Berbagai teori masuknya Islam di Nusantara, telah dibahas
oleh banyak ahli berdasarkan bukti sekaligus relasi antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Kesamaan mazdab, pemahaman keagaamaan, serta cara-cara
penyebaran paling banyak diperbincangakan. Dengan demikian, kesimpulan masuknya
Islam di Nusantara, tampaknya disepakati oleh ahli sejarah baik dalam maupun
luar dengan “Teori Arab”. Beberapa pertimbangan yang dibahas dan cukup krusial
adalah masalah waktu. Apakah abad ke -7, abad ke-12, ataukah abad ke-13? Azyumardi
Azra, lebih condong dan memberikan kesimpulan bahwa, pada abad ke-7 memang
benar sudah mulai adanya Muslim yang menetap di wilayah Nusantara. Tepatnya di
Sumatera. Namun, aktifitas penyebaran Islam yang intensif baru terjadi pada
abad-ke 12. Ia juga mengiyakan bahwa adanya kontak Nusantara dengan pedagang
dari Arab dan Persia .
Pada mulanya, kontak tersebut sebatas pengembaraan yakni persinggahan sementara
oleh kapal-kapal Arab dan Persia
yang sebenarnya bertujuan berdagang ke Cina. Seiring berjalannya waktu, aktifitas
perdagangan itu berkembang dan menjalin hubungan yang lebih luas. Misal, kegamaan,
sosial, dan politik. Hal itu menurutnya akibat kebangkitan Timur Tengah
sehingga penyebaran Islam di Nusantara menjadi mungkin.[2]
Nusantara memang unik. Letaknya cukup strategis. Kerajaan
terbesar sebelum datangnya Islam sempat menjadikan Nusantara menjadi rute
perdagangan Internasional. Ada
masa dimana pelabuhannya sangat masyhur. Pelabuhannya ramai, dan tak pernah
sepi dari pengunjung. Walhasil, Nusantara mempunyai hubungan yang kuat dengan
berbagai wilayah luar. Sejak dibenarkan “Teori Arab” menjadi sejarah awal
masuknya Islam di wilayah tersebut, Nusantara dalam perkembangannya memiliki
hubungan yang panjang dengan Islam. Berbagai catatan sejarah semakin menempati
ruang yang lebar. Pada abad ke- 7 M / 132 H para pelayar Muslim dari Khilafah
Bani Umayyah turut berperan dalam penyebaran Islam. Mu’awiyyah tidak saja
sebagai tonggak perkembangan wilayah Islam yang semakin hari semakain meluas. Pun,
kekuatan angkatan lautnya yang tak bisa dipandang sebelah mata. Ia berhasil
mencetak pelayar-pelayar yang hebat dalam mengarungi samudera.
Kepemimpinan Khalifah ‘Umar b. ‘Abd ‘Aziz mengubah pandangan
dunia terhadap Khilafah Bani Umayyah. Jika sebelumnya, para pendahulunya
mendapat julukan pemimpin yang otoriter, tapi tidak untuk ‘Umar b. ‘Abd ‘Aziz. Dalam
kurun waktu 29 bulan ia mendedikasikan dirinya, ilmunya, dan seleuruh
kemampuannya untuk rakyat dan daulah. Salah satu fenomena yang patut disoroti
adalah saat berbondong-bondong orang memeluk Islam. Menurut Fahmi Herfi Ghulam
Faizi, beberapa sebab banyaknya orang yang masuk Islam yaitu karena mereka
menyaksikan kesempurnaan, kebaikan, dan keindahan Islam saat dipimpin oleh Umar
b. ‘Abd ‘Aziz. Sampai-sampai ‘Adi bin Arithah berkata pada khalifah:
“Amma ba’du. Sungguh orang-orang telah banyak yang masuk
Islam. Aku khawatir jika pendapatan negara dari pajak menjadi berkurang”
Jawab Khalifah,
“Aku telah memahami suratmu. Demi Allah, aku lebih senang
semua ummat manusia masuk Islam, sehingga aku dan kamu menjadi petani yang
makan dari hasil jerih payah sendiri”[3]
Keberhasilan yang lain adalah khalifah merapikan kembali
pembagian kekayaan serta pemasukan negara dengan adil. Ia paham betul, bagaimana
tata kelola penyimpanan di masa sebelumnya. Jauh sebelum ia menjabat, ia
melihat dan meneliti dengan cermat bagaimana kondisi penyimpanan yang
menyimpang. Hingga suatu ketika ia mengkritik Sulaiman b. Abd Malik dengan
berkata:
“ Sungguh aku melihatmu membuat orang kaya semakin kaya dan
orang miskin tetap dalam kemiskinannya”
Kemudian, ia mengubah itu semua di waktu ia memegang tampuk
kekuasaan dengan melarang para gubernur dan pejabat negara untuk menjadikan
uang umat sebagai modal perniagaan. Munculnya seruan untuk meningkatkan infak
dan juga perhatian terhadap kelompok masyarakat yang tidak mampu dan lemah. Darinya
kita bisa lihat sosok pemimpin yang melunasi hutang orang-orang yang terlilit
dengan hutang.
Fenomena menarik lainnya di era ‘Umar b. ‘Abd ‘Aziz selain
kemasyhurannya dalam perekonomian negara adalah surat dakwah khalifah. Ash-Shalabi dalam
Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar Bin Abdul Aziz Ulama & Pemimpin
Yang Adil sedikit menyinggung surat yang ia tuliskan kepada raja-raja Negeri al-Hind.
Melalui surat tersebut khalifah mengajak mereka kepada Islam, memberikan mereka
jaminan akan berkuasa di negeri mereka, mereka juga akan mendapatkan hak yang
sama dengan kaum Muslimin. Pun, mereka memikul kewajiban yang sama dengan kaum
Muslimin.[4] Riwayat lain yang menguatkan adanya korespondensi masa ‘Umar b. ‘Abd
‘Aziz dengan Raja-raja al-Hind adalah ditemukannya bukti surat kepada Raja Sriwijaya. Sriwijaya
sendiri merupakan kerajaan yang besar , yang memiliki kekeuasaan wilayah
melintang sejauh hamparan seluruh Sumatera, Semenanjung Malaya, dan daratan
Jawa. Kerajaan Sriwijaya juga telah tercatat memainkan peran sentral yang
menghubungkan perdagangan di seluruh Nusantara dengan Ibukotanya Palembang. Penulis
Arab biasa menyebutnya dengan Zabaj. Kekuasaannya berlangsung dari pertengahan
akhir abad ke – 7 sampai akhir abad ke-14.[5] Tampaknya, sangat tepat jikalau
Sriwijaya adalah bagian dari al-Hind, yang dalam bahasan beberapa tokoh cukup
berbeda pendapat. Namun, Fatimi lebih sepakat dan menyimpulkan bahwa al Hind
sebagaimana dikatakan oleh Reinaud:
“ Orang-orang Arab telah memperluas India sejauh
kepulauan Jawa”[6]
Korespondensi antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kekhilafahan
Bani Umayyah tampaknya menjadi perhatian serius oleh Fatimi. Korespondensi
Kekhilafahan Bani Umayyah dengan kerajaan Sriwijaya ia tuangkan dalam karyanya
yang berjudul The Two Letters From The Maharaja To The Khalifah. Sebuah tulisan
khusus mengkaji surat
dari Maharaja kepada khalifah. Dan disanalah akan dijumpai kisah dari Nu’aym b.
Hammad yang telah mengabadikan surat
tersebut. Namun, menurut Fatimi surat
ini mengindikasikan kesamaan yang benar-benar mirip.
“Nu’aym b. Hammad telah menulis, “Raja al-Hind mengirim
surat untuk Umar b. ‘Abd Aziz, sebagai berikut: Dari Raja yang merupakan keturunan
dari seribu raja, yang permaisurinya juga, adalah keturunan seribu raja, yang
didalam kandangnya memiliki seribu gajah, dan yang memiliki wilayah dua sungai
yang mengairi tanaman gaharu, yang terdapat tanaman herbal, pala, dan kamper
yang keharumannya menyebar ke jarak dua belas mil. Untuk Raja Arab, yang tidak
menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Saya telah mengirimkan kepada Anda, hadiah,
yang tidak banyak, tetapi (hanya) sebuah salam dan saya berharap bahwa Anda
dapat mengirimkan kepada saya seseorang yang bisa mengajari saya Islam dan
memerintahkan saya dalam Hukum Islam, [atau dalam versi lain: Mungkin mengajari
saya Islam dan menjelaskan kepada saya, perdamaian.].[7]
Fatimi juga menunjukkan bukti lain yang dikutip oleh Ibn
Taghri-Berdi dari karya seorang periwayat yang handal, yang tak lain adalah
Ibnu Asakir (499/1105-571/1176):2
“Saya telah mengirim Anda hadiah batu mulia amoer, wewangian,
kamper. Terimalah, dan jadikan aku sebagai saudara dalam Islam”
Surat tersebut terjadi pada tahun ke 99 H, atau 717-718 M. Lebih
dalam lagi Fatimi meyakinkan kita bahwa surat yang ditulis oleh Umar’ b. ‘Abd
‘Aziz tidak saja mengajak masuk Islam. Namun, khalifah menginginkan mereka juga
memberikan kesetiaan kepada Khilafah Bani Umayyah. Mereka harus mempertahankan
wilayah mereka masing-masing, dan juga hak-hak mereka dijamin sama dengan hak
kaum Muslimin. Dan yang terpenting adalah keterikatan mereka dengan kewajiban
atau konsekuensi yang diberikan Khalifah ‘Umar kepada mereka. Raja-raja
menyepakatinya, bahkan cenderung tunduk, status mereka yang berubah menjadi
Muslim menjadi sebuah keharusan mengubah nama dengan nama Islam.
Ia membuktikan keabsahan surat tersebut dengna melihat kondisi yang
terjadi di Nusantara pada masa itu. Tepatnya, kekuasaan Sriwijaya menjadi salah
satu kerajaan terbesar tidak hanya di Nusantara saja, tetapi di Semenanjung Malaya . Dan sangat mungkin melakukan hubungan dengan
negara-negara lain di luar wilayah Sriwijaya. Yakni, korespondensi dengan Khilafah
Bani Umayyah. Bahkan, kebenaran surat dari
Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz dikuatkan dengan laporan dari China , bahwa
Sriwijaya mengirim Zanji yang berarti seorang budak. Dalam pandangan Fatimi hal
tersebut adalah bukti nyata adanya relasi Sriwijaya dengan orang Arab. Bukti China tersebut
menurutnya juga menyebutkan nama Raja dari Kerajaan Sriwijaya, yaitu She-li-pa-mo
(Srindavarman). Walhasil, Islam benar telah diterima oleh Raja al-Hind, yang
disini Sriwijayalah yang dimaksudkan.
Point penting yang Fatimi tunjukkan kepada khalayak umum
adalah surat
dakwah khalifah ‘Umar b. ‘Abd ‘Aziz menunjukkan besar dan kuatnya keinginan
politik Umat Islam pada saat itu. Jelas, kajian Fatimi telah membangkitkan
minat ilmuan Muslim khususnya Asia Tenggara. Berharap, besarnya minat untuk
menggali sejarah Islam lebih dalam, dan khsusnya di Kawasan Timur.
Demikan, relevansi kajian Fatimi terhadap surat khalifah ‘Umar b. Abd ‘Aziz adalah
sebuah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Penting untuk didalami lagi
dan juga melakukan kajian lebih konprehensif terhadap Surat ‘Umar b. Abd ‘Aziz kepada Kerajaan
Sriwijaya. Betapa informasi tersebut menambah keyakinan Umat Muslim untuk
belajar darinya. Barangkali, korespondensi tersebut mempunyai hubungan yang
lebih dari keduanya. Saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya. Fakta
sejarah tersebut juga telah menunjukkan pada kita, bahwa sedari dulu, sejak
zaman Rasululloh Muhammad shallallohu ‘alaihi wassalam kewajiban dakwah tidak
pernah berhenti. Bahkan, kekuatan negara bisa lebih efektif, dan efisien untuk
untuk mengajak kekuasaan yang bukan didasarkan pada Islam untuk menerima Islam.
Seperti Sriwijaya. Wallahu’alam bisshowab
Oleh: Rizka K. Rahmawati, S. Hum – Alumni Program Sejarah
dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Daftar Pustaka
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Perjalanan Hidup Khalifah Yang
Maha Agung Umar Bin Abdul Aziz Ulama dan Pemimpin Yang Agung. Jakarta : Darul Haq. 2012
Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung :
Penerbit Mizan. 1994.
Fatimi, S. Q. “Two Letters From The Maharaja To The
Khalifah” , Karachi :
Islamic Studies, 2, 1. 1963.
Slamet Muljana. Sriwijaya. Yogyakarta :
Lkis. 2012
==========================================
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/27/noywh5-inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia.
Di akses, 25/05/2016, pukul 14.50 WIB.[8] [1] http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/05/27/noywh5-inilah-10-negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia
[2] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Penerbit Mizan, 1994), hlm. 36.
[3] S. Q Fatimi, “Two Letters From The Maharaja To The
Khalifah” , Islamic Studies (Karachi ),
2, 1(1963), hlm. 123.
[4] Ali Muhammad Ash-Shalabi, Perjalanan Khalifah Yang Agung
Umar Bin Abdul Aziz Ulama dan Pemimipin Yang Agung (Jakarta : Darul Haq, 2012), hlm. 453.
[5] Skamet Muljana, Sriwijaya (Yogyakarta :
Lkis, 2012), hlm. 111.
[6] S. Q Fatimi, “Two Letters From The Maharaja To The
Khalifah” , Islamic Studies (Karachi ),
2, 1(1963), hlm. 123.
[7]Ibid., hlm. 121Simber :
JejekIslamnet
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan