Di tulis oleh H Mahrus ali
Qur`an dan tawassul
Tim Penulis LBM NU cabang Jember menyatakan sbb:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
وَاْلوَسِيْلَةُ: هِيَ الَّتِي يُتَوَصَّلُ (4) بِهَا إِلَى تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ،
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Sayang sekali bila Tim Penulis LBM NU cabang Jember menyatakan bahwa Ibnu Katsir memperkenankan tawassul dengan para nabi, para wali yang sudah meninggal dunia tanpa menyebut halaman yang pas dari kitab rujukan itu , sehingga bagi pembaca yang masih awam saja sudah bisa menilainya kurang valid karena tidak ada refrensinya yang pas.
Saya sudah mencarinya di kitab yang di sebutkan itu ternyata saya tidak menjumpai keterangan bahwa tawassul dengan mayat di perbolehkan oleh Ibnu Katsir . Seandainya benar Ibnu Katsir memperkenankannya maka harus mengeluarkan dalil yang sahih dari assunnah dan al Quran. Selam ini belum ada dalil yang pas.
Sedang ayat tadi menurut tafsir Ibnu Katsir arti wasilah adalah qurbah ya`ni amalan saleh yang bisa di buat mendekatkan diri kepada Allah . Itulah pendapat Ibnu Abbas , Mujahid , Atho` , Abu Wa`il , Hasan , Qatadah , Abdullah bin Katsir , Sudi , Ibnu Zaid
وَقَالَ قَتَادَةُ: أَيْ تَقَرَّبُوا إِلَيْهِ بِطَاعَتِهِ وَالْعَمَلُ بِمَا يُرْضِيْهِ
Qatadah berkata : Mendekatlah kepada Allah dengan taat kepadaNya dan melakukan apa yang merelakannya . [1]
Sekarang kapan para sahabat bertawassul dengan mayat , mana bacaan doa tawassul yang telah mereka ajarkan kepada anak – anak mereka atau murid – murid mereka , lalu kita akan meniru mereka . Katakan , tidak ada hadis sahih untuk itu . Dan anda tidak akan menjumpai hadis sahih tentang hal itu . Mengapa para sahabat dan Rasulullah SAW selalu berdoa langsung kepada Allah dan sama sekali tidak pernah bertawassul dengan mayat. Seandainya tawassul dengan mayat di perbolehkan mesti ada sahabat yang melakukannya. Jadi tawassul kepada mayat adalah bid`ah . Kita harus berhati – hati . Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ *
Berhatilah terhadap perkara baru. Sesungguhnya tiap perkara baru adalah bid`ah dan setiap bid`ah adalah sesat. [3]
Muhammad Anwar Syah Al Kasymiri pengarang Faidhul bari syarah Bukhori berkata:
وَاعْلَمْ أَنَّ التَّوَسُّلَ بَيْنَ السَّلَفِ لَمْ يَكُنْ كَمَا هُوَ الْمَعْهُوْدُ بَيْنَنَا، فَإِنَّهُمْ إِذَا كَانوُا يُرِيْدُوْنَ أَنْ يَتَوَسَّلُوا بِأَحَدٍ، كَانوُا يَذْهَبُوْنَ بِمَنْ يَتَوَسَّلُوْنَ بِهِ أَيْضًا مَعَهُمْ، ِليَدْعُوا لَهُمْ، يَسْتَغِيْثُوْنَ بِاللهِ، وَيَدْعُوْنَهُ، وَيَرْجُوْنَ اْلإِجَابَةَ مِنْهُ، بِبَرَكَةِ شُمُوْلِهِ، وَوُجُوْدِهِ فِيْهِمْ؛ وَهُوَ مَعْنَى اْلاِسْتِعَانَةِ بِالضُّعَفَاءِ، أَيْ اِسْتِنْزَالِ الرَّحْمَةِ بِبَرَكَةِ كَوْنِهِ فِيْهِمْ. أَمَّا التَّوَسُّلُ بِأَسْمَاءِ الصَّالِحِيْنَ، كَمَا هُوَ الْمُتَعَارَفُ فِي زَمَانِنَا، بِحَيْثُ لاَ يَكُوْنُ لِلْمُتَوَسَّلِيْنَ بِهِمْ عِلْمٌ بِتَوَسُّلِنَا، بَلْ لاَ تُشْتَرَطُ فِيْهِ حَيَاتُهُمْ أَيْضًا، وَإنَّمَا يُتَوَسَّلُ بِذِكْرِ أَسْمَائِِهِمْ فَحَسْب، زَعْمًا مِنْهُمْ أَنَّ لَهُمْ وِجَاهَةً عِنْدَ اللهِ، وَقَبُوْلاً، فَلاَ يُضيِّعُهُمْ بِذِكْر أَسْمَائِهِمْ، فَذَلِكَ أَمْرٌ لاَ أُحِبُّ أَنْ اَقْتَحِمَ فِيْهِ،
Ketahuilah sesungguhnya tawassul di kalangan generasi salaf tidak sebagaimana kebiasaan kita saat ini . Mereka itu bila ingin bertawassul kepada seseorang , mereka datang padanya untuk berdoa dimuka mereka , minta pertolongan kepada Allah , berdoa kepadaNya , berharap di kabulkan karena berkah keberadaan dia di kalangan mereka . Itulah maksud minta pertolongan dengan kaum lemah. Ya`ni minta agar rahmat di turunkan karena berkat keberadaan dia di kalangan mereka.
Untuk tawassul dengan menyebut nama orang – orang saleh sebagaimana budaya zaman kita di mana orang – orang yang di tawassuli tidak mengerti atas tawassul kita bahkan tiada sarat orang – orang yang di tawassuli itu hidup . tapi cukup nama mereka di sebut .
Mereka mengira bahwa orang – orang yang di tawassuli punya pangkat disisi Allah , di terima jadi tidak disia siakan , lalu menyebut nama mereka . Ini perkara yang aku tidak suka untuk masuk ke dalamnya. [4]
Maksud pengarang syarah Bukhori itu adalah tawassul dengan mayat bukan budaya generasi salaf . Sebab tawassul dengan mayat itu budaya orang sekarang . Mereka langsung mendatangi orang – orang saleh yang masih hidup , lalu minta doanya . Tawassul dengan cara seperti ini yang di senangi pengarang tsb . Untuk tawassul dengan orang mati tidak ada rujukannya yang saleh dari kaum salaf. [1] Tafsir Ibnu katsir 103/3 / ayat al maidah 35
[2] Sahih Bukhori
[3] HRAbu Dawud / Assunnah /4607. Darimi /Muqaddimah /95
[4] Faidhul bairi 1/1
Artikel Terkait
Insyaallah ini pesan yang baik...dan tidak emosional...
BalasHapusHendaknya pembaca juga membaca ini, agar berimbang...
- http://langitan.net/?tag=mahrus-ali
- http://agama.kompasiana.com/2010/12/16/membongkar-kebohongan-h-mahrus-ali-dan-rekayasa-busuk-wahabi/
Sudah di cek di Langitan net, kompasiana ,membongkar kebohongan H Mahrus ali ternyata kata Ust Mahrus , biasa sejak kapan penentang risalah mau mengalah atau menyadari bahwa agama teradisional itu harus di hindari dan marilah kita ingin memahami Islam yang puritan bukan Islam yang sudah di campur baur dengan ajaran lingkungan HIndu
BalasHapusPak Ustadz Mahrus Ali yg saya hormati ada yg ingin saya tanyakan. dalam http://nusidoarjo.com/index.php/opini/558-tawassul-dan-tabarruk ada disampaikan hadist sbb :
BalasHapusKemudian Rasulullah bersabda :
" والله لو أني عنده لأريتكم قبـره إلى جنب الطريق عند الكثيب الأحمر"
Maknanya : "Demi Allah, jika aku di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar"
Al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata : "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya".
pertanyaan saya :
1. apakah hadist diatas sahih?
2. apa yg dimaksud hak-hak orang saleh atas kuburannya?
terima kasih sebelumnya
Untuk aimar
BalasHapusHadis itu muttafaq alaih. Untuk perkataan:
Al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata : "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya". Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin
Komentarku ( Mahrus ali) :
Kebanyakan ahli hadis tidak menyatakan seperti itu, apalagi di kitab - kitab Syarah hadis saya tidak menjumpai pernyataan seperti itu.