Bila kita mendengar kata tinja (manusia), yang segera terekam di benak pastilah sesuatu yang menjijikkan. Kalaupun ada bayangan bisnis, paling-paling hanyalah usaha jasa sedot WC. Tapi sebenarnya ada yang lebih berharga: biogas. Masalah yang membelit elpiji beberapa waktu lalu, bisa menjadi peluang.
Rincian secara ilmiah, biogas adalah gas yang berasal dari penguraian bahan-bahan organik dengan bantuan bakteri pada proses anaerob (kedap cahaya dan langka / non oksigen). Kandungan biogas adalah 60% CH4 (Metana); 38% CO2 (Karbon Dioksida) serta 2% campuran Nitrogen (N2); Oksigen (O2); Hidrogen Sulfida (H2S); Amoniak (NH3) serta Hidrogen (H2).
Metana atau gas metan yang menjadi unsur utama biogas itulah, yang dapat menghasilkan energi panas apabila dibakar. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses pembentukan biogas itu terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sekitar Maret 2005.
Gas metan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas / LPG), perbedaannya adalah gas metan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas.
Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai Metana. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metana.
ada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester (pencerna) kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang lainnya, seperti China (saat itu), Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas digester, lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Di dalam digester itulah bakteri-bakteri metana mengolah limbah organik seperti kotoran ternak dan sampah pertanian menjadi biogas metana. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain.
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran.
Sisa dari limbah yang telah “dicerna” oleh bakteri metana atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Metode menghasilkan sumber energi alternatif semacam itu, sudah banyak diterapkan di desa-desa yang banyak terdapat hewan ternak dan tanah pertanian. Lantas, bagaimana dengan wilayah perkotaan yang minim lahan pertanian dan jarang didapati peternakan?
Biogas, sebenarnya tidak hanya didapatkan dari olahan kotoran sapi atau sampah pertanian. Kotoran manusia alias tinja, nyatanya bisa dioptimalkan sebagai biogas. Teknologi inilah yang dikembangkan di Kabupaten Malang sejak tahun 2006, khususnya dua lokasi di wilayah Kecamatan Kepenjen, yang kini masih mengalami kendala perlengkapan penyaluran.
Ada dua lokasi yang menjadi sentra pengembangan biogas dari tinja. Sanimas Panji II di Kelurahan Kepanjen dan Sanimas Molek di Jalan Kawi Selatan Kelurahan Cempokomulyo. Sejak tahun 2006 itu pula warga di dua lokasi tersebut dapat merasakan manfaat biogas dari tinja.
Bahkan menurut mereka, biogas dari tinja lebih bagus ketimbang biogas dari kotoran sapi maupun elpiji. “Kalau warnanya, jauh lebih biru. Malah, nyala apinya jauh lebih bagus ketimbang biogas dari kotoran sapi. Hanya saja, waktu itu belum sampai didistribusikan atau dipakai rutin, karena memang perlengkapan pendukung lainnya masih belum ada,” kata operator Sanimas Molek, M Hidayat.
Bagaimana sistem kerjanya? Hidayat menjelaskan, dari septic tank yang sudah disediakan dihubungkan ke tong hampa udara. Di bagian ujung tong tersebut, diberi semacam selang yang bisa dimanfaatkan sebagai pengatur keluar biogas.
Dari pengatur inilah, kemudian diberi pipa penyalur dan ditambah semacam speedo untuk pengatur besar-kecilnya biogas. Lalu, diteruskan ke kompor gas layaknya menyambungkan tabung elpiji ke kompor gas. “Sarana yang dipakai dalam biogas ini, itu tetap kompor gas. Hanya, bahannya saja yang diambil dari tinja alias bukan elpiji,’’ tambah bapak empat anak itu.
Sebenarnya, tambah Hidayat, kalau pemanfaatan biogas tinja ini sukses, setiap warga bisa memproduksi sendiri. Masalahnya, septic tank yang digunakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki saluran pembuangan terpisah antara limbah padat dan limbah cair dari kamar mandi dan kakus.
“Jadi, air buangan dari kamar mandi dengan tinja harus dibuang lewat saluran terpisah. Tempat keluarnya biogas, juga harus berada di luar ruangan supaya baunya tidak mengganggu. Akan lebih bagus, kalau bagian atasnya pengatur keluar biogas, diberi endapan air agar bau tidak begitu menyengat,’’ lanjutnya.
Mengenai perawatan Ipal (Instalasi Pengolahan Limbah), kata kakek dua cucu itu, sebenarnya tergolong sangat mudah. Bahkan, Sanimas Molek dicantumkan panduan pembuatan dan perawatan instalasi biogas tinja itu, sehingga bisa dibaca secara umum dan dapat diparktikkan secara meluas.
Hidayat mengatakan, biogas tinja di Sanimas Molek itu sebenarnya cukup berpeluang untuk dikomersilkan bila bisa dikemas seperti elpiji. Hanya saja mereka belum mengetahui teknologi pengemasannya.
“Menurut saya kalau ada semacam pengisian ulang, biogas tinja ini bisa dimanfaatkan optimal. Warga yang tidak memiliki cukup lahan, bisa membeli atau bagaimana caranya untuk mendapatkan pengisian biogas tinja,’’ kata Hidayat.
Di Kota San Antonio, AS, pemanfaatan tinja untuk biogas sudah dijadikan proyek berskala kota. Di kota itu, produksi kotoran manusia yang disebut bio-solid berkisar 140 ribu ton per tahun, dan bila diolah akan menghasilkan sekitar 1,5 juta kaki kubik (sekitar 42.475 meter kubik) gas setiap harinya.
Gas metan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi tungku untuk memasak, bahan bakar penggerak pembangkit listrik dan sebagai pengganti bahan bakar kendaraan di masa mendatang.
Pihak swasta dan Pemerintah setempat akan bekerjasama dalam proyek itu untuk bisa menjernihkan gas, mengurangi kandungan air, menghilangkan kandungan gas karbondioksida, sehingga gas tersebut pada masa mendatang akan bisa dijual pada pasar terbuka.(http://stbm-indonesia.org/?r=sanitasipedia&cat=76&id=516 )
Rincian secara ilmiah, biogas adalah gas yang berasal dari penguraian bahan-bahan organik dengan bantuan bakteri pada proses anaerob (kedap cahaya dan langka / non oksigen). Kandungan biogas adalah 60% CH4 (Metana); 38% CO2 (Karbon Dioksida) serta 2% campuran Nitrogen (N2); Oksigen (O2); Hidrogen Sulfida (H2S); Amoniak (NH3) serta Hidrogen (H2).
Metana atau gas metan yang menjadi unsur utama biogas itulah, yang dapat menghasilkan energi panas apabila dibakar. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses pembentukan biogas itu terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sekitar Maret 2005.
Gas metan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas / LPG), perbedaannya adalah gas metan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas.
Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai Metana. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metana.
ada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester (pencerna) kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang lainnya, seperti China (saat itu), Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas digester, lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Di dalam digester itulah bakteri-bakteri metana mengolah limbah organik seperti kotoran ternak dan sampah pertanian menjadi biogas metana. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain.
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran.
Sisa dari limbah yang telah “dicerna” oleh bakteri metana atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Metode menghasilkan sumber energi alternatif semacam itu, sudah banyak diterapkan di desa-desa yang banyak terdapat hewan ternak dan tanah pertanian. Lantas, bagaimana dengan wilayah perkotaan yang minim lahan pertanian dan jarang didapati peternakan?
Biogas, sebenarnya tidak hanya didapatkan dari olahan kotoran sapi atau sampah pertanian. Kotoran manusia alias tinja, nyatanya bisa dioptimalkan sebagai biogas. Teknologi inilah yang dikembangkan di Kabupaten Malang sejak tahun 2006, khususnya dua lokasi di wilayah Kecamatan Kepenjen, yang kini masih mengalami kendala perlengkapan penyaluran.
Ada dua lokasi yang menjadi sentra pengembangan biogas dari tinja. Sanimas Panji II di Kelurahan Kepanjen dan Sanimas Molek di Jalan Kawi Selatan Kelurahan Cempokomulyo. Sejak tahun 2006 itu pula warga di dua lokasi tersebut dapat merasakan manfaat biogas dari tinja.
Bahkan menurut mereka, biogas dari tinja lebih bagus ketimbang biogas dari kotoran sapi maupun elpiji. “Kalau warnanya, jauh lebih biru. Malah, nyala apinya jauh lebih bagus ketimbang biogas dari kotoran sapi. Hanya saja, waktu itu belum sampai didistribusikan atau dipakai rutin, karena memang perlengkapan pendukung lainnya masih belum ada,” kata operator Sanimas Molek, M Hidayat.
Bagaimana sistem kerjanya? Hidayat menjelaskan, dari septic tank yang sudah disediakan dihubungkan ke tong hampa udara. Di bagian ujung tong tersebut, diberi semacam selang yang bisa dimanfaatkan sebagai pengatur keluar biogas.
Dari pengatur inilah, kemudian diberi pipa penyalur dan ditambah semacam speedo untuk pengatur besar-kecilnya biogas. Lalu, diteruskan ke kompor gas layaknya menyambungkan tabung elpiji ke kompor gas. “Sarana yang dipakai dalam biogas ini, itu tetap kompor gas. Hanya, bahannya saja yang diambil dari tinja alias bukan elpiji,’’ tambah bapak empat anak itu.
Sebenarnya, tambah Hidayat, kalau pemanfaatan biogas tinja ini sukses, setiap warga bisa memproduksi sendiri. Masalahnya, septic tank yang digunakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki saluran pembuangan terpisah antara limbah padat dan limbah cair dari kamar mandi dan kakus.
“Jadi, air buangan dari kamar mandi dengan tinja harus dibuang lewat saluran terpisah. Tempat keluarnya biogas, juga harus berada di luar ruangan supaya baunya tidak mengganggu. Akan lebih bagus, kalau bagian atasnya pengatur keluar biogas, diberi endapan air agar bau tidak begitu menyengat,’’ lanjutnya.
Mengenai perawatan Ipal (Instalasi Pengolahan Limbah), kata kakek dua cucu itu, sebenarnya tergolong sangat mudah. Bahkan, Sanimas Molek dicantumkan panduan pembuatan dan perawatan instalasi biogas tinja itu, sehingga bisa dibaca secara umum dan dapat diparktikkan secara meluas.
Hidayat mengatakan, biogas tinja di Sanimas Molek itu sebenarnya cukup berpeluang untuk dikomersilkan bila bisa dikemas seperti elpiji. Hanya saja mereka belum mengetahui teknologi pengemasannya.
“Menurut saya kalau ada semacam pengisian ulang, biogas tinja ini bisa dimanfaatkan optimal. Warga yang tidak memiliki cukup lahan, bisa membeli atau bagaimana caranya untuk mendapatkan pengisian biogas tinja,’’ kata Hidayat.
Di Kota San Antonio, AS, pemanfaatan tinja untuk biogas sudah dijadikan proyek berskala kota. Di kota itu, produksi kotoran manusia yang disebut bio-solid berkisar 140 ribu ton per tahun, dan bila diolah akan menghasilkan sekitar 1,5 juta kaki kubik (sekitar 42.475 meter kubik) gas setiap harinya.
Gas metan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi tungku untuk memasak, bahan bakar penggerak pembangkit listrik dan sebagai pengganti bahan bakar kendaraan di masa mendatang.
Pihak swasta dan Pemerintah setempat akan bekerjasama dalam proyek itu untuk bisa menjernihkan gas, mengurangi kandungan air, menghilangkan kandungan gas karbondioksida, sehingga gas tersebut pada masa mendatang akan bisa dijual pada pasar terbuka.(http://stbm-indonesia.org/?r=sanitasipedia&cat=76&id=516 )
Komentarku ( Mahrus ali )
مَا خَلَقْنَا السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ(3)
Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.al ahqaf 3
Komentarku ( Mahrus ali )
Segala apa yang di ciptakan oleh Allah , bukan kehendak alam memiliki tujuan –bukan tiada gunanya .Seluruhnya punya tujuan dan manfaat yang agung, bukan manfaat yang sedikit. Karena itu , kita bertambah kagum ketika kita melihat banyak penemuan baru dalam ciptaan Allah di dunia ini .Di ayat lain , Allah menyatakan :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ali imran 191
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan