .
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan