'Telitilah kembali setiap hadis yang
dinisbatkan pada Rasulullah SAW. Jangan asal riwayat Bukhari, lalu dikatakan
sahih.''
Sebagian besar umat Islam di seluruh
dunia, yakin dan percaya bahwa kitab hadis Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari
adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis paling sahih. Karena
keyakinan itu pula, sebagian besar ulama pun turut meyakini dan menempatkannya
pada urutan pertama kitab hadis sahih.
Benarkah demikian? ''Tidak semua hadis
yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar
sahih. Terdapat beberapa hadis yang termasuk kategori lemah dan palsu,'' kata
Prof Dr H Muhibbin MAg, guru besar dan pembantu Rektor I IAIN Walisongo, Semarang.
Menurutnya, berdasarkan penelitian yang
dilakukannya (hasilnya penelitian Muhibbin ini sudah dibukukan--Red), terdapat
hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab
tersebut.
''Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak
sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai
dengan kondisi kekinian,'' terang mantan dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo
ini.
Kepada Syahruddin El-Fikri, wartawan
Republika, Muhibbin mengungkapkan berbagai kelemahan hadis yang terdapat dalam
kitab Jami' al-Shahih tersebut. Berikut petikannya.
Benarkah hadis-hadis yang terdapat dalam
kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu semuanya masuk kategori hadis
sahih?
Tidak. Tidak semua hadis yang terdapat
dalam kitab itu masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan
lemah (dlaif). Saya sudah mengungkapkan hal ini dalam disertasi doktoral saya
yang sekarang sudah dibukukan.
Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan
hadis palsu dan lemah dalam karya Imam Bukhari itu juga sudah pernah
diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis lainnya. Misalnya, Fazlurrahman (1919-1988
M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad
Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), Ahmad Amin (w 1373 H/1945
M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 H/1996 M).
Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu
yang Anda temukan dalam kitab tersebut?
Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam
kitab itu, setelah diteliti, ternyata ada yang tidak sesuai dengan fakta
sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi'raj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa
terjadinya Isra Mi'raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi'raj itu setelah
Rasulullah diutus menjadi Nabi.
Kemudian, ada pula hadis Nabi yang
bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal
dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab
Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I--Red).
Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran,
bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran
surah al-Fathir ayat 18, Al-An'am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan
An-najm ayat 38--Red).
Dan, masih banyak lagi hadis yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW.
Apa kriterianya sehingga ungkapan itu
dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal menurut Anda, itu bukan hadis sahih?
Dalam penelitian yang kami lakukan, ada
beberapa kriteria dalam menilai sebuah hadis itu dikatakan sahih atau tidak, mutawatir
atau tidak, ahad, atau lainnya.
Dalam kitab Bukhari, beliau sendiri tidak
memberikan keterangan perinci mengenai kriteria kesahihan hadis. Bukhari hanya
mengatakan bahwa semua hadis yang ditulisnya dalam al-Jami' al-Shahih itu
sebagai hadis, dari seleksi sekitar 300 ribu hadis. Dan, satu-satunya yang
dapat ditemukan dari Al-Bukhari adalah kriteria keharusan adanya pertemuan (al-Liqa`)
antara satu perawi dengan perawi terdekatnya.
Menurut beberapa ahli hadis, seperti al-Naysaburi
(w 405 H/1014 M), al-Maqdisi (w 507 H), al-Hazimi (w 584 H), dan lainnya, kriteria
hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan
oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di
kalangan sahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya.
Padahal, para ulama hadis lainnya
menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan
tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi
hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis. Bagaimana tingkat
hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya.
Karena itu, kami menilai, kriteria yang
dirumuskan oleh al-Bukhari mengandung beberapa kelemahan, terutama bila
diverifikasi terhadap kitab al-Jami' al-Shahih itu sendiri.
Apa saja kelemahannya?
Kelemahan itu, antara lain, tentang
minimal jumlah perawi hadis yang harus meriwayatkan hadis. Di dalam kitab
tersebut, ditemukan cukup banyak hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi.
Begitu juga, dalam hal persambungan sanad
hadis juga terdapat kelemahan. Di antaranya, seperti diakui sendiri oleh al-Bukhari,
di dalamnya ada hadis yang muallaq, mursal, bahkan munqathi` (terputus).
Juga, ada perawi hadis yang tidak tsiqah,
bahkan dituduh majhul (tidak diketahui identitasnya), dianggap kadzab (berbohong),
dan lainnya.
Bisa disebutkan beberapa contoh perawi
hadis yang diketahui tidak tsiqah atau lemah dalam Shahih Bukhari itu?
Misalnya, Asbath Abu al-Yasa` al-Bashri. Ia
tidak diketahui identitasnya atau majhul, dan menyalahi riwayat orang-orang
tsiqah.
Lalu, ada Ismal bin Mujalad, seorang
perawi yang dlaif (lemah) dan tidak termasuk orang yang kuat hafalannya.
Kemudian, ada Hisyam bin Hajir, Ahmad bin
Yazid bin Ibrahim Abu al-Hasan al-Harani, dan Salamah bin Raja' sebagai perawi
dlaif. Begitu juga, dengan Ubay bin Abbas, dikenal sebagai perawi yang tidak
kuat hafalannya dan munkir al-Hadits.
Selain kedua contoh hadis yang ditengarai
palsu tadi, apalagi contoh hadis yang diduga palsu dalam kitab al-Jami' al-Shahih
tersebut?
Selain ada hadis yang bertentangan dengan
Alquran maupun hadis Nabi sendiri dan tidak sesuai dengan fakta sejarah, juga
diragukan hadis yang banyak mengungkapkan tentang masa depan. Misalnya, tentang
ungkapan, 'Alaikum Bi sunnati wa sunnati khulafa`ur rasyidin (Ikutlah kalian
akan sunahku dan sunah khulafa`ur rasyidin). Bagaimana mungkin Rasulullah SAW
mengucapkan hadis ini, padahal saat itu belum ada khulafa`ur rasyidin. Khalifah
yang empat itu baru ada setelah Rasulullah SAW wafat.
Fathurrahman, seorang peneliti hadis
mengungkapkan, dirinya tidak mau sama sekali menerima hadis-hadis Nabi Saw yang
menyatakan tentang peristiwa masa depan. Istilahnya seperti ramalan.
Saya pribadi, masalah ini masa bisa
diterima. Sebab, memang ada yang sesuai dan ada pula yang tidak.
Dalam penelitian Anda, ada berapa banyak
hadis yang tidak sahih dalam jumlahnya?
Secara spesifik, saya tidak menyebutkan
berapa jumlah hadis palsu atau lemah di dalam kitab tersebut. Namun, al-Daruquthni
menyatakan, terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab tersebut dari
sejumlah 6.000-an hadis. Muhammad al-Ghazali menyebutkan lebih banyak lagi.
Beberapa di antara hadis yang kami nilai
lemah dan palsu, yakni tentang hadis masalah poligami, tentang kehidupan dalam
rumah tangga, tentang pernikahan. Misalnya, di dalam hadis riwayat Bukhari
disebutkan, Rasulullah SAW menikahi Maimunah pada saat berihram.
Ini bertentangan dengan hadis Nabi
sendiri yang melarang melakukan pernikahan selama masa haji atau berihram. Kemudian,
pernyataan Rasulullah menikahi Maimunah pada waktu ihram itu juga bertentangan
dengan hadis yang ditulis al-Bukhari di dalamnya kitabnya itu, yang menyatakan
Rasulullah menikahi Maimunah ketika usai bertahalul.
Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik
kesimpulan bahwa tidak semua hadis dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Ya. Tidak semuanya bisa dikatakan sahih. Sebab,
Bukhari sendiri ada yang disebutkannya hadis mursal, hasan, dan lain sebagainya.
Ketidaklayakan disebut sebagai hadis
sahih itu meliputi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran
dan Sunnah Mutawatirah. Materi hadis bertentangan dengan keadaan dan Sirah
Nabawiyah (sejarah hidup Nabi), bertentangan dengan fakta sejarah, adanya
materi hadis yang mengandung prediksi atau ramalan dan bersifat politis, serta
mengandung fanatisme kesukuan.
Lalu, bagaimana sikap umat untuk
menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari itu?
Saran saya, umat Islam hendaknya berhati-hati
setiap akan menggunakan atau mengamalkan sebuah hadis Nabi. Sebab, sahih
menurut perawi hadis A, belum tentu sahih menurut perawi hadis B. Demikian pula
yang lainnya. Telitilah kembali sebelum menggunakan dan mengamalkannya.
Bagi para mubalig, kami menyarankan, hendaknya
tidak asal mengutip hadis. Jangan selalu mengatakan bahwa itu hadis Nabi. Padahal,
sesungguhnya bukan. Rasul menyatakan, barang siapa yang berbohong atas namaku
maka tempatnya di neraka. Man Kadzdzaba alayya muta'ammidan fal yatabawwa' maq'adahu
minan nar.
Telitilah kembali hadis-hadis yang ada
sebelum diamalkan. Sudah benarkah itu hadis Nabi SAW. Jangan asal termuat dalam
Shahih Bukhari, lalu diklaim sahih. Tanyakan pada yang lebih paham tentang
hadis.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/shortlink/68251
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan