Sabtu, Maret 26, 2011

Polemik ke dua puluh lima tentang salat tanpa alas ( salat di tanah langsung ,bukan di keramik )





Di tulis oleh H.Mahrus ali
Dalam situs ummati terdapat keterangan sbb :
3 Januari 2011 pukul 8:22 am

Rosulallah memang sholat diatas tanah tidak ada yang salah dengan sholat diatas tanah , hanya ketika menyatakan bahwa Sholat diatas selain tanah adalah Bid`ah dolalah inilah masalahnya, tapi bagus juga berarti makhrus ali konsisten dengan pemahaman Bid`ahnya (meskipun faham bid`ahnya salah kaprah),konsekwensi dari pernyataan diatas bahwa sholat diatas selain tanah adalah Bid`ah sesat , berarti dia juga secara implisit menyatakan bahwa seluruh kaum muslimin yang tidak sholat diatas tanah adalah sesat, inilah inti masalahnya dan tidaklah menyatakan seperti itu kecuali maaf ” orang Jahil”.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
  Anda menyatakan saya  orang jahil , anda  sudah pandai , pinter bila  pernyataan anda benar . Tapi bila salah , maka andalah yang kurang mutholaah , mengkaji ilmu yang anda terima dari guru – gurumu , lalu anda menyalahkan orang lain yang tidak sesuai dengan ilmu mu . Inilah persoalan serius yang bisa membikin anda tersesat. Pernyataan bahwa salat di Sajadah bid`ah itu bukan dari saya tapi sejak dulu  sudah di katakan banyak kalangan ulama .
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ : إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan kepadanya  : “  Dia adalah  Abd Rahman bin Mahdi 
Imam Malik  menjawab :”  Apakah kamu tidak mengerti bahwa  menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Ibnu taimiyah berkata :
. أَمَّا الصَّلاَةُ عَلَى السَّجَّادَةِ فَلَمْ تَكُنْ هَذِهِ سُنَّةَ السَّلَفِ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ; بَلْ كَانُوا يُصَلُّونَ فِي مَسْجِدِهِ عَلَى اْلأَرْضِ لاَ يَتَّخِذُ أَحَدُهُمْ سَجَّادَةً يَخْتَصُّ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهَا
Melakukan salat diatas sajadah ( tikar, karpet, keramik ) tidak termasuk budaya  kaum muhajirin, Ansar, tabi`in yang mengikuti jejak mereka dengan baik di masa   Rasulullah  saw. Bahkan mereka menjalankan salat  di atas tanah, Diantara mereka tiada orang yang menggunakan sajadah husus salat . Majmu` fatawa
Ibnu Taimiyah  berkata :
لِأَنَّ الْمَسْجِدَ لَمْ يَكُنْ مَفْرُوشًا بَلْ كَانُوا يُصَلُّونَ عَلَى الرَّمْلِ وَالْحَصَى وَكَانَ أَكْثَرَ اْلأَوْقَاتِ يَسْجُدُ عَلَى اْلأَرْضِ حَتَّى يَبِينَ الطِّينُ فِي جَبْهَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا
……………. Karena masjid  nabawi tidak pakai karpet atau sajadah, tapi mereka  ( para sahabat ) menjalankan salat diatas pasir dan kerikil. Bahkan sering kali   Rasulullah SAW menjalankan  salat diatas  tanah  hingga  tampak tanah liat di dahi beliau[1]

Ibnu taimiyah berkata :
فَإِذَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَأَصْحَابُهُ يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا يَخْلَعُونَهَا بَلْ يَطَئُونَ بِهَا عَلَى الْأَرْضِ وَيُصَلُّونَ فِيهَا فَكَيْفَ يَظُنُّ أَنَّهُ كَانَ يَتَّخِذُ سَجَّادَةً يَفْرِشُهَا عَلَى حَصِيرٍ أَوْ غَيْرِهِ ثُمَّ يُصَلِّي عَلَيْهَا ؟ فَهَذَا لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ يَفْعَلُهُ مِنْ الصَّحَابَةِ .
Bila Nabi  saw dan sahabat –sahabatnya  melakukan salat dengan sandalnya  dan tidak mencopotnya tapi mereka  pakai diatas tanah  dan mereka gunakan untuk salat, bagaimana  orang bisa punya anggapan bahwa Nabi  saw  menggunakan sajadah yang di hamparkan ke tikar atau lainnya, lalu melakukan salat dengannya . Hal ini tidak akan di lakukan oleh seorangpun diantara  sahabat [2]
أَنَّ صَلَاتَهُمْ فِي نِعَالِهِمْ وَأَنَّ ذَلِكَ كَانَ يُفْعَلُ فِي الْمَسْجِدِ إذْ لَمْ يَكُنْ يُوطَأُ بِهِمَا عَلَى مَفَارِشَ وَأَنَّهُ إذَا رَأَى بِنَعْلَيْهِ أَذًى فَإِنَّهُ يَمْسَحُهُمَا بِالْأَرْضِ وَيُصَلِّي فِيهِمَا وَلَا يَحْتَاجُ إلَى غَسْلِهِمَا وَلَا إلَى نَزْعِهِمَا وَقْتَ الصَّلَاةِ وَوَضْعِ قَدَمَيْهِ عَلَيْهِمَا كَمَا يَفْعَلُهُ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ .
Salat mereka mengenakan sandal di dalam masjid yang  tidak beralaskan karpet . Bila seseorang diantara mereka melihat kotoran di kedua sandalnya cukup  diusapkan ke tanah  lalu salat dengannya  tanpa dicuci  atau di copot waktu salat, lalu  kedua tapak kakinya di letakkan diatasnya sebagaimana  di lakukan kebanyakan orang, kata Ibnu Taimiyah

أَمَّا الْغُلَاةُ : مِنْ الْمُوَسْوِسِينَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ عَلَى الْأَرْضِ وَلَا عَلَى مَا يُفْرَشُ لِلْعَامَّةِ عَلَى الْأَرْضِ لَكِنْ عَلَى سَجَّادَةٍ وَنَحْوِهَا وَهَؤُلَاءِ كَيْفَ يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَذَلِكَ أَبْعَدُ مِنْ الصَّلَاةِ عَلَى الْأَرْضِ فَإِنَّ النِّعَالَ قَدْ لَاقَتْ الطَّرِيقَ الَّتِي مَشَوْا فِيهَا ;
Untuk orang – orang yang suka beragama dengan berlebihan maka tidak akan melakukan salat di atas tanah atau hamparan yang biasanya untuk umum .tapi  mereka akan menghamparkan sajadah dll . Mereka  tidak akan melakukan salat dengan sandal . Dan ini lebih  berat dari pada salat di tanah.  Sebab sandal yang di buat jalan akan menyentuh najis dll . [3]
فَلَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَّخِذُ سَجَّادَةً يُصَلِّي عَلَيْهَا وَلَا الصَّحَابَةُ ; بَلْ كَانُوا يُصَلُّونَ حُفَاةً وَمُنْتَعِلِينَ وَيُصَلُّونَ عَلَى التُّرَابِ وَالْحَصِيرِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ
Nabi dan sahabatnya tidak pernah mengelar sajadah untuk salat , bahkan mereka melakukan salat dengan kaki telanjang dan bersandal  dan mereka juga melakukan salat di debu, tikar dll tanpa sajadah [4]

Komentarku ( Mahrus ali ) :
Untuk salat di atas tikar , secara praktek dari hadis – hadis yang telah saya ketahui , maka  di lakukan oleh Nabi SAW ketika menjalankan salat sunat . Untuk salat wajib , maka  tidak terkutip dari beliau bahwa beliau melakukannya dengan tikar atau lainnya . Tapi langsung di atas tanah bukan keramik.

             


[1] Majmuk fatawa libni Taimiyah  117/21
[2] Majmuk Fatawal kubro karya Ibnu  Taimiyah , juz 22
[3] Kutub warosail ibnu Taimiyah  177/22
[4] kutub warosail ibnu Taimiyah 192/22
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan