Dlm pernikahan biasanya di dahului dengan bacaan Al qur`an, kalimat sambutan dari keluarga lelaki dan perempuan , ceramah agama oleh seorang ustad , baca syahadat bagi mempelai putra. Lalu di bacakan hutbah Nikah, lalu Ijab qabul . Biasanya Pak Naib yang mengawinkan. Acara sedemikian ini kental dengan nuansa tradisional. Tiada tuntunannya. Sebetulmya yang berhak menikahkan adalah wali perempuan bukan Naib atau kiyai .Karena itu di masa Rasulullah SAW , Rasul tidak pernah di undang untuk menikahkan. Rasul bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Setiap perempuan yang nikah tanpa izin walinya maka nikahnya tidak sah X3 . Bila bersetubuh dengannya , maka perempuan tersebut mendapat maskawinya karena telah bersetubuh dengannya . Bila para wali bercekcok ,( tidak mau menjadi wali ) maka pemerintah adalah wali bagi orng yang tidak punya wali
Imam Turmudzi yang meriwayatkan hadis tersebut berkata : Hadis tersebut masih hilaf di antara ulama` ahli hadis . Ibnu Hajar berkata dlm kitab Talkhis sebagaian ulama` menyatakan hadis tersebut lemah karena Ibnu Juraij perawi hadis tsb bertemu dengan Azzuhri perawi hadis tsb pula lalu di tanya tentang hadis di atas tapi beliau menjawab: “ Aku tidak mengetahuinya dan ingkar kepadanya . Al baihaqi membicarakan hadis tersebut dengan panjang lebar dlm kitab Al Hilafiyat, begitu juga Ibnul Jauzi dlm kitab Tahkik
Al albani menyatakan bahwa hadis tersebut sahih .
Komentarku :
Tapi di tempat lain , Al bani juga menyatakan ; Yang populer adalah maukuf ( perkataan Ibnu Abbas sendiri bukan dari Nabi ) Ya`ni lemah tidak bisa di buat pegangan. Al albani berkata :
تَفَرَّدَ بِهِ الْقَوَارِيْرِي مَرْفُوْعًا وَاْلقَوَارِيْرِي ثِقَةٌ إِلاَّ أَنَّ الْمَشْهُوْرُ ِبَهذَا اْلاِسْنَادِ مَوْقُوْفٌ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ "
Al Qawariri secara sendirian meriwayatkan hadis tsb secara marfu` dan ia terpercaya , namun yang mashur sanad ini adalah maukuf kepada Ibnu Abbas ( bukan hadis dan tidak bisa di buat pegangan ) .
Al baihaqi berkata :
وَالْمَحْفُوظُ الْمَوْقُوفُ
Yang terpelihara adalah maukuf ( bukan hadis Nabi ) . Karena itu tidak bisa di buat pegangan , apa lagi di katakan sahih , tambah keliru .
Seluruh sanadnya hanya dari satu jalur yaitu sbb :
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
…………..Dari Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Nabi ……………………
Saya tidak menjumpai sanad lainnya untuk redaksi hadis seperti itu . ……….. . seluruhnya dari jalur itu ……….., Bahkan Ibnu Hajar menyatakan :
وَكُلُّهَا مَعْلُولَةٌ .
Seluruh riwayatnya adalah cacat
Muhammad Al amin berkata :
Sulaiman bin Musa di nyatakan terpercaya oleh sebagian ulama , begitu juga Ibnu Ma`in dari Zuhri .
Tapi Abu hatim menyatakan bahwa Sulaiman bin Musa kacau dalam sebagian hadisnya .
Imam Bukhari menyatakan : Banyak hadis mungkarnya
Imam Nasa`I menyatakan : Hadis – hadisnya tidak kuat .
Jadi Sulaiman bin Musa meriwayatkan hadis ini dari Az zuhri jelas tidak bisa di terima
Dimanakah sahabat – sahabat az zuhri yang terpercaya tentang hadis terpenting dalam bab nikah dan inilah yang di butuhkan banyak orang . Sulaiman mendengar hadis tsb dari Zuhri masih di perbencangkan di kalangan ulama .
Dalam kitab al ilal Abu hatim berkata kepada anaknya 408/1 Saya bertanya kepada Imam Ahmad bin hambal tentang hadis Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Nabi …………… Tiada nikah kecuali dengan wali
Lalu aku menuturkan kisah Ibnu Aliyyah , lalu berkata :
Ibnu Juraij menulis kitab yang terdapat hadis – hadis riwayatnya dari guru – gurunya .
Aku berjumpa dengan Atha` , lalu aku berjumpa dengan fulan . Bila hadis tsb terpelihara , maka hadis itu akan di masukkan dalam kitab karyanya dan kitab induknya …….
Di katakan : Dia tidak sendirian , bahkan ada hadis pendukungnya yang di riwayatkan oleh Hajjaj bin Artha , tapi lemah dan Hajjaj termasuk perawi yang suka menyelinapkan perawi lemah dan tidak pernah melihat Zuhri , dia mengaku demikian sebagaimana keterangan di kitab tahdzib .
Lalu di dukung oleh riwayat Ja`far bin Rabiah , tapi Abu Dawud berkata : Dia tidak pernah mendengar dari Zuhri
Jadi hadis tsb , permasalahannya di kembalikan kepada Ibnu Musa. Karena itu , Tirmidzi cukup menghasankan Dan ini menunjukkan sanadnya yang lemah .
Komentarku :
Syekh Muqbil Al wadi`I murid Al bani mengatakan :
غَالِبُ تَحْسِيْنَاتِ التِّرْمِذِي ضِعَافٌ.
Kebanyakan hadis yang di hasankan oleh Tirmidzi adalah lemah .
Jadi penghasanan Tirmidzi itu belum bisa di buat pegangan atau landasan mutlak .
Sungguh Imam Al albani menyatakan hadis tsb adalah hasan
Hadis tsb adalah hasan , bukan sahih ,. Masih jauh sekali di nyatakan sahih , sekalipun telah di nyatakan oleh segolongan ulama seperti Ibnu Ma`in sebagaimana di riwayatkan oleh Ibnu Ady
Al Hakim juga berkata : Ia sahih menurut sarat perawi sahih Bukhari dan Muslim .
Pada hal Sulaiman sendiri bukan perawi Bukhari
Komentarku : Jadi pernyataan al albani yang pernah menjadi dosen di Universitas Islam Medinah ini juga berbeda, hadis tsb sahih, hasan , maukuf ( lemah ). Hal itu menunjukkan sulitnya memberikan penilaian suatu hadis dan banyak ulama yang keliru dalam hal ini . Untuk saya sendiri tetap saya katakan lemah karena perawi Sulaiman bin Musa yang di nilai Bukhari sebagai perawi yang mungkarul hadis , atau tidak kuat sebagaimana di katakan oleh Imam Nasai dan Imam Bukhari dan Muslim tidak memasukkannya dalam kitab sahih mereka .
Hadis tersebut menjelaskan bahwa perkawinan tanpa wali tidak sah , mestinya bila terjadi setubuh antara dua mempelai berarti dihukumi zina, tapi mengapa kok diperbolehkan , malah perempuan mendapat maskawin. Imam Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud tidak menyatakan hadis tersebut sahih. Jadi seorang sulthon ( penguasa ) menjadi wali tidak memiliki dalil yang kuat. Karena itu ,di masa khilafah Abu bakar tidak pernah beliau mengawinkan sebagai ganti wali perempuan, begitu juga Umar, Usman dan Ali sebagaimana yang di lakukan oleh Naib atau kiyai, ustad dll. . Para sahabat yang lainpun yang menjadi wali tidak pernah mewakilkan kepada wali lain. Imam Madzhab empat juga tidak pernah menjalankan.
Situasi pernikahan yang kita lihat saat ini telah menyalahi tuntunan dan serong. Karena itu seorang wali hendaknya mengawinkan putrinya sendiri. Dialah yang mengijabi walaupun dengan bahasa Indonesia, jawa dll.
Imam ahmad menyatakan :Bila ayah tiada maka saudara lelakinya yang mengawinkan si mempelai putri Ya`ni bila ayah mati , tapi bila ayah tidak mau , ber arti masih punya hak untuk menjadi wali dan jangan langsung diwakili sebab ayah mesti punya kepentingan yang akan bermanfaat kepada anak perempuannya di saat dia tidak mau mengawinkan. Jadi tidak boleh kakak perempuan menjadi wali bila ayah masih hidup dan bila ternyata harus di wakili oleh kakaknya , maka tidak di benarkan dan tidak ada dalilnya . Yang menikahkan harus seorang wali , inilah pendapat Umar bin Al Khotthob , Ali bin Abu Tholib , Abdullah bin Abbas , Abu Hurairah , Said bin Al Musayyab , Al Hasan Al Basri ,Syuraih , Ibrahim , Annakhoi , Umar bin Abdul aziz , Sufyan Ats sauri . Auzai , Abdullah bin Mubarak , Malik , Syafi`I , Ishak , Ahmad dll . kata Turmudzi Allah berfirman :
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصبَّالِحِينَ
Berkatalah dia (Wali ): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
Disini Allah memberikan gambaran pernikahan yang sah yaitu si wali yang menikahkan kepada putrinya. Jadi sang ayah langsung berkata kepada mempelai : “ Saya mengawinkan putriku bernama …………. Dengan kamu dengan maskawin …………….. Jangan sekali - kali sang ayah mewakilkan kepada Naib atau kiyai atau kakak menjadi wali tanpa minta izin kepada ayahnya . . Tidak ada aturannya dalam hadis maupun Al Quran tentang hal itu . Allah berfirman lagi :
وَلاَ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. ( Al Baqarah 221 ) Rasul bersabda sbb :
َإِنِّي أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي
Sesungguhnya akulah yang mengawinkan putriku dengan Abul ash bin Arrabi` ,lalu dia bicara dengan ku dengan benar
Jadi para wali tidak diperkenankan untuk mengawinkan putrinya dengan lelaki yang musrik , karena lelaki mukmin lebih baik , seakidah , bisa saling menghormat dan satu tujuan . Dia bisa membikin harmunis rumah tangga . Lihat dalam ayat tersebut , hanya wali yang di larang , bukan kiyai atau Naib.
Harus wali sendiri dalam akad nikah sebagaimana pendapat Said bin Al Musayyab , hasan basri , Syuraih , Ibrahim an nakhoi , Umar bin Abd aziz , Sofyan at tsauri , Auzai , Abdullah bin Al Mubarak , Imam Malik , Imam Syafi`I, Imam Ahmad dan Ishak .
Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H berkata :
Hadis pemerintah/ sulthon menjadi Wali lemah karena ada perawi bernama Sulaiman bin Musa
صَدُوْقٌ فِيْهِ لَيِّنٌ وَخُوْلِطَ قَبْلَ مَوْتِهِ بِقَلِيْلٍ
Dia perawi yang selalu berkata benar tapi lemah dan hafalannya kabur menjelang meninggalnya.
Imam Nasai menyatakan : Dia tidak kuat dan Imam Bukhari berkata ; Banyak mungkar riwayatnya .
Hadis tsb juga di riwayatkan oleh Thabrani dari Jabir , namun Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H berkata :
وَفِيْهِ عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ الرِّقِّي وَهُوَ مَتْرُوكٌ وَقَدْ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
Sanadnya terdapat Amar bin Usman Arriqqi . Dia perawi yang di tinggalkan ulama . Ia telah di katakan terpercaya oleh Ibnu Hibban .
Komentarku : Pernyataan Ibnu Hibban terpercaya kepada seorang perawi itu masih perlu di kaji ulang . Al albani menyatakan :
وَيُعْرَفُ أَنَّ تَوْثِيْقَ ابْنِ حِبَّانَ لِلرَّجُلِ بِمُجَرَّدِ ذِكْرِهِ فِي هَذَا اْلكِتَابِ مِنْ أَدْنَى دَرَجَاتِ التَّوْثِيْقِ
Telah di maklumin Ibnu Hibban menyatakan terperpaya kepada seorang lelaki karena di sebut dalam kitab ini termasuk derajat yang terendah
وَلِهَذَا نَجِدُ الْمُحَقِّقِيْنَ مِنَ الْمُحَدِّثِيْنَ كَالذَّهَبِي وَالْعَسْقَلاَنِي وَغَيْرِهِمَا لاَ يُوَثِّقُوْنَ مَنْ تَفَرَّدَ بِتَوْثِيْقِهِ ابْنُ حِبَّانَ
Karena Ini ,para ahli – ahli hadis yang ahli tahkik seperti Imam Dzahabi dan al asqalani tidak mau mendukung atau menyetujui kepada kepada orang – orang yang telah di percaya oleh Ibnu Hibban sendiri .
اَلْخُلاَصَةُ أَنَّ تَوْثِيْقَ ابْنِ حِبَّانَ يَجِبُ أَنْ يَتَلَقَّى بِكَثِيْرٍ مِنَ التَّحَفُّظِ وَالْحَذَرِ لِمُخَالَفَتِهِ اْلعُلَمَاءِ فِي تَوْثِيْقِهِ ِللْمَجْهُوْلِيْنَ
Kesimpulan : Pernyataan terpercaya dari Ibnu Hibban kepada seorang perawi perlu di perhatikan , hati – hati yang sangat karena banyak menyalahi ulama dalam masalah menyatakan terpercaya terhadap perawi – perawi yang tidak di ketahu identitasnya .
Redaksi Asy-Syariah menyatakan :
( Hadis tsb di riwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abu ‘Awanah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Albani dalam Al-Irwa` (no. 1840) dan guru besar kami Al-Wadi’i dalam Ash-Shahihul Musnad (2/493)).
Komentarku : Di sahihkan oleh siapapun tetap jalur sanadnya ada perawi bernama Sulaiman bin Musa yang lemah bahkan Imam Bukhari menyatakan mungkar hadisnya.
Ash-Shan’ani rahimahullahu berkata dalam Subulus Salam (3/187): “Hadits ini menunjukkan bahwa sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali dalam pernikahan, baik karena memang tidak ada walinya atau walinya ada namun tidak mau menikahkannya7.”
Komentarku : Dasarnya hanya hadis lemah itu , dan tiada hadis lain yang mendukungnya. Bila walinya tidak mau mengawinkan karena ada sebab yang tidak di inginkan lalu di ganti dengan na`ib atau kiyai , ini jelas tidak di benarkan . Mestinya harus di carikan lelaki yang di setujui oleh pihak penganten wanita dan wali. Jangan langsung wali di tinggalkan , lalu di ganti dengan wali naib dari KUA. Jadi pernyataan Shan`ani yang menyatakan bila wali tidak mau , lalu di ganti sulton adalah pendapat peribadi tanpa dalil . Sekarang tunjukkan dalil di mana ada wanita sahabat yang di kawinkan oleh Umar , Abu Bakar atau Usman saat menjadi khalifah atau salah satu dari aparat bawahannya . Yang penting kita belum menjumpai dalilnya atau realita di kalangan generasi pertama .
Bukahri , Muslim tidak berani memasukkan hadis tsb dalam kitab sahihnya .
Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H. berkata :
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِاِذْنِ وَلِىٍّ مُرْشٍد أَوْ سُلْطَانٍ.
……….. Dari Ibnu Abbas ra berkata : Rasulullah bersabda : Tiada nikah kecuali dengan izin wali mursyid atau sulthon ( penguasa )
Kelemahan dalam sanad tersebut perawi bernama Abdullah bin Usman bin Khutsaim adalah perawi yang di perbencangkan oleh ulama , ada yang mengatakan terpercaya , ada juga yang menyatakan tidak .
Ali ibnul madini menyatakan :
اِبْنُ خُثَيْمٍ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ .
Ibnu Khutsaim adalah perawi yang hadisnya mungkar .
Ibnu Ma`in menyatakan :
أَحَادِيْثُهُ لَيْسَتْ بِالْقَوِيَّةِ .
Hadis – hadsisnya tidak kuat .
Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H. berkata :
رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي اْلاَوْسَطِ وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ.
HR Thabrani dalam mu`jam Ausat dan perawi – perawinya adalah perawi sahih Bukhari .
Komentar penulis:
Tidak tepat apa yang beliau katakan karena Abdullah bin Dawud bukan perawi Bukhari tapi perawi Abu dawud dan Baihaqi
Bisyir bin Al Mufaddhol juga bukan murid Sofyan dan Ahmad bin Al qasim bukan perawi Bukhari dan Muslim . Dan kelirulah orang yang mengatakan begitu .
Iman Thabrani berakata tentang sanad hadis tsb : .
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ : نَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ اْلقَوَارِيْرِي قَالَ : نَا عَبْدُ اللهِ بْنُ دَاوُدَ ، وَبِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي ، كُلُّهُمْ عَنْ سُفْيَانَ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ ، عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :...............
Imam Thabrani berkata : Bercerita kepada kami Ubaidillah bin Umar Al qawariri lalu berkata : Bercerita kepada kami Abdullah bin Dawud , Bisyir bin Al Mufaddhol dan Abd Rahman bin mahdi – seluruhnya dari Sofyan dari Abdullah bin Usman bin Khutsaim dari Sa`id bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah bersabda : ………………………………. Sebagaimana hadis pemerintah menjadi wali tadi …..
Imam Thabrani berkata :
J. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْنَدًا عَنْ سُفْيَانَ إِلاَّ ابْنُ دَاوُدَ ، وَبِشْرٌ ، وَابْنُ مَهْدِي ، تَفَرَّدَ بِهِ : اْلقَوَارِيْرِي
Hadis ini di riwayatkan secara musnad dari Sofyan hanya oleh Ibnu Dawud , Bisyir dan Ibnu mahdi – hanya Al qawariri yang meriwayatkannya dan tiada perawi lainnya .
Malah admin di www.islamweb.net/mengatakan :
رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي اْلأَوْسَطِ وَفِيْهِ يَعْقُوْبٌ غَيْرُ مُسَمًّى فَإِنَ كَانَ هُوَ التَّوْأَمَ فَقَدْ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِيْنٍ وَإِنْ كَانَ غَيرَهُ فَلَمْ أَعْرِفْهُ،وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
Hr Thabrani dalam kitab al ausat , tapi sanadnya ADA PERAWI yang tidak di sebutkan namanya yaitu Ya`qub . Bila dia Ya`qub yang kembar , maka sungguh Ibnu Hibban menyatakan terpercaya padanya dan Ibnu Ma`in melemahkannya . Bila lainnya , maka aku tidak kenal kepadanya dan perawi – perawi selain dia terpercaya .
Hadis tsb juga di riwayatkan oleh Imam Thabrani . Bila ada perawi yang di selinapkan biasanya perawi lemah agar di anggap hadis tsb tidak cacat . Apalagi panilaian Ibnu Hibban dalam hal menyatakan seorang perawi terpercaya masih di ragukan dan perlu di kaji ulang . Jadi bila masih hilaf begini ber arti masih remang – remang dan tidak bisa di jadikan hujjah . Dan kita pindah saja kepada hadis – hadis yang sahih yaitu walinya yang asli yang harus mengawinkannya dan memang itulah ajaran yang tidak hilaf lagi . Apalagi masalah perkawinan yang bila sah akan membawa keberkahan dan hubungan nya adalah hubungan suami istri yang syar`I ,. Tapi bila tidak sah , maka hubungannya adalah perzinaan sekalipun mendapat surat nikah dari negara manapun . .
Imam baihaqi menyatakan dalam kitab ma`rifah :
Kisah Azzuhri tidak mengerti tentang hadis sulton boleh jadi hakim atau wali adalah lemah sebagaimana di katakan Imam Ahmad atau Ibnu Main maka kabar itu harus di terima dan hadis tsb tidak lemah lagi .
Komentar penulis buku :
Sekali pun begitu , jalur hadis tsb tetap melalui Sulaiman bin Musa yang lemah itu. Apalagi Al Qawariri yang meriwayatkan secara sendirian dan tiada sanad lain yang mendukungnya dan ini indikasi lemahnya.
Ibnu Hajar berkata :
وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ مُخْتَلِفَ ْالإِسْنَادِ وَالْمَتْنِ ،
Sungguh hadis tsb di riwayatkan dalam keadaan kacau redaksi dan sanadnya
Ada yang menggunakan sanad sbb :
قَالَ الطَبْرَانِي فِي " مُعْجَمِهِ اْلأَوْسَطِ " حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الرَّازِيّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّاسِ بْنِ الْوَلِيدِ الرِّيبُونِيُّ ثَنَا عُمَرُ بْنُ عُثْمَانَ الرَّقِّيِّ ثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ اْلأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا
Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H.berkata :
وَفِيْهِ عَمْرو بْنُ عُثْمَانَ الرِّقِّي وَهُوَ مَتْرُوْكٌ وَِقَدْ وَثَّقَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Sanadnya terdapat perawi bernama Amar bin Usman Arriqqi yang di tinggalkan ulama ahli hadis , sungguh Ibnu Hibban menyatakan bahwa dia adalah perawi yang terpercaya .
Komentarku : Penilaian IbnU Hibban menurut kebanyakan ahli hadis masih lemah sekali dan perlu di kaji ulang . Juga tidak bisa di pakai untuk landasan .
Imam Syafii berkata :
- ( أخبرنا ) : ابْنُ عُيَيْنَةَ عن عَمْرُو بْنُ دِينارٍ عن عَبْد الرحمنِ ابْن مَعْبَدٍ :
Telah memberi tahu kepada kami Ibnu Uyainah dari Amar bin Dinar dari Abd rahman bin Ma`bad berkata :
J. أنَّ عُمَرَ رَدَّ نِكَاحَ امْرأةٍ نَكَحَتْ بغير إذْنِ وَلِيِّ
Sesungguhnya Umar ra menolak / tidak menerima nikah seorang perempuan tanpa izin walinya .
Al albani berkata :
Perawi – perawinya adalah terpercaya – juga perawi – perawi Bukhari dan Muslim selain Ibnu Ma`bad . Sungguh Ibnu Abi Hatim mencantumkannya dalam 295/2/2 , lalu berkata :
Abd rahman bin ma`bad bin Umair pernah meriwayatkan dari Umar dan Ali lalu dari dia di riwayatkan oleh Amar bin Dinar al makki . Atsar yang munqathi` - terputus sanadnya - lemah .
Komentar penulis buku :
Syaikh Muflih menyatakan seperti itu , lalu di tambah Imam Bukhari juga memberi keterangan tambahan - Dia adalah keponakan Ubaid bin Umar al laitsi yang meriwayatkan dari Umar dan Ali lalu di riwayatkan kepada Amar bin Dinar al Makki – sanad mungqathi`
Abd Rahman bin ma`bad juga di cantumkan oleh Ibnu Hibban dalam kumpulan tabi`in yang terpercaya dan tidak menyebutkan kalimat munqarthi` itu .
Menurut ku , Imam Bukhari menyatakan bahwa atsar tersebut adalah mungqathi` lemah
Al Hakim berkata : Abd Rahman bin Ma`bad tidak memiliki murid kecuali Amar bin Dinar , demikian keterangan dalam sebagian naskah Mizan . Ibnu Hibban juga mencantumkannya tanpa menyebut kalimat mungqatrhi` . Dalam kitab Tsiqat ibnu Hibban juga kalimat mungqathi` itu tidak ada Namun Imam Bukhari dalam kitab Tarikh menyebut Abd Rahman tadi dengan kalimat mungqathi` di akhirnya .
Dan memang dalam kitab Tahdzib Ibnu Hajar dan Dzahabi Amar bin Dinar tidak punya guru bernama Abd Rahman bin ma`bad itu .
Jadi saya masih belum bisa memutuskan nilai atau derajat atsar tsb karena ada yang mengatakan lemah dan ada yang sahih . Dan yang lebih teliti biasanya Bukhari dari pada Ibnu Hibban dalam menilai perawi hadis . Jadi katakanlah lemah . Dan pantas sekali saat khilafah Umar tidak ada wanita yang kawin tanpa izin walinya . Masak saat itu ada wanita yang berani kawin tanpa wali . Imam Syafii berkata :
- ( أخبرنا ) : مُسْلِمٌ وعَبْدُ المَجِيدِ عن ابْنِ جُرَيجٍ قال :
- عَمْرُو بْنُ دِيْنَارٍ نَكَحَتْ امْرأةٌ مِنْ بَني بَكْرٍ بْنِ كِنَانَةَ يُقَالُ لَهَا آمِنَةُ بِنْتُ أَبِي ثُمَامَةُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُضَرِّسٍ فَكَتَبَ عَلْقَمَةُ بْنُ عَلْقَمَةَ الْعِتْوَارِيُّ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزيزِ إذْ هُوَ وَالي الْمَدِيْنَةِ : إِنِِّي وَلِيُّهَا وَإِنَّهَا نَكَحَتْ بغير أَمْرِي فَرَدَّهُ عُمَرُ وَقَدْ أَصَابَهَا قَالَ : فَأَيُّ امْرأةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَلاَ نِكاَحَ لَهَا ِلأَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ وَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا صَدَاقُ مِثْلِهاَ بِمَا أَصَابَ مِنْها بِمَا قَضَى لَهَا النَّيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam Syafi`I berkata : Muslim dan Abd majid meriwayatkan dari Ibnu Juraij berkata : Amar bin Dinar berkata : Seorang perempuan dari Banu Bakar bin Kinanah bernama Aminah binti Abu Tsumamah menikah dengan seorang lelaki bernama Umar bin Abdullah bin Mudhorris .
Lantas Al qomah bin Al Qomah al itwari menulis surat kepada Umar bin Abd Aziz – karena dia menjadi penguasa ( wali kota ) medinah :
Sesungguhnya aku walinya , dia kawin tanpa perintah ku .
Umar bin Abd aziz mengembalikannya kepada Al qomah namun sudah di setubuhi .
Umar berkata : Setiap wanita yang kawin tanpa izin dari walinya , maka kawinnya tidak sah , sebab Nabi menyatakan nikahnya tidak sah . Bila telah bersetubuh dengannya , maka dia mendapat maskawinnya dan itulah putusan Nabi SAW untuk nya .
Kisah itu tidak benar sekalipun Imam Syafii mencantumkannya dalam kitab musnadnya sebab manusia itu tidak benar terus , juga tidak salah terus . Dan generasi sekarangpun juga tidak beda dengan generasi dulu .
Imam Bukhari menyatakan salah satu perawinya adalah Abd Majid yang murji`ah . Al Humaidi membicarakannya .
Abu hatim berkata : Abd Majid tidak kuat hafalannya , hadisnya boleh di tulis .
Di katakan : Dia adalah murji`ah , dia perawi yang di tinggalkan ulama
Imam Bukhari tidak menggunakannya sebagai perawi hadis dalam kitab sahihnya .
Menurut Muhammad bin Yahya dia adalah lemah
Ibnu Sa`ad berkata : Banyak hadisnya , dia perawi lemah dan murji`ah
Ibnu Hibban menyatakan : Dia suka memutar balikkan kabar , lalu meriwayatkan hadis – hadis mungkar dari orang – orang terkenal . Jadi harus di tinggalkan
J. لاَ يُعْرَفُ مِنْ حَدِيْثٍ آخَرَ بِهَذَا ْالإِسْنَادِ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى عَنِ الزُّهْرِي عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ غَيْرُ هَذَا الْحَدِيْثِ، اِنْتَهَى كَلاَمُه
Tidak di ketahui hadis lain dari sanad Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah selain hadis itu ( yaitu hadis pemerintah menjadi wali sekalipun ada wali orang tua nya .
Dalam www.ahlalhdeeth.com terdapat keterangan sbb :
أولاً : لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَتَزَوَّجَ بِامْرَأَةٍ مِنْ غَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا بِكْراً كَانَتْ أَمْ ثَيِّباً وَذَلِكَ قَوْلُ جُمْهُوْرِ اْلعُلَمَاءِ مِنْهُمْ الشَّافِعِي وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ مُسْتَدِلِّيْنَ بِأَدِلَّةٍ مِنْهَا :
Tidak halal bagi seorang lelaki untuk kawin dengan wanita tanpa seizin dengan walinya baik gadis atau janda dan itulah pendapat mayoritas ulama di antaranya Imam syafi1i , imam Malik , Imam Ahmad . Dalilnya sbb :
فَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya ( Para wali di larang menghalangi anak perempuannya untuk kawin dengan bekas suaminya )
وَلاَ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. ( Para wali tidak boleh menikahkan anak perempuannya dengan lelaki musrik )
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ(32)
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
وَوَجْهُ الدِّلاَلَةِ مِنَ اْلآيَاتِ وَاضِحٌ فِي اشْتِرَاطِ اْلوَلِيِّ فِي النِّكَاحِ حَيْثُ خَاطَبَهُ اللهُ تَعَالَى بِعَقْدِ نِكَاحِ مَوْلِيَتِهِ ، وَلَوْ كَانَ اْلأَمْرُ لَهَا دُوْنَهُ لَمَا احْتِيْجَ لِخِطَابِهِ .
وَمِنْ فِقْهِ اْلإِمَامِ البُّخَارِي رَحِمَهُ اللهُ أَنَّهُ بَوَّبَ عَلَى هَذِهِ اْلآيَاتِ قَوْلُهُ : " بَابُ مَنْ قَالَ " لاَ نِكَاحَ ِإلاَّ بِوَلِيٍّ "
Segi pengambilan dalil dari ayat tsb jelas sekali keberadaan seorang wali sebagai sarat dalam pernikahan , di mana Allah telah berfirman untuk wali agar melakukan akad nikah anak perempuannya atau hamba perempuannya . Bila perempuan bisa kawin tanpa wali maka tidak perlu wali di khithabi oleh Allah .
Dalam fikih Imam Bukhari rahimahullah , beliau membikin bab untuk ayat – ayat tsb sbb : Bab orang yang berkata : Tidak sah nikah tanpa wali .
وَشَرْطُ اْلوَلِيِّ فِي النِّكَاحِ هُوَ مَذْهَبُ اْلإِمَامِ الشَّافِعِي، وَمَالِكٍ، وَأَحْمَدَ، وَالشَّعْبِي، وَالزُّهْرِي، وَجَمَاهِيْرِ أَهْلِ اْلعِلْمِ. اُنْظُرْ: حَاشِيَةَ الرَّوْضِ اْلمُرَبَّعِ (6/262)
Wali dalam akad nikah merupakan sarat adalah madzhab Imam Syafi`I , Malik , Ahmad , Sya`bi , Zuhri dan mayoritas ulama . Lihat Hasyiyah ar raudh al murabba` 262/6
Jadi untuk kiyai , Naib , pemerintah tidak di perkenankan untuk menjadi wali atau menikahkan , meng ijabi dan tiada dalilnya dalam hal ini . Harus wali anak perempuan yang mengijabi akad nikah , dan tidak boleh di wakilkan . Bila di wakilkan harus bertanggung jawab dan harus ada dalilnya . Imam Bukhari membikin bab :
بَاب السُّلْطَانُ وَلِيٌّ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
Bab : Sulthon adalah wali karena sabda Nabi : Aku kawinkan perempuan itu untukmu dengan mahar hafalan quranmu .
Setahu saya hanya Rasulullah yang bisa menjadi wali dan secara realita tiada sahabat atau penguasa ketika pemerintahan khilafah yang memberanikan diri untuk mengangkangi wali perempuan atau meng ijabi anak orang dalam pernikahan . Dan inilah realita di mana masa sahabat dulu hanya wali perempuan yang bisa melakukan akad nikah bukan naib , kiyai atau kakak lelakinya. Jangan melakukan sesuatu tanpa dalil , jadinya akan melakukan kebid`ahan .
Kursi Pelaminan
Kursi pelaminan
Pelaminan gaya arab
Kursi pelaminan gaya mandarin
Pelaminan gaya minang
Pelaminan gaya Aceh
Kursi pelaminan seperti itu israf dan bisa menarik kemaksiatan . Itu bukan adat Islam tapi adat tradisonal lingkungan yang penuh dengan kemungkaran dan kebid`ahan.
Artikel Terkait
betul kiyai, disamping membuang-buang biaya yang besar, pelaminan seperti itu juga bid'ah karena pada zaman Nabi tidak ada.
BalasHapusSemoga Allah menambah hidayah kita ,
BalasHapusassalamu 'alaikum... saya mau sedikit tanya pak... gimana klo walinya yg bkn mukmin.. karena dlm qs. at taubah 9:23 ada larangan menjadikan bapa dan saudara sbg wali bila lbh cendrung pada ke kafiran... terima kasih .
BalasHapusCari kerabatnya , pamannya yang mukmin juga boleh menjadi wali
BalasHapusmaaf... pak kiai... bkn saya berandai2... tapi jika seluruh keluarga dia seperti ayat di atas keadaannya.. bagaimana, soalnya orang yg menerima sebagia hukum dan meninggalkan sebagian aja dikatakan kafirun haq 4;150-151, sementara keadaan di indonesia hukum masih hukum thaghut.. dan kebanyakan orang masih ridho dg hukum di indonesia... gimana pak...?
BalasHapusBacalah al mumtahinah 10 dulu.
BalasHapusdi al mumtahanah ayat 10.. menjelaskan ttg wanita mukmin.. yg diuji dg mencerai suami karena kafir, bahkan kita dibolehkan utk menikahinya dg membayar mahar... sementara pembahasan diatas tentang wali pemerintah boleh tdknya utk menikahkan wanita mukin yg mau menikah, sementara wali nasab tdk ada yg seaqidah.. jadi tolong di jelaskan korelasinya antara hadits di atas dg ayat yg bapa anjurkan tadi....
BalasHapusPemerintah kita ini tidak Islami. Dan wali nasab bila tidak ada, ambil saja pamannya sebagai wali, bila tidak ada, maka saudara lelakinya.
BalasHapussukron pak kiyai....
BalasHapusAssalamu'alaykum, Smoga Allah merahmati antum dan keluarga,
BalasHapusbagaimana jika ayah wanita meninggal dunia, wanita tersebut memeiliki kakak kandung se Ayah lain ibu, yang berkewajiban menjadi wali bagi wanita tersebut, namun kakak kandungnya tersebut tidak ingin menghadiri pernikahan wanita tersebut, dan memberikan persetujuan perwalian nikan melalui selembar surat yang dibumbuhi materai, yang isinya menyetujui sepenuhnya pernikahan wanita tersebut, bagaimana hukum nikah wanita tersebut, atas jawabannya saya ucapkan ..Jazakallahu khairan.
Untuk Bpk Deden Wja, cara itu tiada tuntunannya, karena itu. Jangan pergi tapi nikahkan dulu sekalipun di rumah tanpa walimah dan nanti setelah itu pergilah sekalipun anda sebagai wali tidak menghadiri walimah
BalasHapus