“Munculnya sertifikat HGB 2878, membuktikan Pemda DKI
membeli tanahnya sendiri dari pihak swasta senilai Rp 755,69 miliar. Ini
merupakan kelalaian yang tidak dapat dimaafkan,” ujar Amir Hamzah, Ketua Budget
Metropolitan Watch (BMW), pada indopos.co.id, Senin (14/9).
indopos.co.id – Lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) seluas
3,7 hektar, yang dibeli Pemda DKI Jakarta dengan harga Rp 755,69 miliar, ternyata
milik pemda sendiri. Hal itu tersebut dibuktikan dengan munculnya sertifikat
Hak Guna Bangunan (HGB) bernomor 2878, yang menyatakan lahan tersebut, sesungguhnya
milik Pemda DKI. Pihak RSSW hanya memiliki hak guna bangunan, dan harus
mengembalikan kepada pemda, setelah 25 tahun penggunaan.
“Munculnya sertifikat HGB 2878, membuktikan Pemda DKI
membeli tanahnya sendiri dari pihak swasta senilai Rp 755,69 miliar. Ini
merupakan kelalaian yang tidak dapat dimaafkan,” ujar Amir Hamzah, Ketua Budget
Metropolitan Watch (BMW), pada indopos.co.id, Senin (14/9).
Amir yang beberapa waktu lalu melaporkan dugaan korupsi
pembelian lahan RSSW ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkapkan, dalam
sertifikat HGB tertera, batas pengembalian lahan adalah 28 Mei 2018 mendatang. Sehingga,
diduga ada kesengajaan terjadi kerugian negara yang dilakukan Pemda DKI. Kemudian,
jika diteliti dari awal, berarti ada pembohongan oleh RSSW, saat rapat dengan
Dinas Kesehatan.
Saat itu, RSSW mengatakan tanah itu tidak dijual. Kemudian
pada 16 Juni 2014, Kepala Dinas Kesehatan saat itu, Dien Emmawati, melaporkan
ke Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, bahwa tanah RSSW tidak dijual. Tapi, belakangan
ada pertemuan antara Direktur Umumm RSSW dengan gubernur. Sehingga, belakangan dibuatlah surat bahwa lahan akan dijual. “Tentu di sini
ada pembicaraan antara Abraham dengan Ahok yang patut diselidiki,” kata Amir.
Selanjutnya, yang aneh lagi, surat pemberitahuan penjualan lahan ada 4
macam. Pertama, surat ditandatangani Direktur Umum RSSW Abraham, kedua ada
surat yang ditandatangai Kartini Mulyadi, dan surat ketiga ditandatangani
Kartini Mulyadi dengan bendahara, surat keempat ditandatangani seseorang
berinisial DMI yang diduga, salah satu petinggi Partai Politik. “Semua keanehan
ini patut diduga sebagai permainan untuk memuluskan pembelian lahan bermasalah
itu,” terangnya.
Tokoh pemuda Jakarta, Muhammad Rifki, menilai indikasi
korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta semakin
terang benderang. Ternyata lahan yang miliki Yayasan Kesehatan Sumber (YKSW) Waras
merupakan tanah negara.
Artinya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah
membayar tanah negara kepada pihak swasta menggunakan uang negara.
“Lalu apa bedanya kampung Pulo dengan lahan Sumber Waras? Bedanya,
di Kampung Pulo rakyat bayar PBB dan kemudian diusir, sedangkan di Sumber Waras
pemilik tidak bayar PBB kemudian malah diberi uang,” celetuk Rifki yang juga
akrab disapa Eki Pitung.
Dibeberkan pria yang mengaku warga asli Betawi ini, sertifikat
tanah yang dimiliki RS Sumber Waras tercatat dengan nomor 2878 di Tomang Jalan
Kyai Tapa itu diberikan Hak Guna Bagungan (HGB ) kepada Yayasan Sumber Waras
yang akan habis pada tanggal 28 Mei 2018.
“Ini namanya perampokan APBD, tanah negara dijual ke negara,
dibeli negara, pake uang negara, kalau saya lihat skemanya ini seperti sindekat
perampok uang negara,” ungkapnya
Selain itu
ditambahkan pengurus Bamus Betawi ini, hal itu adalah ketimpangan antara
yayasan kesehatan sumber waras dengan warga kampung pulo. Dimana Eki mengklaim
warga kampun Pulo adalah warga yang taat pajak sementara YKSW tidak taat pajak.
“Itu terbukti, YKSW masih punya tunggakan pajak hingga 10
Miliar,akhirnya sudah ada titik terang, kampung Pulo kan Ahok gak berani bayar katanya? Itu tanah
negara, takut dipenjara, lah ini kan
juga tanah negara,” pungkasnya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kembali
mengungkapkan kekesalannya karena BPK tidak mengonfirmasi kepadanya terlebih
dahulu untuk melakukan audit.
“Saya tanya ke Pak Lasro (Inspektorat), kenapa BPK enggak
ngomong mau ketemu saya untuk konfirmasi. Seolah-olah, kami salah membeli lahan
RS Sumber Waras dibanding Ciputra. Padahal, Ciputra beli harga pasar, kami beli
pakai harga NJOP (nilai jual obyek pajak), dan NJOP itu yang tentukan
Kementerian Keuangan, tetapi itu tidak ditulis di laporan BPK. Tendensius
sekali,” kata Basuki.
Menurut Basuki, pembelian lahan RS Sumber Waras lebih mahal
karena beda tahun. Otomatis, NJOP-nya juga berbeda. Bahkan, Basuki
membandingkan pembelian lahan RS Sumber Waras dengan pembebasan tol dan sungai.
Jika pembelian RS Sumber Waras salah, dia mengatakan, maka
banyak pembelian lahan di gedung-gedung pemerintahan lain juga salah prosedur.
“Pembelian gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan
gedung LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah) juga salah,
dong? Mereka menggunakan harga pasar yang lebih mahal. Kalau saya jadi
auditornya, saya boleh enggak bikin laporan kalau ‘Anda merugikan negara karena
tidak beli harga NJOP’? Boleh enggak saya tulis begitu di laporan BPK? Boleh
saja, orang (BPK) yang mahakuasa kok, enggak pakai tanya lagi sama orang yang
bersangkutan. Itu yang terjadi di Sumber Waras, makanya saya mau lawan,” kata
Basuki.
Karena audit BPK ini, Basuki melanjutkan, banyak orang yang
berpikir bahwa dia mendapat komisi dari pembelian lahan RS Sumber Waras.
“Mereka pikir, masa Gubernur enggak ngiler 1 persen duit
Sumber Waras Rp 700 miliar. Satu persen sudah Rp 7 miliar, dan dua persen sudah
Rp 14 miliar. Saya sudah berulang kali (bilang), saya ini orang yang demen
ribut, bukan demen duit. Itu yang oknum BPK enggak pernah pikir, ada gubernur
yang enggak demen duit. Kalau Anda menzalimi orang, saya demen ribut,” kata
Basuki. (wok)
indopos.co.id/2015/09 Senin, 14 September 2015
(nahimunkar.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan