اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ
Assalamu ‘alaika
Kesejahteraan
untukmu
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ
Kesejahteraan
untukmu
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَاحَبِيْبَ الله
Kesejahteraan
untukmu, wahai kekasih Allah!
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ ياَ رَسُوْلَ الله
Kesejahteraan
untukmu, wahai utusan Allah!
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ أَحْمَدْ يَاحَبِيْبِي
Kesejahteraan
untukmu, Ahmad wahai kekasihku!
Keterangan:
Panggilan wahai kekasih tidak pernah dikatakan
oleh para sahabat kepada Nabi di
hadapan beliau. Tapi ada sahabat yang berkisah tentang Nabi dengan menyebut beliau kekasihku sebagaimana tersebut hadits:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثَةٍ لَا
أَدَعُهُنَّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَبَدًا أَوْصَانِي بِصَلَاةِ الضُّحَى
وَبِالْوَتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَبِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
Abu
Dzar berkata, “Kekasihku Rasulullah
berwasiat dengan tiga, aku tidak akan meninggalkannya, insyaallah ta’ala,
selamanya. Beliau memberi wasiat kepadaku untuk menjalankan shalat Duha,
witir sebelum tidur dan tiga hari puasa tiap bulan.[1]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ طَهَ يَا طَبِيْبِي
Kesejahteraan
untukmu, Thaha wahai dokterku!
Keterangan:
Tiada satupun sahabat yang memanggil Rasulullah dengan kalimat Thaha dan tiada hadits yang
membenarkannya. Imam Bukhari berkata:
سُورَةُ طه قَالَ
عِكْرِمَةُ وَالضَّحَّاكُ بِالنَّبَطِيَّةِ أَيْ طَهْ يَا رَجُلُ يُقَالُ كُلُّ
مَا لَمْ يَنْطِقْ بِحَرْفٍ أَوْ فِيهِ تَمْتَمَةٌ أَوْ فَأْفَأَةٌ فَهِيَ
عُقْدَةٌ
Surat
Thaha. Ikrimah dan Dhahak menyatakan kalimat Thaha adalah bahasa pasaran
artinya wahai lelaki. Kata ini ditujukan kepada orang yang tidak bisa
mengatakan huruf dengan jelas atau samar atau selalu mengeluarkan huruf fa`.
Jadi seperti ikatan atau kesulitan.
Pengarang
Tafsir Adhwa`ul Bayan[2]
berkata :
أَظْهَرُ الْأَقْوَالِ فِيْهِ
عِنْدِي ـ أَنَّهُ مِنَ الْحُرُوفِ الْمُقَطَّعَةِ فِي أَوَائِلِ السُّوَر،
Pendapat
yang paling kuat menurut saya adalah Thaha
termasuk huruf yang terpotong–potong pada permulaan surat.
Tentang
Thabib sebagai panggilan Rasulullah juga, tiada para sahabat atau ulama dulu
yang memanggilnya dengan panggilan thabibi.
Istilah ini hanya dari sang penyair.
Keterangan: Menyebut Rasulullah sebagai dokter untuk
seluruh makhluk tidak pernah dilakukan oleh para sahabat atau ulama salaf
dahulu. Pernyataan
seperti itu dari penyair ini belaka tanpa mencari dalilnya. Jadi kalimat
tersebut baru, boleh dikatakan belum tentu Rasulullah senang kepadanya. Mungkin juga tidak menyukai panggilan itu.
عَنْ أَبِي رِمْثَةَ قَالَ
انْطَلَقْتُ مَعَ أَبِي وَأَنَا غُلَامٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ فَقَالَ لَهُ أَبِي إِنِّي رَجُلٌ طَبِيبٌ فَأَرِنِي هَذِهِ
السِّلْعَةَ الَّتِي بِظَهْرِكَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهَا قَالَ أَقْطَعُهَا
قَالَ لَسْتَ بِطَبِيبٍ وَلَكِنَّكَ رَفِيقٌ طَبِيبُهَا الَّذِي وَضَعَهَا
Dari
Abu Rimtsah berkata: Aku berangkat bersama ayahku kepada Nabi , aku masih
anak muda.
Ayahku
berkata kepada Nabi , sesungguhnya aku dokter lelaki, tunjukkan barang ini
yang ada di punggungmu –maksudnya stempel kenabian.
Rasulullah bertanya:
Mau apa kamu?
Dia menjawab: Aku potong
Rasulullah bersabda: Kamu bukan dokter, tapi teman. Dokternya adalah yang meletakkan stempel itu.[3]
وَقَالَ التِّرْمِذِي حَدِيْثٌ
حَسَنٌ غَرِيْبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيْثِ عُبَيْدِ الله بنِ إِيَاد
Imam
Tirmidzi berkata: Ini hadits hasan nyleneh (asing atau aneh), kami tidak
mengetahuinya kecuali dari jalur Ubadillah bin Iyad.
Karena itu pula Imam Bukhari dan Muslim tidak
meriwayatkannya.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَامِسْكِي وَطِيْبِي
Kesejahteraan
untukmu, wahai misiku dan haruimanku!
Keterangan:
Apalagi wahai misikku, digunakan untuk memanggil Rasulullah e tiada dalilnya. Jadi terkesan ngawur.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ ياَ مَاحِي الذُّنُوْبِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai penghapus dosa – dosa.
Komentarku
( Mahrus ali ): Kalimat tersebut syirik besar, sebab yang menghapus dosa
hanyalah Allah SWT, Allah SWT. berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengetahui.”[4]
Rasulullah juga pernah berdoa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ
نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي
مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Allahumma
inni zhalamtu nafsi zhulman katsiran wala yaghfirudz dzunuba illa anta
faghfirli maghfiratan min ‘indik warhamni innaka antalghafurur rahim. Ya
muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala dinik
“Ya
Allah, sesungguhnya aku telah banyak menganiaya diriku dan tidak akan bisa
mengampun dosa–dosa kecuali Engkau, ampunilah aku dengan pengampunan dari-Mu, dan belas kasihanilah aku,
sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha belas kasih.”[5]
Jadi
menurut hadits dan ayat al-Quran tersebut tidak dibenarkan Rasulullah sebagai
penghapus dosa, di mana beliau sendiri
juga minta ampun kepada Allah SWT. Bahkan ada ayat yang menunjukkan bahwa Allah
SWT. mengampuni dosa Rasulullah secara
keseluruhan sebagai berikut:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ
فَتْحًا مُبِينًا(1)لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا
تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
“Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi
ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus.”[6]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَاحَسَنَ الصِّفَاتِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai orang yang memiliki sifat baik!
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَاعَوْنَ اْلغَرِيْبِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai penolong orang asing.[7]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ أَحْمَدْ يَامُحَمَّدْ
Kesejahteraan
untukmu, Ahmad – Muhammad
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ طَهَ يَامُمَجَّدْ
Kesejahteraan
untukmu, Thaha – Muhammad.[8]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَاكَهْفَا وَمَقْصَدْ
Kesejahteraan
untukmu, wahai gua dan tempat tujuan.[9]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَاجَالِي اْلكُرُوْبِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai pelenyap kesedihan!
Komentar:
kalimat tersebut jelas kesyirikan sebab yang menghilangkan kesedihan bukan
Muhammad , tapi Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ
بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ
لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan
kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika
Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[10]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَاخَيْرَ اْلاَنَامِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai manusia terbaik
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ ياَبَدْرَ التَّمَامِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai purnama kesempurnaan!
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ يَا نُوْرَ الظَّلاَمِ
Kesejahteraan
untukmu,wahai cahaya kegelapan![11]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ ياَ كُلَّ اْلمَرَامِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai segala harapan!
Komentarku
( Mahrus ali ): Kalimat “wahai segala harapan” pun tidak layak diberikan kepada
nabi sebagai nama panggilannya. Ini suatu pujaan yang melewati batas dan
tidak rasional. Karena Rasulullah sekadar
manusia yang lemah sebagaimana ayat :
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia dijadikan
bersifat lemah.”[12]
Bahkan beliau sendiri tidak mengetahui apa
yang akan terjadi pada dirinya besok. Allah SWT. berfirman:
مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ
الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا
يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
“Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang
pertama di antara rasul-rasul (atau aku tidak akan membikin ajaran yang baru
yang berbeda dengan ajaran para Rasul yang lampau ) dan aku tidak mengetahui
apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain
hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah
seorang pemberi peringatan yang menjelaskan."[13]
خَارِجَةُ
بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ أُمَّ الْعَلَاءِ امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ
بَايَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ
اقْتُسِمَ الْمُهَاجِرُونَ قُرْعَةً فَطَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ
فَأَنْزَلْنَاهُ فِي أَبْيَاتِنَا فَوَجِعَ وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ
فَلَمَّا تُوُفِّيَ وَغُسِّلَ وَكُفِّنَ فِي أَثْوَابِهِ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا
السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللَّهُ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَكْرَمَهُ
فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ اللَّهُ فَقَالَ
أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ
وَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللَّهِ مَا يُفْعَلُ بِي قَالَتْ
فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ أَبَدًا حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ مِثْلَهُ وَقَالَ نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ عُقَيْلٍ مَا
يُفْعَلُ بِهِ وَتَابَعَهُ شُعَيْبٌ وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ وَمَعْمَرٌ *
Kharijah bin Zaid bin Tsabit berkata, “Sesungguhnya
Ummul Ala` wanita Anshar yang berbaiat kepada Nabi memberitahunya bahwa kaum
muhajirin diundi, lalu bagian Utsman bin Madh`un jatuh kepada kami, lalu kami
tempatkan di rumah–rumah kami, lalu sakit hingga meninggal dunia. Setelah
dimandikan dan dikafani dengan kain kafannya, Rasulullah masuk, aku berkata:
Rahmat Allah SWT. diberikan kepadamu wahai
Abus Sa`ib, aku bersaksi untukmu, sunggguh Allah SWT. telah memuliakanmu.“
Rasulullah bertanya, “Darimana kamu tahu,
Allah SWT. memuliakannya.”
Aku berkata, “ Siapa yang dimuliakan oleh Allah?
Rasulullah bersabda, “Dia telah meninggal dunia. Demi Allah SWT, aku berharap
dia mendapat kebaikan. Demi Allah SWT, aku tidak mengetahui, padahal aku
Rasulullah , apa yang akan dilakukan kepadaku.“
Ummul Ala` berkata: Demi Allah SWT, aku tidak
akan memuji orang setelah itu.“[14]
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكْ ياَذاَ الْمُعْجِزَاتِ
Kesejahteraan
untukmu, wahai orang yang memiliki beberapa mukjizat.
[1] Sunan
Nasai (2404).
[2]
Muhammad al-Amin bin Muhammad bin
al-Mukhtar al-Jikuni al-Syinqithi. Editor.
[3]
Musnad Ahmad (17038). Sahih. Ia juga dicantumkan dalam kitab Aunul Ma`bud (11/175).
[4] Surat Ali Imran:135.
[5] Muttafaq ‘alaih. Shahih
al-Bukhari (834).
[6] Surat al-Fath:1-2.
[7] Para sahabat
tidak pernah menyebut Rasulullah r dengan kalimat : wahai penolong
orang asing.
[8]
Tentang kalimat Thaha,
lihat komentarnya dalam bab Assalamu ‘alaika.
[9]
Tiada sahabat atau ulama
salaf dahulu yang menyatakan seperti itu, bahkan bisa dikatakan syirik.
[10] Surat
Yunus:107.
[11]
Tiada
sahabat atau ulama salaf dahulu yang menyatakan perkataan seperti itu.
[12] Surat
al-Nisa: 28.
[13] Surat
al-Ahqaf: 9.
[14] Shahih
Muslim (1243).
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan