Tulisan ini semata-mata sebagai nasehat agar tidak mudah menerima (menelan) informasi yang datang kepada kita tanpa mengecek atau meneliti informasi tersebut. Dan Tim Sarkub telah berhasil menginvestigasi langsung H. Mahrus Ali yang meresahkan ummat itu. Maka sangatlah mengherankan dengan sikap sebagian kalangan yang tidak pernah mau mengambil hikmah dan pelajaran dari fenomena kebohongan yang mengatas namakan ulama seperti kasus di atas, yaitu seorang H. Mahrus Ali yang mengaku sebagai mantan Kiayi NU dengan tujuan memojokkan NU.
Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita agar tidak mudah mengambil begitu saja informasi-informasi yang datang kepada kita, semua itu agar kita terhindar dari tindakan yang bisa menyebabkan kerugian terhadap orang lain, baik berupa fitnah atau yang lainnya, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Hujarat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
‘Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Berikut ini salah satu kutipan yang jelas-jelas bohong, yang berasal dari penulis buku “Menggugat Tahlilan” dan mengatas namakan pengarang kitab I’anath Thalibin,
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Penulis buku tersebut mengutip kalimat tersebut dari kitab Ianatuth Thalibin, yang mana kalimatnya telah di gunting/dipotong atau belum tuntas dan ini yang dijadikan rujukan oleh remaja korban internet. Kutipan diatas juga tercantum dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan”, isinya sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
Perhatikanlah kutipan kalimat diatas, maka silahkan bandingkan dengan teks asli dari kitab I’anah,
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Kalimat yang seharusnya di lanjutkan tapi di potong. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang mereka lakukan.
Komentarku ( Mahrus ali )
Apa yang di katakan di http://agama.kompasiana.com itu fitnah yang keji . Artikel itu saya ketahui sudah sejak lama , tapi saya malas untuk menjawabnya karena kedustaan di kalangan mereka itu sudah biasa. Terkadang timbul di hati saya keraguan barang kali keterangan itu benar . Tapi saya masih punya alasan , buku saya itu tidak satu , tapi banyak . Bila tidak ada kekeliruan sama sekali , sudah tentu hebat sekali . Tapi bila ada kekeliruan dalam satu buku saya ada satu atau dua kehilafan itu bagi sebagian orang masih di anggap baik . Apalagi buku saya kebanyakan tebal – tebal dan isinya kata orang mantap. Kali ini di http://agama.kompasiana.com ada orang yang mengeritik , saya tidak mengerti siapa namanya . Yang penting bila benar akan saya terima dengan baik . Tenyata belum tentu benar , sudah mengatakan saya menggunting keterangan untuk menipu . Masya allah , inna lilla wa inna ilahi rajiun , sebegitu jelek karakter dia . Seandainya benar , bicaralah yang baik . jangan di katakan dengan kalimat – kalimat yang murahan sebagaimana di atas itu . lebih baik pergilah ke tempat saya , akan saya terima dengan baik .
Ternyata keritikan mereka itu berbalik kepada dirinya sendiri. Kedustaan dan kekeliruan dari dia sendiri . Saya cross chek buku menggugat tahlil , ternyata ada keritikan yang sengaja di ada – ada sbb :
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Komentarku ( Mahrus ali )
Kalimat tsb saya cari di buku saya : Menggugat tahlil , Istighosah …………
Sama sekali tidak ada . Saya cari juga di naskah asli tulisan saya , ternyata itu bualan ahli bid`ah belaka . Dia menuduh saya memfitnah , ternyata dia sendiri yang bikin fitnah . Ingat kalimat itu tidak ada dalam buku saya tadi di halaman itu .
Lalu dia berkata lagi :
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
Penulis buku tersebut mengutip kalimat tersebut dari kitab Ianatuth Thalibin, yang mana kalimatnya telah di gunting/dipotong atau belum tuntas dan ini yang dijadikan rujukan oleh remaja korban internet. Kutipan diatas juga tercantum dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan”, isinya sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
Lalu di membawakan huruf arabnya sbb:
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Lalu dia berkata :
Kalimat yang seharusnya di lanjutkan tapi di potong. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang mereka lakukan.
Komentarku ( Mahrus ali )
Ya memang benar apa yang anda katakan . Tapi perlu di ketahui saat itu saya mengutip salah satu artikel di internet dan saya waktu itu tidak mengutip asli bahasa arabnya . Namun kalimatmu yang keras sbb :
Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang mereka lakukan.
Komentarku ( Mahrus ali )
Ini kekeliruan anda , anda kira bahwa pengarang Ianatut tholibin itu melarang tahlilan kalau dari harta Mahjur alaih ( harta yang tidak boleh di belanjakan ) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Ingat kalau begitu pemahaman anda , maka sangat keliru dan ini juga penipuan anda untuk mengesankan bahwa pengarang kitab tsb memperkenankan tahlil . Pada hal , pengarang Ianatuh tholibin itu melarang tahlilan sekalipun mayat tidak punya hutang ya`ni biaya tahlilan dari hartanya sendiri murni . Lihat komentar pengarang di lain tempat sbb:
نَعَمٰ، مَا يَفْعَلُهُ الْنَّاسُ مِن الِاجْتِمَاعِ عِنْد أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصُنْعِ الْطَّعَامِ، مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَى مَنْعِهَا وَالِي الْاَمْرِ، ثَبَّتَ الْلَّهُ بِهِ قَوَاعِدَ الْدِّيْن وَأَيَّدَ بِهِ الْاسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
Ya, apa yang dilakukan orang dari pertemuan ketika keluarga mayat dan membikin makanan sebuah bid`ah tercela yang bila penguasa melarangnya akan diberi pahala . Semoga dengan upaya waliyul amri ( penguasa ) Allah mengokohkan aturan agama dan memperkuat Islam dan umat Islam . Ianatuth tholibin 165 /2
Dalam pernyataan terahir ini tanpa ada sarat kalau dari harta mahjur alaih atau mayat yang masih punya hutang tapi sekalipun harta sendri , tahlilan dan membikin makanan waktu kematian tetap di larang , ingatlah dan sadarlah .
Artikel Terkait
Astaghfirullah
BalasHapuskox tega2nya menyalahkan saudaranya sendiri
Yaah memang begitulah perilaku ahli bid`ah di sepanjang zaman dan jangan kira mereka itu akan senang kepada ahli hadis dan Quran . Belum ada sejarahnya ahli bid`ah itu senang kepada ahli hadis dan Quran . Tapi bila mereka lebih toleransi kepada orang kristani , abangan , maka itu sudah hal yang tidak dilupakan oleh sejaran
BalasHapussaya tidak begutu yakin ...
BalasHapusmungkin bpk dulu waktu mondok bnyk tidurnya kali.
Untuk almira, tapi kamu dulu tidak mondok dan suka begadang malam di jalanan barang kali.
BalasHapus