Wahabi, ISIS, dan Khawarijisme
Oleh: Darmawan Sepriyossa
nasional - Senin, 1 September 2014 | 07:47 WIB
INILAHCOM, Jakarta— Al Syahrustani
dalam kitab Al Milal wa Al-Nihal menulis,”(Dalam sejarah Islam) Tidak pernah
pedang dihunus dan tak pernah darah ditumpahkan seperti karena pertikaian dalam
soal imamah.” Artinya, dalam soal imamah (kepemimpinan—artinya masalah
internalnya sendiri), orang Islam bisa lebih kejam.
Dalam perspektif inilah mungkin kita bisa melihat kasus
Daulah Islam Irak dan Suriah (ISIS) lebih menyeluruh. Sebab, bagaimana mungkin
kita bisa memahami teganya kalangan ISIS—dan
sebaliknya, bisa membunuh sesama muslim, saudaranya seagama yang bertuhan sama
dan bersahadat sama, kecuali dengan kerangka berpikir seperti di atas. Kita
tahu, musuh yang diperangi ISIS seringkali
sesama Muslim—meski mereka memberinya embel-embel primordial lain, Syiah,
misalnya.
Menurut saya, kita akan gagal memahami ISIS tanpa
memahami lebih dulu akar persoalan yang di hari-hari terakhir ini memunculkan
tak hanya ISIS, melainkan hal-hal yang menduluinya: terorisme dunia Islam,
kelompok takfiri, hingga ISIS. Akar persoalan
itu sepertinya paham Wahabisme, dan jauh sebelumnya paham Khawarij.
Secara sejarah, kaum Khawarij adalah kelompok yang
sebelumnya mendukung Ali bin Abi Thalib dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin,
tetapi kemudian membelot. Belakangan, mereka bahkan membunuh Ali—dan mencoba
membunuh lawan Ali, Muawiyah, meski gagal.
Tetapi timbulnya Khawarij memang datang dan berawal dari
pemahaman. Inilah kelompok yang begitu fanatik akan mazhab, jauh lebih dalam
daripada fanatik (cinta) kepada agama Islam dan kaum Muslim.
Konon, Rasulullah SAW jah-jauh hari telah mewanti-wanti.
“Akan keluar dari umat ini kelompok yang memandang rendah salat kalian bila
dibandingkan dengan salat mereka. Mereka membaca Alquran tapi tidak lebih dari
lewatnya suara dari tenggorokan. Mereka keluar dari agama bagaikan lepasnya
anak panah dari busurnya.”
Apa tanda-tanda kelompok Khawarij? Pertama, mereka sangat
patuh kepada teks-teks formal Alquran dan hadits. Mereka hampir tak dapat
menangkap yang tersirat. Orang Khawarij mewajibkan wanita haid untuk berpuasa,
karena menurut mereka wanita haid tak termasuk yang dibebaskan dari berpuasa,
yakni sakit atau bepergian.
Salah satu slogan Khawarij yang terkenal adalah ‘La Hukma
Ilallah’—Tak ada hukum kecuali kepunyaan Allah. Semboyan ini lahir berdasarkan
ayat Wa man lam yahkum bi ma anzalalah fa ulayka humul kafirun
(Mereka menghukum kafir siapa saja yang memutuskan perkara tidak berdasarkan
Alquran). Ali bin Abi Thalib kafir karena menugaskan Abu Musa Al Anshari untuk
berdamai dan bermusyawarah dengan Amr bin Ash dalam Perang Shiffin. “Mengapa
harus musyawarah? Putuskan saja dengan Alquran.” Demikian pendapat kaum
Khawarij saat itu. Biasanya kaum Khawarij paling merasa merasa sudah berpegang
kepada Alquran manakala sudah mengutip sepotong ayat yang menunjang pendapat
mereka.
Ciri kedua, mereka sangat patuh menjalankan ibadat
ritual, tapi sangat kaku dalam hubungan sosial, terutama dengan kaum Muslim.
Dalam tarikh diceritakan, dalam perjalanan dari Kufah ke Nahrawan, seorang
Khawarij berjumpa dengan seorang Nasrani dan memuliakannya. Alasannya, karena
kaum dzimmy menurut Alquran harus dilindungi. Manakala Khawarij itu bertemu
Abdullah bin Habab, putra Habab bin Al Arrat, Muslim angkatan pertama. Karena perbedaan
pendapat dalam sebuah hadits, Abdullah dan istrinya itu dibunuh sang Khawarij.
Ciri-ciri itu dengan gampang bisa kita lihat pada
kelompok Wahabi saat ini. Dalam sejarah Islam kontemporer, tampaknya kelompok
inilah yang paling gampang menuding Muslim yang tidak semazhab sebagai kafir
dan --lebih jauh, halal darahnya.
Mungkin pada masanya, sekitar akhir abad 18, Takhayul,
Bid’ah dan Churafat (sering diakronimkan dengan TBC) memang tengah berada di
puncaknya. Barangkali, itu yang membuat gerakan pemurnian Islam seperti
Wahabisme punya tempat dalam sejarah. Tetapi di saat ini, manakala alam
berpikir pun sudah lepas dari takhayul-bid’ah dan khurafat karena kemajuan
pendidikan dan teknologi, bisa jadi gerakan pemurnian yang kaku seperti
Wahabisme menjadi justru anakronisme—kesalahan dalam sejarah. Paling tidak,
dalam alam masyarakat Madani yang seyogyanya setiap persoalan diselesaikan
dengan damai, paham ini cenderung mengedepankan kekerasan.
Sejatinya, akan susah bagi kita untuk membedakan
Wahabisme dan paham yang dianut ISIS. Keduanya
nyaris sama-sama kelompok Takfiri, yang gampang mengafirkan sesama Muslim.
Keduanya juga kaku dalam pendapat dan cenderung mengedepankan kekerasan.
Keduanya juga sangat anti-Syiah, yang mereka pandang bukan Islam.
Lihatlah, pada 1790, aliansi Ibnu Saud dan Muhammad bin
Abdul Wahab mengontrol Semenanjung Arab. Hanya 10 tahun kemudian, pada 1801,
kelompok Wahabi menyerang Karbala, kota kaum Syiah di Irak.
Tak hanya membantai ribuan kaum Syiah, mereka juga menghancurkan banyak peninggalan
sejarah kaum Syiah, termasuk Masjid Imam Hussein, cucu Nabi SAW.
“Mereka merubuhkan Masjid Hussein, membunuh ribuan warga
selama berhari-hari. Ribuan orang mati…” tulis seorang perwira Inggris, Letnan
Francis Warden dalam kesaksiannya saat itu. Menurut sejarahwan Arab, Osman Ibnu
Bishr Najdi, pendiri Kerajaan Arab Saudi, Ibnu Saud, terlibat dalam sekali pada
peristiwa itu. Najdi menulis bahwa Ibnu Said mendokumentasikan peristiwa itu
dalam kalimat,”…Kami ambil-alih Karbala,
membantai mereka dan mengambil banyak orang sebagai budak. Mereka berdoa kepada
Allah, namun kami tak memberikan ampun. Kami katakan,”Untuk kalian para kafir,
perlakuan yang sama..”
Lihatlah, Wahabi dan ISIS punya kesamaan, karena ISIS pun memperlakukan kaum Syiah dan masjid-masjid
mereka dengan cara serupa.
Namun jangan heran bila kini keduanya tak
cocok—setidaknya antara ISIS dengan Arab
Saudi. Arab Saudi yang boleh jadi punya banyak peran dalam melahirkan ISIS pun,
kini justru menjadi target sasaran ISIS
berikutnya. Setidaknya, dalam ancaman terbaru mereka. [dsy]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya ingin komentari artikel tsb dengan singkat:
Kesan saya setelah
baca artikel tsb banyak kedustaan sepi dari kejujuran, nuansa syi`ah disana
yang anti ISIS yang sunni.
Di katakan di dalamnya:
bertemu Abdullah bin Habab, putra Habab bin Al Arrat,
Muslim angkatan pertama. Karena perbedaan pendapat dalam sebuah hadits,
Abdullah dan istrinya itu dibunuh sang Khawarij.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Perlu refrensi yang akurat, bukan sekedar menulis tanpa
renfrensi atau masih kabur refrensinya.
Di katakan lagi:
Ciri-ciri itu dengan gampang bisa kita lihat pada
kelompok Wahabi saat ini. Dalam sejarah Islam kontemporer, tampaknya kelompok
inilah yang paling gampang menuding Muslim yang tidak semazhab sebagai kafir
dan --lebih jauh, halal darahnya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Yang paling banyak membantai kepada kaum muslimin adalah syi`ah, banyak kaum sunni di Irak mendapat banyak kekejaman, kekerasan
,dan pemerkosaan dan pembantaian. Lihat kaum sunni di Iran, ulamanya banyak
dibunuh. Dan orang Syi`ah di Saudi masih aman, apalagi di
Indonesia.
Di katakan lagi:
Mungkin pada masanya, sekitar akhir abad 18, Takhayul,
Bid’ah dan Churafat (sering diakronimkan dengan TBC) memang tengah berada di
puncaknya. Barangkali, itu yang membuat gerakan pemurnian Islam seperti
Wahabisme punya tempat dalam sejarah. Tetapi di saat ini, manakala alam
berpikir pun sudah lepas dari takhayul-bid’ah dan khurafat karena kemajuan
pendidikan dan teknologi, bisa jadi gerakan pemurnian yang kaku seperti
Wahabisme menjadi justru anakronisme—kesalahan dalam sejarah. Paling tidak,
dalam alam masyarakat Madani yang seyogyanya setiap persoalan diselesaikan
dengan damai, paham ini cenderung mengedepankan kekerasan.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sekarang ini bid`ah, kedurhakaan bahkan TBC masih banyak, bukan habis. Di
Amirikan saja yang sudah maju masih mengidapnya dan perlu pemurnian agama ,
lihat saja hadis sbb:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ
خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ
أَمْرُ اللَّهِ
"Akan
senantiasa ada sekelompok kecil dari umatku yang tampil di atas kebenaran.
Tidak akan membawa madharat bagi mereka orang-orang yang menelantarkan mereka
dan tidak pula orang-orang yang menyelisihi mereka sehingga datang urusan Allah
. ." (HR. Muslim dan Ahmad). Dan salah satu ciri utama mereka adalah
senantiasa berjihad di jalan Allah.
Jihad
adalah satu-satunya alternatif bagi umat Islam untuk melawan agresor kaum kafir
yang telah menguasai negeri-negeri kaum muslimin pada hari ini. Allah Ta'ala
berfirman:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
"Mereka
tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu
dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. Al
Baqarah: 217)
Di katakan lagi:
Sejatinya, akan susah bagi kita untuk membedakan
Wahabisme dan paham yang dianut ISIS. Keduanya nyaris sama-sama kelompok
Takfiri, yang gampang mengafirkan sesama Muslim. Keduanya juga kaku dalam
pendapat dan cenderung mengedepankan kekerasan. Keduanya juga sangat
anti-Syiah, yang mereka pandang bukan Islam.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda katakan : . Keduanya nyaris sama-sama kelompok
Takfiri, yang gampang mengafirkan sesama Muslim. Keduanya juga kaku dalam
pendapat dan cenderung mengedepankan kekerasan.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah watak Syi`ah yang telah mengkafirkan seluruh
sunni. Untuk ISIS saya telah baca di situsnya yang berbahasa arab bahwa mereka itu ber akidah baik dan sunni tulien .
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan