Polemik ke lima tentang kurban sapi dan korban urunan.
Jawaban atas keritikan Ust. Abu Al-Jauzaa' ke dua.
Di tulis oleh H.Mahrus ali .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan.:
Terima kasih atas infonya.
Telah saya jawaban beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) akan artikel di atas.Ada dua point sebenarnya yang beliau anggap bid’ah dalam masalah hewan kurban. Pertama, adalah masalah berkurban selain kambing, dan yang kedua adalah masalah berserikatnya. Saya akan jawab secara ringkas sebagai berikut :
1. Allah ta’ala berfirman :
Telah saya jawaban beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) akan artikel di atas.
1. Allah ta’ala berfirman :
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj : 28].
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [QS. Al-Hajj : 34].
Komentarku ( Mahrus ali :
Saya tidak setuju kalimat mansakan di artikan kurban . Yang benar adalah tempat yang biasa di kunjungi untuk kebaikan atau keburukan. Namun dalam ayat itu arti mansakan adalah tempat yang biasa di kunjungi untuk ibadah haji
Jadi saya kurang sreg dengan kalimat mansakan di artikan kurban ( Udhiyah ) sebagaimana terjemahan depag yang di pakai oleh Ust. Abu Al-Jauzaa' , saya lebih setuju dengan keterangan Ibnu Abdis salam sbb :
وَالْمَنْسَكُ فِي كَلاَمِهِمْ الْمَوْضِعُ الْمُعْتَادُ ، مَنَاسِكُ الْحَجِّ ِلاعْتِيَادِ مَوَاضِعِهَا
Mansak dlm perkataan bangsa arab adalah tempat yang terbiasa di kunjungi . Di katakan manasik haji karena tempat – tempat ( Mekkah , arofah , Muzdalifah dan Mina ) terbiasa di kunjungi . [1]
Maksud manasik haji adalah tempat – tempat yang biasa di kunjungi untuk menjalankan ibadah haji . Ada juga keterangan sbb :
الْمَنْسَكُ: الْمَنْسَكُ مَنَاسِكُ الْحَجِّ: عِبَادَاتُهُ.
Mansak – manasik haji adalah beberapa ibadah haji . ( Kamus al fiqhi 352/1 ) .
Jadi mansakan di artikan tempat yang biasa di kunjungi untuk menunaikan ibadah haji atau dzikir kepada Allah lebih layak. Karena sangat berkaitan dengan ayat sebelumnya. Lihat ayat – ayatnya sbb :
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ(32)لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ(33)وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ(34(
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu, itu ada beberapa manfa`at, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami bikin tempat yang biasa di kunjungi untuk ibadah, supaya mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), Al Haj 32-34.
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami bikin tempat yang biasa di kunjungi untuk ibadah, supaya mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), Al Haj 32-34.
Bila mansakan di artikan kurban , maka sangat bertentangan dengan ayat sebelumnya . Jadi tidak runut. Sedang menyebut nama Allah atau berdzikir di situ bukan saja waktu memotong binatang tapi berdzikir karena Allah telah memberikan ternak ( An`am) yang akan di potong atau ternak ( an`am ) yang masih ada di kandangnya di rumahnya atau di manapun yang telah dimilikinya .
Arti mansak dlm ayat al Haj 34 dengan tempat yang biasa di kunjungi untuk ibadah lebih cocok dan di dukung dengan ayat sbb :
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ(128)
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Al Baqarah 128 .
Lihat dlm ayat tersebut kalimat manasik – jama` dari mansak di artikan tempat ibadah haji dlm tafsir depag . Inilah yang cocok dan berkaitan antara ayat satu dengan lainnya dengan jelas dan runut . Mengapa anda tidak menterjemahkan kalimat manasikana beberapa kurban kami . Ia memang tidak cocok.
وأَرِنَا مَناسِكَنَا " أي : عَرِّفْنَا مُتَعَبَّدَاتِنَا
Tunjukkanlah tempat –tempat ibadah kami ( haji ) . Tajul arus 207/2
Kalau mansakan di artikan kurban sebagaimana dlm tafsir depag yang di kutip oleh Ust. Abu Al-Jauzaa' maka tidak singkron dengan ayat – ayat sebelumnya atau ayat lain .
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ(67)
Bagi tiap-tiap umat telah Kami bikin tempat ibadah yang biasa di kunjungi dlm ibadah haji yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.Al Haj 67.
Lalu mengapa disini tidak anda artikan mansakan dengan kurban sebagaimana dlm ayat 34 al haj dulu . Terjemahan saya ini seirama dengan maksud Ibnu katsir dlm tafsirnya sbb :
قَالَ : وَأَصْل الْمَنْسَك فِي كَلَام الْعَرَب هُوَ الْمَوْضِع الَّذِي يَعْتَادُهُ الْإِنْسَانُ وَيَتَرَدَّدُ إِلَيْهِ إِمَّا لِخَيْرٍ أَوْ شَرٍّ قَالَ وَلِهَذَا سُمِّيَتْ مَنَاسِك ُالْحَجِّ بِذَلِكَ لِتَرْدَادِ النَّاسِ إِلَيْهَا وَعُكُوفِهِمْ عَلَيْهَا
Ibnu Jarir berkata : Asal pengertian mansak dlm perkataan bangsa arab adalah tempat yang biasa di kunjungi adakalanya untuk kebaikan atau keburukan. Beliau berkata : Karena itu , tempat ibadah haji di katakan manasik haji sebab manusia sering kesana dan beri`tikaf padanya atau menetap disitu . [2]
Imam Malik dlm kitab Muwattha`nya berkata:
وَالْجِدَالُ فِي الْحَجِّ أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تَقِفُ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ بِالْمُزْدَلِفَةِ بِقُزَحَ وَكَانَتْ الْعَرَبُ وَغَيْرُهُمْ يَقِفُونَ بِعَرَفَةَ فَكَانُوا يَتَجَادَلُوْنَ يَقُولُ هَؤُلَاءِ نَحْنُ أَصْوَبُ وَيَقُولُ هَؤُلَاءِ نَحْنُ أَصْوَبُ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَ لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ فَهَذَا الْجِدَالُ فِيمَا نُرَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَقَدْ سَمِعْتُ ذَلِكَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
Berdebat dlm haji , sesungguhnya orang – orang Quraisy berwukuf di Masy`aril haram di Muzdalifah di Quzah. Bangsa arab dan lainnya berwukuf di Arofah , Mereka berdebat . Mereka berkata : Kami yang lebih benar dan sebagian yang lain berkata : Kami yg lebih benar . Lantas Allah taala berfirman :
وَ لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
Bagi tiap-tiap umat telah Kami bikin tempat ibadah yang biasa di kunjungi untuk ibadahi yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.Al Haj 67.
Ini debat menurut pandangan kami , wallahu a`lam , sungguh aku telah mendengar hal itu dari ahlul ilmi . Muwattho` 87/3
Pendapat Imam Malik inipun mengarah kepada mansakan di artikan dengan tempat yang biasa di kunjungi untuk ibadah , bukan di artikan kurban
Lantas Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Bahiimatul-an’aam dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta. Udlhiyyah tidaklah sah kecuali dengan tiga jenis binatang in. Ini adalah pendapat jumhur ulama [lihat Al-Mughniy 11/99, Al-Ma’uunah 1/658, dan Mukhtashar Ikhtilafil-‘Ulamaa oleh Ath-Thahawiy 3/224]. Bahkan Ibnu Rusyd dalam Bidaayatul-Mujtahid 2/435 dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan hal tersebut.
Apa yang saya tulis di atas, saya nukil dari melalui perantaraan Tanwiirul-‘Ainain hal. 366 (karya Abul-Hasan Al-Ma’ribiy).
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Maaf Ust. Abu Al-Jauzaa' , saya lebih suka bila anda menyampaikan perkataan Ulama itu dengan arabnya lalu di kasih syakal agar lebih mantap dan pembaca juga lebih suka . Apalagi dari kalangan para santri yang telah banyak mengerti bahasa arab. Bila anda sampaikan refrensinya saja bisa di percaya , tapi untuk merujuk kembali agak sulit karena nomer kitab tidak sama apalagi kitab – kitab arab digital. Kadang para pembaca berpikir , apakah benar atau salah pengutipan ini . Tapi bila anda menyampaikan pendapat ulama dengan bahasa arabnya dan menyebut refrensinya akan lebih mudah di rujuk kembali serta akan di nilai akurat oleh para pembaca. Kadang anda yang lihay dlm bahasa arab dan bisa baca kitab di nilai pembaca barang kali mengambil dari buku terjemahan kali yah. Ini sekedar saran barang kali bisa di ambil manfaatnya
Kita kembali kepada pernyataan bahimatul an`am yang anda kelaim dengan tiga jenis hewan yaitu domba , sapi dan unta itu mengambil dari kitab mana , dalilnya mana ? Bila ada di kitab , apakah pernyataan dlm kitab itu mesti benar , juga tidak mesti salah. Mungkin benar , juga mungkin keliru . Maklum pengarangnya itu bukan malaikat , tapi terkendali dengan berbagai hal , nafsu , setan , kepentingan sekalipun juga ada orang yang ingin kebenaran dlm menulis di kitab . . . Karena salah paham dan kebodohan, keterangannya menyimpang.. Inilah pentingnya apa yang ada di kitab itu kita cek kembali dengan dalil quran atau hadis yang sahih .
Imam Syafii menyatakan :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي .
Bila ada hadis sahih , maka lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu lihat hujjah telah berada di jalan , maka itulah perkataan ku
لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ فَإِنَّهُمْ لَنْ يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang , sebab mereka mungkin juga salah .
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Aku hanyalah manusia , terkadang pendapatku benar , di lain waktu kadang salah . Karena itu , cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .
Menurut saya , al an`am itu tidak terbatas dengan tiga jenis . setahu saya tiada ulama yang menyatakan seperti itu . Bila di temukan , maka juga bertentangan dengan ayat :
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ(5)وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ(6)وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ الْأَنْفُسِ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ(7)وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ(8)
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. Nahel 5-8.
اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ(79)
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan. Ghofir 78.
وَمِنَ الْأَنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(142)
Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu, Al an`am 142
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Di antara ternak atau an`am yang di gunakan untuk pengangkutan adalah kuda, bagal , keledai , unta , sapi . lalu apakah ayat yang menyatakan seluruhnya itu masih di sebut an`am keliru, mana yang benar pernyataan anda yang menyatakan :
"Bahiimatul-an’aam dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta."…………….atau ayat Allah
Siapakan yang bisa di percaya ayat atau pernyataan anda . Bila ada orang yang masih percaya kepada anda dan tidak percaya kepada al quran akan membikin anda melebihi Tuhan………… Semoga saja tidak ada orang yang berbuat sedemikian kepada anda.
Apakah Allah tidak mengerti bahasa arab , sehingga anda mengatakan :
Bahiimatul-an’aam dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta."
Pernyataan anda itu berbeda dengan pernyataan al quran dan anda atau lainnya bila pendapatnya bertentangan dengan ayat , maka ayat harus di pegang dan pendapat anda harus di buang . Allah menyatakan lagi .
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ(1)
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. Al Maidah 1
Lihat bahimatul an`am ( ternak ) yang di halalkan menurut ayat bukan hanya tiga yaitu domba , sapi dan unta sebagaimana pernyataan anda :
"Bahiimatul-an’aam dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta."
Maksud ayat tsb al haj 34.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Apakah kuda , himar , bagal yang termasuk an`am itu di haramkan karena anda menyatakan hanya domba , sapi dan unta . Tiada ulama mulai dulu hingga sekarang yang menyatakan seperti itu . Di lain ayat Allah menyatakan:
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ(8)
dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.Nahel 8
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Udlhiyyah tidaklah sah kecuali dengan tiga jenis binatang in. Ini adalah pendapat jumhur ulama [lihat Al-Mughniy 11/99, Al-Ma’uunah 1/658, dan Mukhtashar Ikhtilafil-‘Ulamaa oleh Ath-Thahawiy 3/224]. Bahkan Ibnu Rusyd dalam Bidaayatul-Mujtahid 2/435 dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan hal tersebut.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Sayang anda hanya menyampaikan refrensinya saja sehingga sulit sekali di lacak kebenaran pernyataan seperti itu atau kekeliruannya . Cuman saya hanya berbaik sangka belaka, lalu saya tanyakan manakah dalil yang menyatakan bahwa kurban tidak sah kecuali dengan tiga jenis hewan itu ? Pernahkah anda temukan suatu hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW mengajak sahabatnya untuk urunan kurban? Bila ada hadisnya mengapa sejak dulu tidak di sampaikan ?. Bila tidak ada tuntunannya mengapa anda memperkenankan kurban urunan ?
Sebetulnya tentang ijma` ulama yang anda sampaikan " dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan hal tersebut. " pada hakikatnya adalah dari perkataan penyusun kitab Subulus salam sbb :
( فَائِدَةٌ ) أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ مِنْ جَمِيعِ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوا فِي الْأَفْضَلِ وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْغَنَمَ فِي الضَّحِيَّةِ أَفْضَلُ لِفِعْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
( Faedah ) Ulama telah sepakat atas kebolehan kurban dari seluruh an`am . Hanya saja mereka hilaf tentang yang afdhol . Namun menurut dhahirnya , sesungguhnya kurban kambing lebih utama karena Rasulullah SAW melakukan seperti itu . 319/6 Subulus salam .
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Siapakah di antara sahabat atau nabi yang pernah memperbolehkan kurban dengan sapi , unta , keledai , bagal dll . Setahu saya , sebelum Ibnu Abdis salam mengatakan seperti itu Ibnu Rusydi sudah menyatakan seperti itu . Kalimatnya sbb :
أَجْمَعَ اْلعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الضَّحَايَا مِنْ جَمِيْعِ بَهِيْمَةِ اْلاَنْعَامِ، وَاخْتَلَفُوا فِي اْلاَفْضَلِ مِنْ ذَلِكَ.
Ulama telah sepakat di perbolehkan kurban dari seluruh an`am ( sapi , unta, domba , keledai , kuda , baghol ) dan mereka hilaf manakah yang lebih utama . Bidayatul mujtahid 346/1 .
Tuntunan kurban yaitu kambing lebih layak di ikuti dari pada mengikuti ijma`yang tidak berdalil. Kapan Rasulullah SAW dan para sahabat melakukan kurban unta , sapi . Ini masalah penting dan bisa menyelesaikan persoalan bila ingin tidak berlarut – larut . Selama hidupnya Rasulullah SAW selalu berkurban kambing , lalu mengapa kita tidak mengikuti tuntunan yang ada. Setahu saya permulaan ulama yang mengatakan ijma` tentang unta dan sapi boleh di jadikan kurban adalah Ibnu Rusydi yang wafat pada tahun 595 H , lalu di ikuti oleh penyusun Subulus salam yang wafat pada tahun 852 H. Sebelum Ibnu Rusydi saya belum tahu ulama yang mengatakan seperti itu . Syaikh Nashiruddin Al albani pernah menyusun buku judulnya : Adabuz zafaf , salah satu babnya sbb :
دَعْوَى اْلإِجْمَاعِ عَلَى إِبَاحَةِ الذَّهَبِ مُطْلَقًا ِللنِّسَاءِ وَرَدِّهَا
Pengakuan Ijma emas di perbolehkan untuk wanita – wanita secara mutlak dan jawabannya . [3]
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Karena Syaikh Al albani tahu dalil dengan tepat dan bisa memaknai dalil dengan tepat dan tahu hadis sahih atau yang lemah, pengambilan dalil yang tepat dan yang keliru , lalu beliau berani menentang ijma` yang menurut beliau keliru.
Ibnu Rusydi menyatakan :
وَسَبَبُ اخْتِلاَفِهِمْ: مُعَارَضَةُ اْلقِيَاسِ لِدَلِيْلِ اْلفِعْلِ، وَذَلِكَ أَنَّهُ لَمْ يُرْوَ عَنْهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَنَّهُ ضَحَّى إِلاَّ بِكَبْشٍ، فَكَانَ ذَلِكَ دَلِيْلاً عَلَى أَنَّ الْكِبَاشَ فِي الضَّحَايَا أَفْضَلُ،
Sebab perbedaan mereka : Qiyas bertentangan dengan perbuatan Rasulullah SAW. Karena menurut riwayat hadis , Rasulullah SAW hanya berkurban kambing . Hal itu sebagai dalil bahwa domba untuk kurban lebih utama. [4]
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Menurut beliau mengkiyaskan unta atau sapi kepada kambing agar bisa di buat kurban adalah kiyas yang tidak tepat . Menurut beliau , kurban kambing lebih utama .
Saya malah menyatakan , mana dalil di perbolehkan kurban sapi atau unta sehingga bisa di katakan kurban sapi atau unta boleh dan kurban kambing lebih utama. Kita lebih baik ikut tuntunan yang ada saja. Kurban sapi atau unta di katakan bid`ah karena tiada dalilnya. Dan ia tertolak. Dalam suatu hadis di jelaskan :
"مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ،
Barang siapa yang bikin perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak termasuk di dalamnya maka tertolak . HR Bukhari dan Muslim .
Ibnu Rusydi menyatakan lagi :
هَلِ الذِّبْحُ الْعَظِيْمُ الَّذِي فُدِىَ بِهِ إِبْرَاهِيْمُ سُنَّةٌ بَاقِيَةٌ إِلَى اْليَوْمِ وَأَنَّهَا اْلاُضْحِيَّةُ، وَأَنَّ ذَلِكَ مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى (وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي اْلآخِرِيْنَ)
Apakah hewan besar yang di sembelih untuk menjadi tebusan Ibrahim ( agar tidak menyembelih nabi Ismail ) merupakan amalan yang berlaku sampai sekarang dan ia adalah kurban . Dan sesungguhnya hal itu ma`na firmanNya :
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, Soffat 108
Kita tinggalkan agama Nabi Ibrahim dan tata cara kurban beliau , lalu kita memperkenankan kurban sapi atau unta. Ini adalah kekeliruann dan penyimpangan . Ikutilah agama Nabi Ibrahim . Dalam hal ini ada ayat yang mendukungnya sbb :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ(123)
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Nahel 123
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Bila kita berkurban unta atau sapi apakah di katakan kita ikut nabi Ibrahim atau menyelesihinya , lalu apakah kita tidak melanggar ayat itu atau mentaatinya. Juga menyelisihi Rasulullah SAW yang berkurban kambing dan belum pernah kurban sapi atau unta. Tapi menyamai kebanyakan orang . Ibnu Abdis salam berkata :
(اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ ) فِي اْلإِسْلاَمِ وَالْبَرَاءَةِ مِنَ اْلأَوْثَانِ ، أَوْ فِي جَمِيْعِ مِلَّتِهِ إِلاَّ مَا أُمِرَ بِتَرْكِهِ .
Ikutilah agama Ibrahim ya`ni dalam Islam , bebas dari berhala atau mengikuti seluruh ajaran agamanya kecuali apa yang di perintahkan untuk meninggalkannya. Tafsir Ibnu Abdis salam 200/3
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Ayat itu menurut beliau juga memerintahkan agar kita mengikuti kurban beliau.
وَمِنْ أَعْظَمِ فَضَائِلِهِ أَنَّ اللهَ أَوْحَى ِلسَيِّدِ الْخَلْقِ وَأَكْمَلِهِمْ أَنْ يَتَّبِعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ، وَيَقْتَدٍيَ بِهِ هُوَ وَأُمَّتُهُ.
Termasuk keutamaan Nabi Ibrahim yang teragung adalah Allah memberikan wahyu kepada pimpinan mahluk , dan yang paling sempurna agar mengikuti agama nabi Ibrahim dan meneladaninya , begitu juga umatnya ( Umat Rasulullah SAW juga di periintahkan untuk mengikuti ajaran nabi Ibarhim ) . Assa`di 451/1
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Bila Rasulullah SAW saja di suruh untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim , layakkah kita tidak mengikutinya atau menyalahinya . Pada hal kita ini umat beliau . Sungguh kita ini kurang teliti dlm menjalankan sariat. Bila Nabi Ibarhim berkurban dengan domba besar , apakah kita berkurban lebih besar yaitu unta atau sapi dengan urunan . Bila berkurban sapi tiada tuntunannya apalagi urunan untuk kurban .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on
Penulis kitab Al-Inshaaf fii Ma’rifatir-Raajih minal-Khilaaf ‘alaa Madzhab Al-Imam Al-Mubajjal Ahmad bin Hanbal (4/73) menyebutkan bahwa binatang yang paling afdlal untuk hadyu dan udlhiyyah adalah onta, kemudian sapi, kemudian kambing.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Maaf sekali lagi agar di tulis arabnya supaya mudah di rujuk , tidak cukup dengan nomer halaman ,jilid atau refrensi nya agar para pembaca ini bisa lebih mantap.
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ فِرَاسٍ عَنْ عَامِرٍ عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَوَجَّهَ قِبْلَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَلَا يَذْبَحْ حَتَّى يُصَلِّيَ فَقَالَ خَالِي يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ نَسَكْتُ عَنْ ابْنٍ لِي فَقَالَ ذَاكَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ لِأَهْلِكَ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي شَاةً خَيْرٌ مِنْ شَاتَيْنِ قَالَ ضَحِّ بِهَا فَإِنَّهَا خَيْرُ نَسِيكَةٍ
……………….Dari Al bara` berkata: Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa melakukan salat sebagaimana salat kami dan menyembelih sebagaimana sembelihan kami , maka jangan menyembelih hingga melakukan salat ( Idul adha ) : Paman dari ibuku berkata : Wahai Rasulullah SAW sungguh aku telah menyembelih untuk anakku .
Rasulullah SAW bersabda : Itu sesuatu yang kamu segerakan untuk keluargamu .
Dia berkata lagi : Sesungguhnya aku punya kambing yang lebih baik dari pada dua kambing ". Rasulullah SAW bersabda : " Berkurbanlah dengannya , Sesungguhnya ia kurban terbaik ".
Muslim 1961
Bila Rasulullah SAW menyatakan seperti itu , apakah kita ikut
penulis kitab itu yang menyatakan kurban sapi lebih utama . Sudah tentu pendapat orang itu harus di singkirkan bila ada hadis yang sahih. Kurban kambing yang baik adalah kurban yg terbaik. Bukan sapi atau unta sebagai kurban terbaik . Mungkin terbaik menurut akal , tapi menyalahi tuntunan .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Adapun pendapat Maalik bin Anas, beliau menyebutkan sendiri dalam Al-Muwaththa’ :
Adapun pendapat Maalik bin Anas, beliau menyebutkan sendiri dalam Al-Muwaththa’ :
واحسن ما سمعت في البدنة والبقرة والشاة الواحدة ان الرجل ينحر عنه وعن أهل بيته البدنة ويذبح البقرة والشاة الواحدة هو يملكها ويذبحها عنهم ويشركهم فيها
“Perkataan paling baik yang pernah aku dengar tentang (kurban) seekor onta, sapi, dan kambing, bahwasannya seorang laki-laki boleh menyembelih untuk dirinya dan keluarganya seekor onta, sapi, dan kambing. Dialah pemiliknya, dan ia sembelih untuk keluarganya juga, serta menyertakan mereka dalam sembelihan kurban tersebut” [selesai].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Terjemahannya kurang bukan kambing , tapi seekor kambing .
Sebab kalimat :
والشاة الواحدة
Dan seekor kambing . Jangan di artikan " Kambing " saja. Ini keliru .
Saya katakan : Bila ada dalilnya , Imam Malik akan membawakan dalil , berhubung beliau tidak menjumpainya , maka beliau hanya menyatakan seperti itu tanpa dalil. Apakah pendapat kita yang berdalil di tolak dan pendapat Imam Malik tanpa dalil di terima . Alangkah untungnya Imam Malik dan nistanya kita . Pada hal Imam Malik sendiri pernah berkata :
Imam Malik ra berkata:
مَا مِنَّا إِلاَّ رَادٌّ وَمَرْدُوْدٌ عَلَيْهِ إِلاَّ صَاحِبُ هَذَا الْقَبْرِ
Pendapat kita ini ada yang ditolak juga ada yang diterima kecuali penghuni kuburan ini . Lantas Imam Malik berisarat kepada kuburan Rasulullah SAW.
Beliau sendiri menyadari bahwa pendapat beliau sama dengan pandangan orang lain , boleh di terima atau di tolak kecuali sabda Rasulullah SAW. Ia harus kita terima . karena ada ayat :
وَاَطِيْعُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْا فَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْا انَّمَا عَلَى رَسُوْلِنَا الْبَلاَغُ الْمُبِيْنَ.
"Dan taatilah kamu kepada Allah dan taatilah kepada Rasul(Nya), dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahawasanya kewajipan Rasul Kami hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". Al-Maidah, 5:92.
Berhubung pendapat Imam Malik tanpa dalil , maka alangkah jeleknya kita menerima sesuatu tanpa dalil , kita juga di perintahkan untuk mendatangkan dalil dlm ayat :
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".[5]
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Jika Ustadz Mahrus ‘Aliy telah menyebutkan pendapat Asy-Syaafi’iy dan Abu Hanifah tentang pembolehan kurban sapi dan onta (dengan menukil Bidaayatul-Mujahid 1/349), dan di sini saya sebutkan madzhab Maalik dan Ahmad; maka nampaklah bagi Pembaca budiman dimana sebenarnya posisi imam empat dalam masalah pembolehan kurban sapi dan onta.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Lihat kembali pernyataan saya dahulu sbb:
Ibn Rusydi berkata :
فَقَاسَ الشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيْفَةَ الضَّحَايَا فِي ذَلِكَ عَلَى الْهَدَايَا
Imam Syafii dan Abu Hanifah mengkiyaskan kurban dalam hal tsb atas hadyu yang di hadiyahkan kepada Ka`bah ( atau dam ) . Bidayatul mujtahid 349/1
Menurut Ibnu Rusydi sapi dan unta di perkenankan untuk kurban tidak memiliki dalil sama sekali . Dan keliru orang yang mengatakan punya dalil . Ia sekedar kiyas . Ya`ni sapi dan unta yang di gunakan berserikat untuk hadyu – hewan yang di hadiyahkan untuk Ka`bah - di jadikan landasan bolehnya kurban dengan keduanya atas dasar kiyas.
Saya ( Mahrus ali ) tidak setuju kiyas semacam itu atau lainnya karena kurban sudah punya dalil sendiri dari perbuatan Nabi Ibrahim dan Rasulullah SAW . Untuk apakah kita tinggalkan tuntunan kurban kambing dari Rasulullah SAW , lalu kita beralih kepada kiyas. Dengan demikian , banyak tuntunan yang akan kita tinggalkan dan tidak ada gunanya tuntunan ,
Imam Bukhari berkata :
بَاب مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسْأَلُ مِمَّا لَمْ يُنْزَلْ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي أَوْ لَمْ يُجِبْ حَتَّى يُنْزَلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ وَلَمْ يَقُلْ بِرَأْيٍ وَلَا بِقِيَاسٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى ( بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ )
Nabi saw ditanya tentang sesuatu yang tiada dalilnya dalam al Quran lalu beliau berkata: ” Tidak tahu “ atau tidak menjawab hingga wahyu diturunkan. Beliau tidak berpendapat atau menggunakan qiyas
وِأَمَّا الْقِيَاسُ فَمَمْنُوْعٌ فِي اْلعِبَادَاتِ؛ ِلأَنَّهَا مَبْنِيَّةٌ عَلَى التَّوْقِيْفِ
Adapun qiyas dlm ibadah tidak di perkenankan , sebab ia selalu berdasarkan keterangan dari ayat atau hadis . [6]
Di tempat lain , lembaga tetap untuk pengkajian ilmiyah dan fatwa Saudi menjelaskan :
وَلاَ قِيَاسَ مَعَ النَّصِّ،
Tidak diperkenankan kiyas bila sudah ada nas atau keterangan dari ayat atau hadis . [7]
Jadi dalam masalah kurban ini tidak usah di kiyaskan kepada hadyu atau denda haji atau Umrah yang memperkenankan sapi atau unta untuk tujuh orang tapi harus kembali kepada perbuatan nabi dan sahabatnya yang selalu berkorban kambing . Dan banyak hadis yang menjelaskannya
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on
Maka, Ibnu Qudaamah memaksudkannya dalam hadits Raafi’. Apa itu hadits Raafi’ yang dimaksudkan Ibnu Qudaamah ? Hadits itu sebagai berikut :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ عَنْ جَدِّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ فَأَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ فَأَصَابُوا إِبِلًا وَغَنَمًا قَالَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُخْرَيَاتِ الْقَوْمِ فَعَجِلُوا وَذَبَحُوا وَنَصَبُوا الْقُدُورَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقُدُورِ فَأُكْفِئَتْ ثُمَّ قَسَمَ فَعَدَلَ عَشَرَةً مِنْ الْغَنَمِ بِبَعِيرٍ فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ فَطَلَبُوهُ فَأَعْيَاهُمْ وَكَانَ فِي الْقَوْمِ خَيْلٌ يَسِيرَةٌ فَأَهْوَى رَجُلٌ مِنْهُمْ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِهَذِهِ الْبَهَائِمِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَمَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hakam Al-Anshaariy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Sa’iid bin Masruuq, dari ‘Abaayah bin Rifaa’ah bin Raafi’ bin Khadiij, dari kakeknya, ia berkata : "Kami bersama Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam di Dzul Hulaifah ketika sebagian orang terserang lapar lalu mereka mendapatkan (harta rampasan perang berupa) unta dan kambing. Saat itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada di belakang bersama rombongan yang lain. Orang-orang yang lapar itu segera saja menyembelih lalu mendapatkan daging sebanyak satu kuali. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kuali tersebut ditumpahkan isinya. Kemudian Beliau membagi rata dimana bagian setiap sepuluh kambing sama dengan satu ekor unta. Namun ada seekor unta yang lari lalu mereka mencarinya hingga kelelahan. Sementara itu diantara mereka ada yang memiliki seekor kuda yang lincah lalu ia mencari unta tadi dan memburunya dengan panah hingga akhirnya Allah menakdirkannya dapat membunuh unta tersebut. Beliau bersabda: "Sesungguhnya bintang seperti ini hukumnya sama dengan binatang liar. Maka apa saja yang kabur dari kalian (lalu didapatkannya,) perlakuklanlah seperti ini......" [HR. Al-Bukhaariy].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Anda salah menerjemahkan kalimat sbb :
وَنَصَبُوا الْقُدُورَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقُدُورِ فَأُكْفِئَتْ
lalu mendapatkan daging sebanyak satu kuali. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kuali tersebut ditumpahkan isinya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Arti sebenarnya tidak begitu , tapi ……….mereka mendirikan beberapa kuali ( atau mereka mengisi daging di beberapa kuali ) , lalu Nabi SAW memerintahkan agar kuali – kuali itu di tumpahkan .
Anda menerjemahkan mereka mendapatkan satu kuali itu dlm keadaan akan tidur barang kali atau salah ketik , wallohu a`lam . Yang penting terjemahan seperti itu keliru . dan bila tidak di benarkan akan menyesatkan orang banyak dan kasihan mereka yang mencari kebenaran lalu keliru .
فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ فَطَلَبُوهُ فَأَعْيَاهُمْ وَكَانَ فِي الْقَوْمِ خَيْلٌ يَسِيرَةٌ فَأَهْوَى رَجُلٌ مِنْهُمْ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِهَذِهِ الْبَهَائِمِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَمَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Namun ada seekor unta yang lari lalu mereka mencarinya hingga kelelahan. Sementara itu diantara mereka ada yang memiliki seekor kuda yang lincah lalu ia mencari unta tadi dan memburunya dengan panah hingga akhirnya Allah menakdirkannya dapat membunuh unta tersebut.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Harokatnya juga keliru mestinya fanadda .
فَنَدَّ tapi Ust. Abu Al-Jauzaa' memberi harokat sbb :
فَنَدِّ fanaddi. Itu kekeliruan yg sangat.
Terjemahannya pun keliru ,
Mestinya tidak begitu , tapi begini wahai Ust. Abu Al-Jauzaa' ! maaf ya ust. …………
Lalu ada unta yang lari , mereka mencarinya sampai lelah. Saat itu , kuda sedikit di kalangan mereka ( kaum ) lalu seorang lelaki dari mereka menbidiknya dengan anak panah dan unta berhenti .
Ust. Abu Al-Jauzaa' menerjemahkan salah lagi :
Beliau bersabda: "Sesungguhnya bintang seperti ini hukumnya sama dengan binatang liar. Maka apa saja yang kabur dari kalian (lalu didapatkannya,) perlakuklanlah seperti ini......" [HR. Al-Bukhaariy].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Terjemahan itu keliru .mestinya sbb :
" Sesungguhnya binatang – binatang memiliki sifat liar sebagaimana binatang liar lainnya . Bila kabur dan kalian tidak mampu menguasainya maka perlakukanlah seperti ini ( di panah ) . HR Bukhari .
Syaikh Muhammad Syamsul haq Al adhim berkata :
وَكَانَ فِي الْقَوْم خَيْل يَسِيرَة " قَالَ الْحَافِظ : أَيْ لَوْ كَانَ فِيهِمْ خُيُولٌ كَثِيرَةٌ لَأَمْكَنَهُمْ أَنْ يُحِيطُوا بِهِ فَيَأْخُذُوهُ . قَالَ وَوَقَعَ فِي رِوَايَة أَبِي الْأَحْوَص " وَلَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ خَيْل " أَيْ كَثِيرَة أَوْ شَدِيدَة الْجَرْي فَيَكُون النَّفْي لِصِفَةٍ فِي الْخَيْل لَا لِأَصْلِ الْخَيْل جَمْعًا بَيْن الرِّوَايَتَيْنِ
Saat itu orang – orang memiliki kuda sedikit .
Al Hafidh Ibnu hajar berkata : Bila mereka punya kuda banyak , mereka akan mengepung unta itu lalu mengambilnya.
Beliau berkata : Menurut riwayat Abul ahwash : " Mereka tidaK punya kuda " maksudnya tidak punya kuda banyak atau kuda yang larinya cepat. Jadi penafian itu untuk sifat kuda bukan penafian pada kuda . Itu cara mengambil jalan tengah antara dua riwayat.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Maksud dari kalimat :
وَلَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ خَيْل
kudanya saat itu sedikit , bukan tiada kuda sama sekali.
Dalam kitab syarah Ibnu Batthol 92/9terdapat keterangan sbb:
يَعْنىِ: أَنَّ اْلبَعِيْرَ حَبَسَهُ اللهُ بِذَلِكَ السَّهْمِ وَمَنَعَهُ مِنَ النِّفَارِ الَّذِى كاَنَ بِهِ حَتىَّ أُدْرِكَ فَذُكِّىَ، وَلَيْسَ فِى الْحَدِيْثِ مَا يَمْنَعُ مِنْ هَذَا الْمَعْنَى إِذْ لَمْ يَقُلْ فِيْهِ: فَحَبَسَهُ اللهُ فَمَاتَ،
Ya`ni , sesungguhnya unta di berhentikan oleh Allah dengan anak panah itu , lalu tidak bisa lari , lalu di tangkap dan di sembelih. Tiada dalam hadis yang melarang untuk di artikan seperti ini . Sebab , Rasulullah SAW tidak bersabda :
فَحَبَسَهُ اللهُ فَمَاتَ
Maka Allah menahannya lalu mati . Aunul ma`bud 279/6
Dengan cara bahasa arabnya di tulis bisa di telusuri , lalu di ketahaui apakah pengutipan seseorang terhadap pernyataan salah satu ulama itu benar atau keliru atau salah terjemahan. Begitu juga hadis nabi hendaknya di tulis arabnya agar bisa mantap . Pembaca juga puas dan bisa di cek keberanan atau kesalahan terjemahannya. Terkadang pengertiannya berbalik dan ini menyesatkan umat.
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Intinya, tidak nyambung dengan hadits yang dibahas. Dan memang hadits itu tidak membicarakan udlhiyyah. Adapun Ibnu Qudamah sendiri menguatkan mencukupinya seekor onta atau kambing untuk tujuh orang yang berserikat, yang kemudian menukil pendapat para shahabat dan tabi’iin yang menyepakati hal itu seperti Ibnu ‘Abbaas, ‘Aaisyah, ‘Athaa’, Thaawus, Saalim, Al-Hasan, ‘Amru bin Diinaar, Ats-Tsauriy, Al-Auzaa’iy, Asy-Syaafi’iy, Abu Tsaur, dan ashhaabur-ra’yi. Saya harap, Ustadz Mahrus ‘Aliy membaca bagian ini.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Ibnu Qudamah berkata :
هُوَ فِي اْلقِسْمَةِ لاَ فِي اْلأُضْحِيَةِ.
Itu untuk pembagian saja bukan untuk kurban
Sepuluh ekor kambing di samakan dengan satu unta itu sekedar pembagian saja dan tidak berlaku dalam kurban . Dan ini benar sekali dan berkaitan dengan hadis sepuluh orang berserikat untuk berkorban dengan satu unta riwayat Ibnu Abbas yang di katakan nyeleneh oleh Imam Tirmidzi itu .
Untuk perkataan anda :
Adapun Ibnu Qudamah sendiri menguatkan mencukupinya seekor onta atau kambing untuk tujuh orang yang berserikat, yang kemudian menukil pendapat para shahabat dan tabi’iin yang menyepakati hal itu seperti Ibnu ‘Abbaas, ‘Aaisyah,
Kali ini anda ngelantur lagi atau kemana pikiran anda ketika menulis , barang kali kurang fokus atau tidak kamu teliti lagi sehingga terjadi kekeliruan yaitu tulisanmu :
Adapun Ibnu Qudamah sendiri menguatkan mencukupinya seekor onta atau kambing untuk tujuh orang yang berserikat………….
Pada hal kambing menurutmu untuk satu orang dan unta untuk tujuh orang.
Sedang arabnya dalam kitab al mughni 454/21 sbb :
رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُودٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، وَبِهِ قَالَ عَطَاءٌ وَطَاوُسٌ وَسَالِمٌ وَالْحَسَنُ وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ وَالثَّوْرِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَالشَّافِعِيُّ وَأَبُو ثَوْرٍ ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ
Hal itu di riwayatkan dari Ali , Ibnu Umar , Ibnu Mas`ud , Aisyah ra , Atha` , Thawus , Salim , Al Hasan ‘Amru bin Diinaar, Ats-Tsauriy, Al-Auzaa’iy, Asy-Syaafi’iy, Abu Tsaur, dan ashhaabur-ra’yi.
Kalimat yang dipakai oleh Ibnu Qudamah dlm kitab al Mughni masih meragukan karena menggunakan kalimat ruwiya. Kebenarannya belum tentu . Dan dalam istilah ahli hadis , kalimat tsb di katakan sighot tamridh. Ya`ni kalimat yang kebenaran atau kesalahannya di ragukan . Karena itu , pakailah dalil hadis yang sahih atau ayat al quran. jangan menggunakan kalimat konon
Bila mereka benar menyatakan unta bisa di buat kurban dengan menggunakan dalil maka sudah sesuai dengan perintah Allah dlm ayat :
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".[8]
Bila tidak cocok dengan dalil , maka kita akan ikut dalil dan keliru kita meninggalkan dalil , lalu berganti dengan ikut omongan orang . Ali bin Abu Thalib berkata :
مَا كُنْتُ لِأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ أَحَدٍ *
Aku tidak akan meninggalkan sunah Nabi S.A.W. karena perkataan orang “. [9]
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Aku hanyalah manusia , terkadang pendapatku benar , kadang salah . Karena itu , cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .
Imam Syafii yang menyatakan :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي .
Bila ada hadis sahih , maka lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu lihat hujjah telah berada di jalan , maka itulah perkataan ku
لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ فَإِنَّهُمْ لَنْ يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang , sebab mereka mungkin juga salah .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
2. Kemudian dalam masalah pembahasan hadits, Pembaca dapat melihat bagaimana beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) hanya fokus pada jarh saja tanpa mempertimbangkan sisi ta’dil-nya. Ini bukanlah manhaj penilaian yang ‘adil terhadap perawi sebagaimana dikenal oleh para ahli hadits.
2. Kemudian dalam masalah pembahasan hadits, Pembaca dapat melihat bagaimana beliau (Ustadz Mahrus ‘Aliy) hanya fokus pada jarh saja tanpa mempertimbangkan sisi ta’dil-nya. Ini bukanlah manhaj penilaian yang ‘adil terhadap perawi sebagaimana dikenal oleh para ahli hadits.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Segitulah pengetahuanmu dan menyalahi pernyataan manhaj ahli hadis , lihat perkataan Ibnul Jauzi sbb :
إِذَا تَعَارَضَ الْجُرْحُ وَالتَّعْدِيْلُ فِي رَاوٍ، فَجَرَحَهُ جَمَاعةٌ، وعَدَّلَهُ آخَرُونَ، فَلِلْعُلَمَاءِ فِي ذَلِكَ أَرْبَعَةُ أَقْوَالٍ:
اْلأَوَّلُ: أَنَّ الْجَرْحَ مُقَدَّمٌ مُطْلَقاً، سَوَاءٌ زَادَ عَدَدُ الْمُعَدِّلِيْنَ عَلَى الْمُجَرِّحِيْنَ، أَوْ نَقَصَ عَنْهُ، أَوِ اسْتَوَيَا. هَذَا قَوْلُ الْجُمْهُوْرِ كَمَا قَالَ الْخَطِيْبُ، وَقاَلَ ابْنُ الصَّلاَحِ: "هُوَ الصَّحِيْحُ".
وَذَلِكَ:ِلأَنَّ مَعَ الْجَارِحِ زِيَادَةَ عِلْمٍ لَمْ يَطَّلِعْ عَلَيْهَا الْمُعَدِّلُ، فَهُوَ قَدْ عَلِمَ مَا عَلِمَهُ الْمُعَدِّلُ مِنْ حَاِلهِ الظَّاهِرَةِ، وَزَادَ عَلَيْهِ عِلْمُ مَا لَمْ يَعْلَمْهُ مِنْ اخْتِبَارِ أَمْرِهِ.
Bila jarh ( menyatakan cacat perawi ) dan ta`dil ( memandang sisi baik ) tentang seorang perawi bertentangan , lalu segolongan ulama menilai jarh dan yang lain memandang sisi baiknya , maka dlm hal itu ulama punya empat pendapat .
1. Secara mutlak , penilaian sisi cacat perawi lebih di dahulukan , baik jumlah ulama yang memandang sisi baik perawi lebih banyak atau berkurang atau sama . ini pendapat jumhur ulama sebagaimana di katakan oleh Al Khathib dan Ibnus sholah menyatakan , itulah yang benar. ……………….
Hal itu karena ulama yang menilai cacat perawi lebih memiliki pengetahuan yang tidak di ketahui oleh ulama yang menta`dil . Dia mengetahui pengetahuan yang di miliki oleh orang yang menilai sisi baiknya tentang keadaan nya atau realitanya lalu di tambah dengan pengetahuan yang tidak di miliki oleh penta`dil tentang hakikat perawi itu [10]
Maaf kalimat ta`dil mestinya di artikan meluruskan atau menyatakan perawi adil namun saya artikan yang lebih mudah di paham.
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
3. Mengenai masalah perkataan ghariib, saya kira Ustadz Mahrus ‘Aliy telah sangat berlebihan dalam membela pendapatnya yang sudah nyata-nyata salah. Ghariib, secara bahasa merupakan sifat musyabbahah yang bermakna al-munfarid, atau jauh dari kerabat. Namun menurut istilah ilmu hadits, hadiits ghariib berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendirian [Taisiru Mushthalahil-Hadiits, hal. 27].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Anda dalam menterjemahkan banyak kekeliruan sudah berani menyatakan dengan kalimat nyata – nyata salah. Ya , saya salah menurut kamu . pada hal pengertianmu tentang hadis gharib itu belum tentu benar , bahkan keliru . Lihat komentarmu :
" hadiits ghariib berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendirian "
Itu sangat keliru, sebab hadis di katakan gharib itu , tidak hanya di nilai dari sanadnya saja , mungkin juga dari segi redaksi hadis atau tambahan dalam redaksi hadis ,lihat komentar ulama sbb :
وَيَدْخُلُ فِي اْلغَرِيْبِ مَا انْفَرَدَ رَاوٍ بِرِوَايَتِهِ أَوْ بِزِيَادَةٍ فِي مَتْنِهِ أَوْ إِسْنَادِهِ،
Termasuk dlm hadis Gharib hadis yang di riwayatkan oleh seorang perawi secara sendirian atau karena redaksi hadis yang di tambah atau karena sanadnya . Attaqrib 19/1
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Itu keterangan dalam kitab at taqrib wat taisir 19/1 bertentangan dengan keterangan mu . Gharib, ada juga karena redaksi hadis yang nyeleneh , juga ada jalur periwayatan yang nyeleneh .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Ingat, Ustadz Mahrus ‘Aliy menjadikan faktor kegha riban sebagai kelemahan hadits. Sependek pengetahuan saya, ndak ada ulama hadits mu’tabar yang melemahkannya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Bacalah komentar ulama sbb :
ثُمَّ أَنَّ اْلغَرِيْبَ يَنْقَسِمُ إِلَى: صَحِيْحٍ، كَاْلأَفْرَادِ الْمُخَرَّجَةِ فِي الصَّحِيْحِ، وَإِلَى: غَيْرِ صَحِيْحٍ، وَذَلِكَ هُوَ الْغَالِبُ عَلَى اْلغَرِيْبِ.
Kemudian sesungguhnya Hadis Gharib terbagi menjadi dua . 1 Sahih sebagaimana hadis yang di riwayatkan oleh satu perawi dlm kitab Sahih Bukhari . 2 . Tidak sahih dan itulah yang biasa dalam hadis gharib. Mukaddimah Ibn Sholah 60/1
Kata kamu tidak ada ulama muktabar yang melemahkan hadis gharib . Jadi dengan keterangan tsb jelas hadis gharib itu biasanya tidak sahih.
رَوَيْنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ غَيْرَ مَرَّةٍ: لاَ تَكْتُبُوا هَذِهِ اْلأَحَادِيْثَ اْلغَرَايِبَ، فَإِنَّهَا مَنَاكِيْرُ، وَعَامَّتُهَا عَنِ الضُّعَفَاءِ.
Kami riwayatkan dari Ahmad bin Hanbal ra , sesungguhnya beliau berkata berkali – kali : Jangan menulis – hadis – hadis yang gharib . Sesungguhnya ia adalah hadis – hadis yang mungkar . Kebanyakannya dari perawi – perawi yang lemah. Mukaddimah Ibnu Sholah 60/1
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Dalam hadits kurban yang dibahas di atas, perawi yang disorot oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy (yaitu Al-Fadhl bin Muusaa) adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat. Oleh karena itu, keghariban hadits yang dibawakannya tersebut tidaklah mengapa.
Dalam hadits kurban yang dibahas di atas, perawi yang disorot oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy (yaitu Al-Fadhl bin Muusaa) adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat. Oleh karena itu, keghariban hadits yang dibawakannya tersebut tidaklah mengapa.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Saya tampilkan lagi perkataanku dalam artikel yg lalu tentang Al Fadhel sbb :
Tentang Fadhel bin Musa ada keterangan sbb :
قَالَ ابْنُ حَجَرَ : ثِقَةٌ ثَبْتٌ وَرُبَّمَا أَغْرَبَ
Ibnu Hajar berkata : Dia perawi terpercaya , tsabt ( hapalannya kuat dan tepat ) terkadang menyampaikan hadis – hadis yang tak di kenal ( gharib atau asing , dan nyelenah , kataku ).
وَقَالَ عَبْدُ اللهِ أَيْضًا : سَأَلْتُ أَبِى عَنِ اْلفَضْلِ وَ أَبِى تُمَيْلَةَ ، فَقَدَّمَ أَبَا تُمَيْلَةَ وَقَالَ : رَوَى اْلفَضْلُ مَنَاكِيْرَ . اهـ .
Abdullah ( anak Imam Ahmad ) juga berkata : Aku bertanya kepada ayahku tentang Fadhel dan Abu Tumailah , lalu beliau mendahulukan Abu Tumailah lalu berkata : Fadhel meriwayatkan banyak hadis mungkar . [11]
Dan hadis yang menyatakan unta untuk sepuluh orang dalam kurban itu salah satu nyelenehnya . Seolah anda orang ngerti yang perlu pengertian dengan orang lain dan tidak menganggap orang lain di bawahnya . Tapi jadikan dirimu ikut kebenaran sekalipun datang dari lain golonganmu . Apalagi Imam Tirmidzi sendiri yang menyatakannya nyeleneh . Dan saya bisa katakan lagi bahwa pengertian hadis itu bertentangan dengan hadis sahih dan ini termasuk kacau redaksinya. Saya ulang lagi perkataan saya dulu :
Ini sebagai tanda kelemahan hadis yang tak terbantahkan kecuali bagi orang dungu bin jahil. Seorang penyair berkata sbb :
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ ( مُضْطَرِبٌ) عِنْدَ أُهَيْلِ الْفَنِّ
Perbedaan sanad atau matan ( redaksi ) hadis adalah termasuk kacau menurut ahli mustholah hadis
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Ustadz Mahrus ‘Aliy berkata :
Bukankah yang mengatakan bahwa Al Fadhel bin Musa suka mentengahkan hadis – hadis yang nyeleneh , asing adalah Ibnu hajar sendiri . saya jangan di serang , lalu anda hanya menutup mata bahwa perkataan tsb dari Ibnu Hajar .
Yang mengatakan “suka mengetengahkan hadits-hadits nyeleneh” adalah Anda sendiri. Adapun Ibnu Hajar mengatakan : Tsiqah tsabat, kadang meriwayatkan hadits ghariib. Telah lewat pembahasan makna gharib dalam musthalah, dan saya persilakan pada para Pembaca yang pakar bahasa Indonesia apakah sesuai istilah ‘nyleneh’ dengan ghariib sebagaimana yang telah lewat penjelasanannya. Selain itu, Ustadz Mahrus ‘Aliy juga menggunakan kata suka. Ini ekuivalen dengan sering. Dalam At-Taqriib, Ibnu Hajar menggunakan kata rubamaa , dimana dalam peristilah jarh dan ta’dil ini digunakan untuk makna kadang-kadang atau sedikit. Hal itu digunakan untuk membedakannya dengan istilah : yughrib (sering meriwayatkan hadits-hadits gharib), misalnya. Sama juga dengan sifat kesalahan (khatha’). Beda antara istilah rubamaa akhtha’ dengan yukhthi’ atau katsiirul-khathaa’. Para Pembaca tahu akan tahu sekarang letak ketidakadilan
Bukankah yang mengatakan bahwa Al Fadhel bin Musa suka mentengahkan hadis – hadis yang nyeleneh , asing adalah Ibnu hajar sendiri . saya jangan di serang , lalu anda hanya menutup mata bahwa perkataan tsb dari Ibnu Hajar .
Yang mengatakan “suka mengetengahkan hadits-hadits nyeleneh” adalah Anda sendiri. Adapun Ibnu Hajar mengatakan : Tsiqah tsabat, kadang meriwayatkan hadits ghariib. Telah lewat pembahasan makna gharib dalam musthalah, dan saya persilakan pada para Pembaca yang pakar bahasa Indonesia apakah sesuai istilah ‘nyleneh’ dengan ghariib sebagaimana yang telah lewat penjelasanannya. Selain itu, Ustadz Mahrus ‘Aliy juga menggunakan kata suka. Ini ekuivalen dengan sering. Dalam At-Taqriib, Ibnu Hajar menggunakan kata rubamaa , dimana dalam peristilah jarh dan ta’dil ini digunakan untuk makna kadang-kadang atau sedikit. Hal itu digunakan untuk membedakannya dengan istilah : yughrib (sering meriwayatkan hadits-hadits gharib), misalnya. Sama juga dengan sifat kesalahan (khatha’). Beda antara istilah rubamaa akhtha’ dengan yukhthi’ atau katsiirul-khathaa’. Para Pembaca tahu akan tahu sekarang letak ketidakadilan
penilaian Ustadz Mahrus ‘Aliy terhadap Al-Fadhl bin Muusaa ini.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Kalau anda belum mengerti ilmu nahwu anda perlu belajar lagi , sebab kalimat rubbama itu terkadang punya ma`na taksir atau boleh di artikan sering . Juga boleh punya makna taqlil atau kadang – kadang . Mungkin i memalukan sekali bila anda tidak baca dlm al quran yang artinya rubbama adalah sering lihat ayat sbb :
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ(2)
Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Al Hijr 2.
رُّبَمَا } بِالتَّخْفِيْفِ : مَدَنِيٌّ وَعَاصِمٌ ، وَبِالتَّشْدِيْدِ غَيْرُهُمَا
Kalimat rubbamam di baca rubama tanpa b dobel ( tasydid ) di baca oleh madani dan Ashim . Juga di baca rubbama dengan b dobel oleh lain mereka. Tafsir nasafi 132/2
Bila anda sering bertentangan dengan kata – kata ulama sebagaimana keterangan lalu , rasanya kurang belajar atau perlu menambah pengalaman ,apalagi bila anda tidak tahu ayat itu . Karena itu , layak sekali anda menentang arti rubbama sebagaimana keterangan anda yang lalu . Apakah anda masih ingin menghelah lagi setelah ada ayat yang bicara seperti itu.
Arti rubbama seperti itu mirip sekali dengan pernyataan Imam Ahmad tadi. Fadhel meriwayatkan banyak hadis mungkar . [12]
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Tentang perkataan Imam Ahmad bahwa Al-Fadhl ini meriwayatkan hadits-hadits munkar (manaakir); maka dalam peristilahan mutaqaddimiin, ia dapat bermakna ghariib. Oleh karenanya Ibnu Hajar menghukuminya dengan : ‘kadang meriwayatkan hadits ghariib’.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Rupanya anda ini kurang fokus waktu menulis , barang kali sudah capek , atau otakmu lagi penat lalu sulit untuk berpendapat yang lurus . Mengapa dalam pengertian istilah manakir itu anda tidak merujuk kepada kitab – kitab karangan para ulama yang ahli dlm bidang hadis . Tapi rupanya anda kesulitan mencari refrensi lalu anda membela pendapat anda dengan semaui gue . Itulah kesan saya atas jawaban anda terhadap masalah di atas .
Lihat komentar para ulama tentang pengertian manakir yang anda bahas itu .
وَلاَ قُبِلَ رِوَايَةُ مَنْ كَثُرَتِ الشَّوَاذُ: الْمَنَاكِيْرُ فِي حَدِيْثِهِ.
Tidak di terima riwayat orang yang suka meriwayatkan hadis – hadis mungkar – manakir dlm hadisnya . Mukaddimah ibnu Sholah 23/1
قَالَ ابْنُ دَقِيْقِ الْعِيْدِ قَوْلُهُمْ ((فُلاَنٌ رَوَى الْمَنَاكِيْرَ)) لاَ يَقْتَضِى بِمُجَرَّدَةِ تَرْكِ رِوَايَتِهِ حَتىَّ تَكْثُرَ الْمَنَاكِيْرُ فِي رِوَايَتِهِ
Ibnu Daqiqil Id berkata : Perkataan para ulama " Fulan meriwayatkan beberapa hadis mungkar " tidak menunjukkan bahwa riwayatnya di tolak ,hingga banyak hadis – hadis mungkar yang di riwayatkan.
Attahdis 163/1
يَكْتُبُ الْمَشْهُوْرَ وَلاَ يَكْتُبُ اْلغَرِيْبَ وَلاَ يَكْتُبُ الْمَنَاكِيْرَ
Seorang yang mempelajari hadis hendaklah menulis hadis yang mashur , dan tidak usah menulis hadis gharib atau hadis mungkar .
Qawaid tahdis 205/1
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Seorang pelajar hadis , jangan sampai menulis hadis gharib atau yang mungkar . Ini sebagai etika bagi orang yang ingin belajar hadis . Sebab kebanyakan hadis gharib adalah lemah. Apalagi hadis mungkar . Dan kelirulah orang yang mengatakan :
Tentang perkataan Imam Ahmad bahwa Al-Fadhl ini meriwayatkan hadits-hadits munkar (manaakir); maka dalam peristilahan mutaqaddimiin, ia dapat bermakna ghariib.
Hadis mungkar menurut Imam Ahmad :
ذَكَرَ اْلمَرُّوذِيُّ عَنِ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ أَنَّهُ ذُكِرَ لَهُ الْفَوَائِدُ فَقَالَ: "الْحَدِيْثُ عَنِ الضُّعَفَاءِ قَدْ يُحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي وَقْتٍ، وَالْمُنْكَرُ أَبَداً مُنْكَرٌ"
Al marrudzi menyebutkan dari Imam Ahmad , bahwa Al Fawaid di sebutkan kepadanya , lalu beliau berkata :Hadis dari perawi – perawi lemah kadang di butuhkan pada suatu waktu . Tapi hadis mungkar selamanya tetap mungkar . Manhaj Imam Ahmad 197/1
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Saya masih banyak memiliki keterangan tentang hadis mungkar dan pentafsiran anda tentang hadis mungkar entah dari setan mana yang membisiki anda sehingga bertentangan dengan banyak komen para ulama ahli hadis .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
4. Tentang Al-Husain bin Waaqid, yang dikatakan oleh Ustadz Mahrus ‘Aliy ini suka nglantur. Sama seperti di atas, beliau ini mengartikannya bukan dengan pemahaman yang dikenal dalam ilmu hadits. Wahm dalam ilmu hadits berarti keliru atau ragu. Perawi yang disifati dengan wahm, maka itu menunjukkan kelemahan dalam hapalannya, karena ada kekeliruannya atau keraguan dalam periwayatan haditsnya. Bandingkan jika kita artikan ngelantur yang berkonotasi pada berangan-angan. Sangat jauh.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Pemahaman anda tentang wahm menurut siapa , ahli hadis juga tidak , rupanya anda kurang banyak mendalami refrensi kitab hadis sehingga kesulitan menjawab , lalu di jawab dengan keterangan yang di anggap benar tapi keliru . Lihat komentar saya dulu :
Perawi bernama Husain bin Waqid yang menjadi sebab lemahnya hadis tsb . Lihat komentar ulama sbb :
وَقَالَ اْلعُقَيْلِى : أَنْكَرَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدِيْثَهُ .
Al Uqaili berkata : Imam Ahmad ingkar kepada hadis Husain bin Waqid.
وَقَالَ السَّاجِى : فِيْهِ نَظَرٌ ، وَهُوَ صَدُوْقٌ يَهِمُ ،
Assaji berkata: Perawi bernama Husain bin Waqid masih perlu di kaji ulang riwayatnya . Dia adalah lelaki yang suka berkata benar tapi hayal / ngelantur.
Kalimat Yahimu dari wahima dlm kamus arab Indonesia di artikan salah atau hayal .
Dalam kamus al muhith di katakan sbb :
الوَهْمُ من خَطَراتِ القَلْبِ، أو مَرْجُوحُ طَرَفَيِ المُتَرَدَّدِ فيه
Waham adalah lintasan hati , (boleh di kata bayang – bayang atau angan – angan , hayal ) atau dua sisi yang di ragukan masih marjuh atau tidak benar. Kamus al muhitt 293/3.
Bagaimana kedudukan orang yang punya auham atau ngelantur , berhayal dlm meriwayatkan hadis ini , Ibn Hajar al Haitsami berkata :
وَلِذَلِكَ قَالَ عَنْهُ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرَ: "صَدُوْقٌ لَهُ أَوْهَامٌ". فَمِثْلُهُ يُحَسَّنُ حَدِيثُهُ إِذَا اعْتَضَدَ.
Karena itu , Al hafidh Ibn Hajar berkata tentang perawi yang suka berkata benar tapi ngelantur atau berhayal : Hadis riwayatnya di hasankan kalau ada hadis lain yang mendukungnya .[13]
Lihat mana yang benar keterangan ulama atau Ust. Abu Al-Jauzaa' , sudah tentu keterangan mereka kebih bisa di pegangi.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on
Kembali pada pembahasan Al-Husain. Ia disifati Ibnu Hajar dengan shaduuq lahu auhaam (yang saya artikan : jujur, namun mempunyai beberapa keraguan – atau bisa juga : jujur, namun mempunyai beberapa kekeliruan). Di atas telah saya sebutkan bahwa sumber utama penyifatan wahm itu adalah dari Imam Ahmad. Telah juga saya sebutkan bahwa wahm Al-Husain yang disebutkan dalam kitab jarh wa ta’dil adalah hadits-hadits dari Ayyuub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar. Adapun Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan bahwa itu bukan pembatas.
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Tidak masalah dengan apa yang dikatakan Ustadz Mahrus ‘Aliy tersebut. Akan tetapi, tolong disebutkan di sini penjelasan dari ahli hadits tentang wahm Al-Husain yang lain selain dari jalan Ayyub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar.
Atau,…. (jika berkaitan dengan hadits dalam bahasan ini), tolong berikan bukti kepada saya bahwa Al-Husain bin Waaqid telah keliru dalam periwayatan hadits berserikat kurban sapi/onta ini.
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Tidak masalah dengan apa yang dikatakan Ustadz Mahrus ‘Aliy tersebut. Akan tetapi, tolong disebutkan di sini penjelasan dari ahli hadits tentang wahm Al-Husain yang lain selain dari jalan Ayyub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar.
Atau,…. (jika berkaitan dengan hadits dalam bahasan ini), tolong berikan bukti kepada saya bahwa Al-Husain bin Waaqid telah keliru dalam periwayatan hadits berserikat kurban sapi/onta ini.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Hadis unta untuk sepuluh orang untuk kurban hanya dari Husain bin Waqid, sanadnya cacat, redaksi hadis cacat , dan tiada jalur lain yang meriwayatkan seperti itu , lalu anda tidak percaya tanpa alasan yang rasional , redaksinya bila di pakai akan bertentangan dengan hadis yang sahih . Tentu saja masih banyak kemungkaran Husain bin Waqid , keterangannya perlu bab tersendiri . Insya Allah akan saya bikin bab tersendiri.
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Syaikh Ar-Raajihiy berkata : “Apabila dikatakan pada seorang perawi : Shaduuq lahu auhaam, maka tidak mengapa dengannya, dan status haditsnya itu adalah hasan lidzaatihi….” [http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=4534].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Hadis di katakan hasan bila seorang perawi yang cacat, berlainan dengan dua perawi dan redaksi hadisnya kacau sebagaimana hadis kurban sapi untuk tujuh orang itu. Lalu kurban sapi untuk tujuh orang apalagi urunan nentang sunnah nabi Ibrahim dan menyelisihi sunnah Rasul .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan.
Dan Ibnu Hajar sendiri menyebutkan saat menyebutkan Al-Husain bin Waaqid dalam Thabaqaatul-Mudallisiin tingkat 1 :
الحسين بن واقد المروزي أحد الثقات من اتباع التابعين وصفه الدارقطني وأبو يعلى الخليلي بالتدليس
“Al-Husain bin Waaqid Al-Marwaziy, salah seorang tsiqaat dari kalangan atbaa’ut-taabi’iin. Ad-Daaruquthniy dan Al-Khaliiliy menyifatinya dengan tadlis” [selesai].
الحسين بن واقد المروزي أحد الثقات من اتباع التابعين وصفه الدارقطني وأبو يعلى الخليلي بالتدليس
“Al-Husain bin Waaqid Al-Marwaziy, salah seorang tsiqaat dari kalangan atbaa’ut-taabi’iin. Ad-Daaruquthniy dan Al-Khaliiliy menyifatinya dengan tadlis” [selesai].
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Dan jelas Husain bin Waqid mudallis dan tidak menggunakan haddatsana atau akhbarana. Sudah tentu hadisnya tidak boleh di buat pegangan.
Apalagi hadisnya Syadz . Imam Syafii berkata :
أَنَّ الشَّاذَّ أَنْ يَرْوِيَ الثِّقَةُ حَدِيْثاً يُخَالِفُ مَا رَوَى النَّاسُ.
Sesungguhnya hadis yang nyeleneh – ganjil hendaklah perawi tsiqah meriwayatkan suatu hadis yang berbeda dengan riwayat orang banyak. [14]
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Hadis kurban sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang adalah syadz yang di tolak.
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakanlagi :
5. Ustadz Mahrus ‘Aliy dalam menguatkan pendapatnya tersebut (dalam pelemahan hadits kurban sapi dan onta) berkata :
Imam Ahmad sendiri yang meriwayatkannya tidak menyatakan hadis tsb sahih. Begitu juga Imam Nasai , tidak berani menyatakan hadis tsb sahih . Bahkan Imam Tirmidzi masih menyatakan hasan tapi nyeleneh.
……………
Imam Ahmad , Nasai ,dan Imam Tirmidzi sendiri tidak berani mensahihkan , lalu apakah Imam Bukhari , Muslim yg tidak berani memasukkan hadis tsb dlm kitab sahihnya itu di anggap mensahihkannya . Pernahkah Imam BUkhari , Tirmidzi , Muslim , Abu Dawud dan seluruh penyusun kutub tis`ah menyatakan hadis tsb sahih ?
Oh , jelas tidak akan anda temukan .
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Sungguh sayang jika orang sekaliber Ustadz Mahrus ‘Aliy berhujjah dengan kalimat di atas !!!!
Sejak kapan ada kaedah bahwa hadits yang tidak diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim berarti tidak shahih ? Sejak kapan kitab Sunan An-Nasaa’iy, Sunan At-Tirmidziy, Sunan Abi Daawud, Sunan Ibni Maajah, Al-Muwaththa’ Maalik, Musnad Ahmad, dan Sunan Ad-Daarimiy mensyaratkan keshahihan dalam semua hadits yang dibawakannya ?
Oleh karenanya, para Pembaca akan banyak mendapatkan hadits yang tidak dikeluarkan dalam Shahihain dan tidak dikomentari apapun oleh para penulis kitab hadits yang sembilan. Dan itu sama sekali bukan menandakanbahwa hadits itu pasti dla’if !!
5. Ustadz Mahrus ‘Aliy dalam menguatkan pendapatnya tersebut (dalam pelemahan hadits kurban sapi dan onta) berkata :
Imam Ahmad sendiri yang meriwayatkannya tidak menyatakan hadis tsb sahih. Begitu juga Imam Nasai , tidak berani menyatakan hadis tsb sahih . Bahkan Imam Tirmidzi masih menyatakan hasan tapi nyeleneh.
……………
Imam Ahmad , Nasai ,dan Imam Tirmidzi sendiri tidak berani mensahihkan , lalu apakah Imam Bukhari , Muslim yg tidak berani memasukkan hadis tsb dlm kitab sahihnya itu di anggap mensahihkannya . Pernahkah Imam BUkhari , Tirmidzi , Muslim , Abu Dawud dan seluruh penyusun kutub tis`ah menyatakan hadis tsb sahih ?
Oh , jelas tidak akan anda temukan .
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Sungguh sayang jika orang sekaliber Ustadz Mahrus ‘Aliy berhujjah dengan kalimat di atas !!!!
Sejak kapan ada kaedah bahwa hadits yang tidak diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim berarti tidak shahih ? Sejak kapan kitab Sunan An-Nasaa’iy, Sunan At-Tirmidziy, Sunan Abi Daawud, Sunan Ibni Maajah, Al-Muwaththa’ Maalik, Musnad Ahmad, dan Sunan Ad-Daarimiy mensyaratkan keshahihan dalam semua hadits yang dibawakannya ?
Oleh karenanya, para Pembaca akan banyak mendapatkan hadits yang tidak dikeluarkan dalam Shahihain dan tidak dikomentari apapun oleh para penulis kitab hadits yang sembilan. Dan itu sama sekali bukan menandakanbahwa hadits itu pasti dla’if !!
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Salah paham anda , saya tidak punya maksud seperti itu , tapi bila suatu hadis tidak di sahihkan oleh pengarang kutubut tis`ah , maka kita jangan berani – berani mensahihkan sebelum di kaji dengan sungguh. Ingat pahamilah yang benar .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
At-Tirmidziy telah menghukumi hadits itu hasan ghariib. Adapun Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbaan telah menshahihkannya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Syekh Muqbil Al wadi`I murid Al bani mengatakan :
غَالِبُ تَحْسِيْنَاتِ التِّرْمِذِي ضِعَافٌ.
Kebanyakan hadis yang di hasankan oleh Tirmidzi adalah lemah .
Jadi penghasanan Tirmidzi itu belum bisa di buat pegangan atau landasan mutlak . Bahkan saya katakan , husus hadis kurban sapi untuk tujuh orang lemah.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on
6. Ustadz Mahrus ‘Aliy menyebutkan kaedah : Jarh lebih didahulukan daripada ta’diil.
Saya katakan : Itu benar. Tapi kaedah itu belum titik dan masih ada kelanjutannya.Ada beberapa syarat sehingga kaedah itu dapat berlaku. Salah satunya adalah, jarh-nya harus mufassar (dijelaskan sebabnya). Dapat kita lihat, jarh yang dialamatkan kepada Al-Fadhl dan Al-Husain, berikut pembahasannya. Pendek kata, tidak pada tempatnya Ustadz Mahrus ‘Aliy membawakan kaedah ini untuk menjatuhkan hadits Al-Fadhl dan Al-Husain, kecuali memang beliau dapat memberikan bukti kongkrit sebagaimana yang saya minta di atas, bukan sekedar asumsi-asumsi.
Saya katakan : Itu benar. Tapi kaedah itu belum titik dan masih ada kelanjutannya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Itu sudah mufassar , masak anda tidak mengerti sebab ulama ingkar kepada hadis Al fadhel dan Husain , dan hadis kurban sapi untuk tujuh orang itu salah satu nya . Ia gharib dan kebanyakan gharib adalah lemah . Lihat keterangan di atas . Kamu tidak bersikukuh kepada hadis kurban unta untuk sepuluh orang lebih layak dan berpikirlah yang kongkrit dan mohon bawakan arabnya bila memberi keterangan dlm suatu kitab dan jangan menulis refrensinya saja , kalau perlu berilah harokat sekalian supaya para pembaca lebih mantap.
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
7. Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan pengambilan hukum dari hadits Jaabir adalah qiyas. Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Benar, tidak salah. Dan itulah yang dilakukan oleh jumhur ulama. Dan itu adalah qiyas shahih. Nampaknya, Ustadz Mahrus ‘Aliy – semoga saya salah – mengambil pandangan menolak qiyas dalam hukum dimana ini adalah pendapat yang lemah yang ternukil di kalangan ulama (= merupakan pendapat masyhur Dhahiriyyah).
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Ber arti anda memperbolehkan qiyas untuk landasan hukum dan orang yang memperbolehkan qiyas untuk landasan hukum adalah ahlus sunnah .Lalu orang – orang yang menolak qiyas , kamu katakan dhohiriyah begitu . lalu orang Nu yang berpegangan qiyas kamu katakan ahlus sunnah dan kebanyakan ahli hadis yang menolak qiyas kamu katakan dhohiriyah. Berbicaralah yang tepat . Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Imam Bukhori tidak mau qiyas lalu kamu katakan termasuk dlm golongan dhohiriyah , bukan ahlus sunnah gitu ? Ini sekedar pertanyaan . Ibnu Batthol menyatakan :
فَخَالَفُوا السُّنَّةَ إِلىَ قِيَاسٍ، وَلاَ قِيَاسَ ِلأَحَدٍ مَعَ السُّنَّةِ.
Mereka menyalahi sunnah kepada qiyas dan bagi seseorang tidak di perkenankan qiyas kalau masih ada sunnah . Syarah Ibnu Batthol 338/11
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Ibnu Batthal telah menyatakan bahwa tidak boleh qiyas ketika ada tuntunannya. Jadi kurban sudah ada tuntunan dari Nabi SAW berupa kambing , maka tidak perlu lagi untuk melakukan qiyas lalu memperkenankan kurban sapi .
Lihat keterangan yang lalu tentang qiyas . Dan masalah ini bila di bahas akan makan halaman banyak. Apakah masih kamu katakan Ibnu Batthol dhahiriyah karena tidak mau qiyas dlm hal ini ?. Apakah keterangan mu itu tidak keliru atau salah ?
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
Akan tetapi, pendapat bolehnya berserikat onta dan sapi itu tidak sekedar qiyas, namun berdasarkan dalil sebagaimana di atas.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Bila anda diam tidak mengatakan seperti itu akan lebih baik dan orang lain akan mengerti bahwa anda orang alim . Tapi ketika anda membenarkan berserikat kurban sapi atas dasar qiyas lalu anda menyatakan juga ada dalilnya maka sangat membingungkan dan menunjukkan bahwa anda tidak menguasai persoalan . Qiyas di pakai ketika tidak ada dalil bagi orang yang memperkenankannya . Bila ada dalil maka seluruh orang melarang qiyas .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
8. Ustadz Mahrus ‘Aliy mengatakan bahwa saya keliru mengartikan udlhiyyah dengan ‘sembelihan’.
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Ini adalah kritik konstruktif dari beliau, dan saya ucapkan banyak terima kasih untuk itu. Sebenarnya, saya memaksudkan udlhiyyah itu dalam konteks sembelihan kurban, karena memang saya dari awal sampai akhir membahas kurban. Dan saya menukil perkataan An-Nawawiy dan juga Lajnah Daaimah dalam rangka penjelasan tentang kurban. Ma’ruf saya kira makna udlhiyyah itu adalah hewan kurban.
Sebagai informasi saja, dalam beberapa nash, digunakan kata ‘sembelihan’ untuk makna udlhiyyah (hewan kurban) atau yang semisalnya. Contoh :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ
Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa dua hari : Yaumul-Fithr (‘Iedul-Fithri) dan Yaumun-Nahr (Hari Penyembelihan/’Iedul-Adlhaa).
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ
Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Ini adalah dua hari yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa padanya : Hari dimana kalian berbuka dari puasa kalian, dan hari dimana kalian memakan hewan sembelihan kalian (=udlhiyyah/hewan kurban)”.
Dan yang lainnya.
Namun, apa yang dikatakan Ustadz Mahrus ‘Aliy itu lebih tepat, dan akan saya perbaiki sesuai dengan kritikan beliau tersebut (sebagaimana terlihat dalam artikel di atas).
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Kesalahan dari saya atau kamu harus di tinggalkan menuju kepada kebenaran secepatnya .
Ust. Abu Al-Jauzaa' : mengatakan lagi :
10. Sebenarnya ada beberapa hadits lemah lain yang dapat menjadi syahid hadits di atas. Namun saya kira, hadits Ibnu ‘Abbaas pun telah mencukupi.
10. Sebenarnya ada beberapa hadits lemah lain yang dapat menjadi syahid hadits di atas. Namun saya kira, hadits Ibnu ‘Abbaas pun telah mencukupi.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Sudah di terangkan bahwa hadis Ibnu Abbas tentang kurban sapi cacat baik sanad atau matannya. Carilah hadis lain , bahkan redaksi hadis itu gharib , dan sanadnya juga begitu . Carilah hadis lain untuk memperkenankan kurban sapi atau urunan sapi untuk kurban . Bila ada tulislah dan terangkan .
[1] Tafsir ibnu Abdis salam 75/4
[2] Tafsir Ibn Katsir294/10
[3] Adabuz zafaf 166/1
[4] Bidayatul mujtahid 346/1
[5] Namel 64
[6] Fatawaal lajnah 258/10
[7] Fatawal lajnah 300/11
[8] Namel 64
[9] HR Bukhori 1563
[10] Ibnul qayyim wajuhudu 548/1
[11] 5419 mausuah .
[12] 5419 mausuah .
[13] Ibnu Jauzi wajuhuduhu fii hidmatis sunnah 249/3
[14] Mukaddimah Ibnus Sholah 14/1
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan