Kata
pengantar:
Mengikuti
mayoritas belum tentu benar dan lurus dan mengikuti yang gharib juga belum
tentu salah dan bengkong. Ingatlah bahwa penduduk surga itu sedikit sekali ,
bukan banyak , apalagi mayoritas. Ingatlah ayat ini:
قَالَ
أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا قَلِيلًا
Dia
(iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau
muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai
hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebahagian kecil". Al Isra` 62
Ini
jawabanku ke 22 untuk para komentator di fbku .
Ada
komentator yang saya tidak tahu namanya siapa, karena copy pastenya yang kurang
lengkap – masih kurang. Tapi insya Allah, gaya
tulisannya dari Ust Abu Khansa` dari
alumnus Univbraw menulis sbb:
sebenarnya jawaban Ustadz Mahrus itu khususnya terkait
makna mikhlab dan implementasinya blm ada sampai dengan saat ini membuktikan
bahwa itu utk ayam. Belau
hanya menyebutkan maknanya adalah cakar.
Kemudian
beliau menyatakan bhw Ulama yg mendefinisikannya sbg cakar utk memangsa adalah
pendefinisian scr takwil, pdhal dikamus yg yg telah beliau sharing juga
disebutkan bhw mikhlab khusus utk As Siba' (binatang buas) sedangkan dlm lisanul
arab lebih dirinci lg yakni as siba' yg berjalan (Al Masyiy) dan yg terbang
(Ath Tha-ir). Disitu juga disebutkan :
وقيل : المخلب لما
يصيد من الطير ، والظفر لما لا يصيد
"DIkatakan bahwa Al-Mikhlab itu sebutan kuku untuk burung yang berburu (pemangsa), sedangkan Azh-Zhufur itu sebutan kuku untuk yang tidak berburu (bukan pemangsa)"
Memang mikhlab juga digunakan utk burung sbgmn disebut pula dlm kitab yg sama "setiap As Siba' memilki mikhlab dan bgt pula burung.
Sehingga dari sini disimpulkan bahwa mikhlab itu scr umum bisa digunakan utk As Siba' (binatang buas) dan juga burung (termasuk pula burung yg menggunakan cakarnya utk memangsa).
Mungkin yg perlu diketahui bhw Ustadz Mahrus lupa dlm hadits tsb tdk memutlakkan semua jenis burung karena dlm hadits tsb ada harf "min" yg maknanya tab'idh (sebagian), inilah qarinah jelas yg beliau pertanyakan bhw dlm hadits itu tidak mengaharam semua jenis burung ber-mikhlab namun hanya sebgaian saja?.
Disisi lain analisa Ustadz Mahrus menyatakan bahwa hadits Abu Musa itu dhaif (meski tercantum dlm shahihain) dg alasan tafarrudnya Zahdam (meski beliau perawi tsiqah), dg alasan manhaj mutaqaddimin itu membenci riwayat tafarrud meski dia tsiqah. Padahal itu bukanlah ijma' mutaqaddimin, buktinya terdapat pendapat2 spt Syafi'i, Bukhari, Muslim dll yg ternyata memang menerima keshahihan riwayat perawi tsiqah meski tafarrud.
Sehingga mereka menjadikan riwayat tsb diantara riwayat yg mentakhshish keharaman Ath Thair yg bermikhlab tsb.
Jd kesimpulannya :
1. Hadits shahih terkait keharaman dzi mikhlabin itu adalah hadits yg mengkhususkan jenis Ath Thair tertentu dg qarinah harf "min" bermakna tab'idh.
2. Hadits Abu Musa yg dishahihkan mayoritas Ulama (mkgn bs dibilang seluruh Ulama karena dasar penerimaan mereka thd hadits2 yg muttafaq 'alaih atau dlm shahihain, dan blm didapati Ulama yg mendhaifkannya, shg mjd dasar ijma' kehalalan ayam), menjelaskan pengecualian ayam sbg golongan dzi mikhlabin.
3. Ternyata dinukil dr beberapa kitab lughah dan syarah para Ulama mengkhususkan menggunakan dzufur utk dujajah/ayam misalnya spt jauhari yg dinukil dr lisanul arab
:
يقال النسر لا مخلب له ، وإنما له الظفر كظفر الدجاجة والغراب...
يقال النسر لا مخلب له ، وإنما له الظفر كظفر الدجاجة والغراب...
"Dikatakan bahwa burung nasar kukunya tidak disebut dengan "mikhlab", tetapi disebut "zhufur" seperti kuku ayam, gagak..."
4. Ustadz Mahrus belum mendapati Ulama yg sepaham dg beliau terkait masalah ini, sehingga beliau dlm hal ini telah menyelisihi ijma' atau kalau mau dipaksakan minimal pendapat jumhur.
Wallahu a'lam. (mohon koreksi jika ada kesalahan penterjema
kalo g salah zhufur itu utk hewan yg jarinya tdk terbelah
dr gol bahaim dan jg thair, dlm kitab hasyiyah Ad Dasuqi thd Syarh Al Kabir
disebutkan
: } ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻫﺎﺩﻭﺍ ﺣﺮﻣﻨﺎ ﻛﻞ ﺫﻱ ﻇﻔﺮ { ﻓﻴﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺃﻛﻞ ﻣﺎ ﺫﺑﺤﻪ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ، ﻭﻫﻲ ﺍﻹﺑﻞ ﻭﺍﻟﻨﻌﺎﻡ ﻭﺍﻹﻭﺯ ﻻ ﺍﻟﺪﺟﺎﺝ )
"FirmanNya :"Dan kepada orang-orang Yahudi Kami haramkansegala binatang yang berkuku" (Q.S. Al-An'am:
146)
Diharamkan kpd kita memakan hewan sebelihan mereka jenis itu, yakni unta, burung unta ,dan angsa bukan ayam"
dzi zhufurin (pd Qs. Al An'am :146) ditafsiri oleh Ibnu
Jarir sbb
:ﻛﻞ ﺫﻱ ﻇﻔﺮ"، ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻬﺎﺋﻢ ﻭﺍﻟﻄﻴﺮ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﺸﻘﻮﻕ ﺍﻷﺻﺎﺑﻊ، ﻛﺎﻹﺑﻞ ﻭﺍﻟﻨﻌﺎﻡ ﻭﺍﻹﻭﺯ ﻭﺍﻟﺒﻂ
FirmanNya"Setiap yg ber-zhufur" yaitu dari gol bahaim dan burung yg jarinya tdk pecah, spt unta, burung unta, angsa, bebek"
Dlm tafsir ath thabari disebutkan hewan2 yg dzi zhufurin diantaranya :
1. Ibnu Abbas dan Mujahid
: ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﻮﻟﻪ:)ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻫﺎﺩﻭﺍ ﺣﺮﻣﻨﺎ ﻛﻞ ﺫﻱ ﻇﻔﺮ(، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺒﻌﻴﺮ
ﻭﺍﻟﻨﻌﺎﻣﺔ
Diatas beliau menyebutkan Al ba'ir (unta) dan an na'amah (burung unta)
2. Sa'id bin Jubair :
عن سعيد بن جبير في قوله: (وعلى الذين هادوا حرمنا كل ذي ظفر)، قال: كل شيء متفرق الأصابع, ومنه الديك
disitu disebutkan setiap hewan yg terpisah jemarinya diantaranya ad diyku(ayam jantan)
dll dari tafsir salaf spt qatadah, As Sudiy, Ibnu Abi Najih, dll yg saya rasa serupa
cek juga Tafsir Al Baghawiy yg serupa dg penjelasan Ath
Thabari ttg dzi zhufurin termasuk diantaranya angsa dan bebek. Jadi dlm ayat
tsb berfaidah Allah mengharamkan segala jenis hewan yg berkuku (dzi zhufurin)
kepada Yahudi :
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ
"Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku" (Qs. Al An'am : 146)
Nah apakah kita akan mengikuti Syariatnya Yahudi yg diharamkan kepada mereka setiap hewan berkuku (kulla dzi zhufurin)? dimana Lafadh yg digunakan disana adl "kulla" tdk ada yg mentakhshishnya, kemudian jika disandingkan dengan hadits shahih ttg pengharaman saetiap yg bercakar "dari" burung (kulli dzi mikhlabin "MIN" ath Thair) apakah bisa dipaham kita mengikuti syariatnya Yahudi dlm pengharaman ayam, bebek dan yg serupa dg itu?
Komentarku
( Mahrus ali ):
Anda
menyatakan:
sebenarnya jawaban Ustadz Mahrus itu khususnya terkait
makna mikhlab dan implementasinya blm ada sampai dengan saat ini membuktikan
bahwa itu utk ayam. Beliau hanya menyebutkan maknanya adalah cakar.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Sebenarnya
akar persoalan mulai awal hingga akhir adalah mikhlab dajaj – cakar Ayam. Dan
mulai awal sudah di bahas masalah Ayam
haram. Dan pengertian mikhlab juga begitu sudah dibahas mulai awal bahwa cakar Ayam juga termasuk mikhlab. Bila cakar
Ayam tidak dimasukkan mikhlab, maka bertentangan dengan bahasa harian mikhlabud
dajaj, wikipedia dan kamus.
Saya
pernah menjawab sedemikian :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي
مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
Rasulullah SAW melarang setiap binatang buas bertaring dan setiap
burung yang punya cakar HR Muslim 1934
Jadi
menurut njenengan Kiyai Ahmad Rifai Alif makan
Ayam dan burung itu mengikuti sahabat dengan baik bukan menyelisihi mereka
dengan jelek, lalu mana dalilnya mereka
memakannya ?
Di tempat
lain, saya juga pernah menulis :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
Hadits ini
harus kita simpan dulu, sebab di sana
tidak ada kata Dajaajah…meskipun takwilan Wikipedia mengatakan ayam adalah
jenis dari burung….
Saya jawab:
Saya jawab:
Sebetulnya
hadis tsb sudah jelas, tidak samar lagi.
Karena kalimat mikhlab di takwil atau
ditafsiri dengan cakar yang memangsa. Ini yang menjadikan
pengertiannya kabur. Tidak jelas
seperti arti semula. Bila di
artikan spt di kamus
yaitu mikhlab cakar
baik yang memangsa atau tidak, maka persoalan selesai dan tidak berlarut – larut sampai
kapanpun akan tetap menjadi persoalan seolah tidak ada solusinya.
Solusinya
yang lain adalah ikut istri Rasul
dan para
sahabat yang tidak makan Ayam. Ini cukup jelas.
Anda
menyatakan lagi:
Kemudian beliau menyatakan bhw Ulama
yg mendefinisikannya sbg cakar utk memangsa adalah pendefinisian scr takwil,
Komentarku ( Mahrus ali ):
Maksud saya adalah asal arti cakar
itu umum baik yang memangsa atau bukan.
Biarkan arti umum, jangan dihususkan untuk
cakar yang memangsa, lalu cakar Ayam bukan mikhlab karena tidak
memangsa. Penghususan arti mikhlab dengan cakar yang memangsa ini pelintiran,
bukan arti yang sebenarnya tapi arti palsu. Istilah saya "dengan
ditakwil". Ya`ni asalnya untuk umum lalu dihususkan untuk yang memangsa
dan cakar Ayam tidak termasuk.
Anda menyatakan lagi
pdhal dikamus yg yg telah beliau
sharing juga disebutkan bhw mikhlab khusus utk As Siba' (binatang buas)
Komentarku ( Mahrus ali ):
Memang ada sebagian kamus yang
mengartikan mikhlab untuk binatang buas, juga ada kamus yang mengartikan
mikhlab dengan cakar mutlak. Bahkan di kamus atabik indonesia arab. ada kalimat mikhlabud dajaj , langsung
diartikan cakar Ayam.
Anda menyatakan lagi:
sedangkan dlm lisanul arab lebih
dirinci lg yakni as siba' yg berjalan (Al Masyiy) dan yg terbang (Ath Tha-ir). Disitu juga disebutkan :
وقيل : المخلب لما
يصيد من الطير ، والظفر لما لا يصيد
"DIkatakan bahwa Al-Mikhlab itu sebutan kuku untuk burung yang berburu (pemangsa), sedangkan Azh-Zhufur itu sebutan kuku untuk yang tidak berburu (bukan pemangsa)"
Komentarku
( Mahrus ali ):
Terjemahan
kurang enak .
Tepatnya
adalah :
Al-Mikhlab
itu cakar untuk burung yang berburu (pemangsa), sedangkan Azh-Zhufur itu cakar
untuk yang tidak berburu (bukan pemangsa)"
Komentarku
( Mahrus ali ):
Istilah waqila – menurut guru saya dulu sewaktu saya belajar di pondok pesantren
Langitan, kalimat waqiila itu
menunjukkan pendapat yang lemah.
Jadi
mikhlab untuk cakar hewan pemangsa dan zhufur
untuk hewan yang tidak
memangsa adalah pendapat lemah, bukan pendapat yang kuat yang
layak di buat pegangan. Jadi lepaskan saja.
Anda
menyatakan lagi:
Memang mikhlab juga digunakan utk burung sbgmn disebut pula dlm kitab yg sama "setiap As Siba' memilki mikhlab dan bgt pula burung.
Sehingga dari sini disimpulkan bahwa mikhlab itu scr umum bisa digunakan utk As Siba' (binatang buas) dan juga burung (termasuk pula burung yg menggunakan cakarnya utk memangsa).
Memang mikhlab juga digunakan utk burung sbgmn disebut pula dlm kitab yg sama "setiap As Siba' memilki mikhlab dan bgt pula burung.
Sehingga dari sini disimpulkan bahwa mikhlab itu scr umum bisa digunakan utk As Siba' (binatang buas) dan juga burung (termasuk pula burung yg menggunakan cakarnya utk memangsa).
Komentarku
( Mahrus ali ):
Benar apa
yang anda katakan ya Ustadz Abu Khansa`
Anda
menyatakan lagi:
Mungkin yg perlu diketahui bhw Ustadz Mahrus lupa dlm hadits tsb tdk memutlakkan semua jenis burung karena dlm hadits tsb ada harf "min" yg maknanya tab'idh (sebagian), inilah qarinah jelas yg beliau pertanyakan bhw dlm hadits itu tidak mengaharam semua jenis burung ber-mikhlab namun hanya sebgaian saja?.
Mungkin yg perlu diketahui bhw Ustadz Mahrus lupa dlm hadits tsb tdk memutlakkan semua jenis burung karena dlm hadits tsb ada harf "min" yg maknanya tab'idh (sebagian), inilah qarinah jelas yg beliau pertanyakan bhw dlm hadits itu tidak mengaharam semua jenis burung ber-mikhlab namun hanya sebgaian saja?.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Sebetulnya
masalah yang mirip dengan apa yang anda katakan itu sudah di jawab.
Kalimat
min disitu yang dimaksud adalah dari hadis:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي
مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
Rasulullah SAW melarang setiap binatang buas bertaring dan setiap
burung yang punya cakar HR Muslim 1934
Asal
arti menurut urutan bahasa : Rasulullah
SAW melarang setiap hewan bertaring dari
binatang buas dan setiap yang punya cakar dari Burung.
Bila anda membahas masalah min , di kalimat minat
thoiri , maka anda harus bahas kalimat
min dari kalimat minas siba`. Apakah ada binatang buas yang tidak bertaring
dan apakah ada Burung yang tidak
bercakar.
Dan realita yang perlu di perhatikan dan tidak
boleh di abaikan adalah para sahabat
tidak makan Ayam dan kita tiap hari makan Ayam dan Telor. Jadi kita ini
termasuk generasi yang menyelisihi
sahabat dengan jelek bukan mengikuti mereka dengan baik sebagaimana
ayat:
وَالسَّابِقُونَ
اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. Tobat 100.
Anda
menyatakan lagi:
Disisi lain analisa Ustadz Mahrus menyatakan bahwa hadits Abu Musa itu dhaif (meski tercantum dlm shahihain) dg alasan tafarrudnya Zahdam (meski beliau perawi tsiqah), dg alasan manhaj mutaqaddimin itu membenci riwayat tafarrud meski dia tsiqah. Padahal itu bukanlah ijma' mutaqaddimin, buktinya terdapat pendapat2 spt Syafi'i, Bukhari, Muslim dll yg ternyata memang menerima keshahihan riwayat perawi tsiqah meski tafarrud.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Imam
Syafii mensahihkan riwayat tafarrud ini perlu
refrensi arabnya dan anda belum membawakannya. Hal itu penting, perlu diperhatikan. Dan sudah dijelaskan, tidak semua hadis di
sahihain ( Bukhari dan Muslim ) itu mesti sahih, kadang lemah, hasan dll. Dan
masalah ini sudah di jawab, lihatlah disana.
Saya
kutipkan sedikit dari jawaban yang lalu
sbb:
Muhammad
al amin sbb:
اعلم أن هناك أحاديثاً في الصحيحين ضعفها
علماءٌ محدثون كثر. وما حصل إجماعٌ على صحة كل حديثٍ في الصحيحين، لا قبل البخاري ومسلم
ولا بعدهما. فممن انتقد بعض تلك الأحاديث: أحمد بن حنبل وعلي بن المديني ويحيى بن معين وأبو داود
السجستاني والبخاري نفسه (ضعف حديثاً عند مسلم) وأبو حاتم وأبو زرعة الرازيان
وأبو عيسى الترمذي والعقيلي والنسائي وأبو علي النيسابوري وأبو بكر الإسماعيلي وأبو نعيم
الأصبهاني وأبو الحسن الدارقطني وابن
مندة والبيهقي والعطار والغساني الجياني
وأبو الفضل الهروي بن عمار الشهيد وابن
الجوزي وابن حزم وابن عبد البر وابن
تيمية وابن القيم والألباني وكثير غيرهم. فهل كل هؤلاء العلماء قد مبتدعة متبعين غير
سبيل المؤمنين؟!
فالحديث الذي يخرجه البخاري أو مسلم،
ولا يخرجه أحمد، هو حديث غريب. وقد يكون صحيحاً وقد لا يكون. ولكن هذه من
الإشارات التي يجب الانتباه إليها.
Ketahuilah
bahwa banyak hadis dalam kitab sahih Bukhari dan Muslim yang telah
dilemahkan oleh pakar – pakar ahli
hadis. Dan tidak terdapat Ijma` untuk mensahihkan setiap hadis dalam sahih Bukhari dan Muslim .
Baik dari Bukhari dan Muslim sendiri
atau ulama setelah keduanya.
Diantara
imam yang mengkritisi sebagaian hadis –
hadis tsb adalah Imam Ahmad bin Hambal , Ali bin Al madini, Yahya bin Ma`in , Abu Dawud al
Sijistani, Bukhari sendiri ( juga melemahkan hadis di sahih Muslim ), Abu Hatim, Abu Zar`ah al
raziyan, Abu Isa al Tirmidzi, al Uqaili, Nasa`I , Abu ali al Naisaburi , Abu
Bakar al Ismaili , Abu Nuaim al asbihani,
Abul Hasan al daroquthni, Ibnu Mandah, Baihaqi , al atthar , Al Ghassani al
jiyani, Abul fadhel al harawi bin Ammar
al Syahid , Ibn Jauzi, Ibn Hazm , Ibn Abdil bar, Ibn Taimiyah, Ibn
Qayyim , Al Bani dan masih banyak selain
mereka.
Apakah
ulama – ulama yang telah disebut namanya itu ahli bid`ah, yang mengikuti jalan
kafirin atau bukan jalan mukmin.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan