Kata pengantar:
Rasul
menyampaikan ajaran yang benar di katakan pendusta, tidak dipercaya, kadang mau
dibunuh dan di usir. Tapi tokoh golongan
menyampaikan ajaran yang cocok dengan ajaran golongan meski salah, menyesatkan,
bid`ah dll akan di terima dengan baik, lalu di tokohkan dan
diidolakan. Begitulah manusia di masa dulu, juga berlaku dimasa sekarang. Saya
ingat ayat:
Pemuka-pemuka
dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan
mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu
kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan apakah (kamu akan
mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?"
(
89 ) Sungguh kami mengada-adakan
kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah
Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya,
kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami
meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan kami,
berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah
Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. Al a`raf 88-89.
Inilah
jawaban saya ke 27
Ustadz Tommi
Marsetio menulis
Dan Ibnu
'Umar mempunyai syawahid dari Ibnu 'Abbaas dan Anas, seperti disebutkan oleh
Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah dalam ta'liq beliau atas hadits no. 1108
dalam kitab Shahih-nya, beliau berkata :
وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ،
عَنِ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ،
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ
سَيْرٍ، وَيَجْمَعُ بَيْنَ
الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ،
وَعَنْ حُسَيْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ حَفْصِ
بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه
وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ
الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ، وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ،
وَحَرْبٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ
حَفْصٍ، عَنْ أَنَسٍ، جَمَعَ النَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم
Komentarku
( Mahrus ali ):
Sayang
sekali belum diterjemahkan, mestinya
untuk orang banyak harus diterjemahkan. Jangan d kasih hadis dengan
bahasa arab. Di antara mereka ada yang mengerti dan ada yang tidak. Orang arab
sendiri, kadang tdak mengerti atau tidak paham hadis berbahasa arab seperti
itu, apalagi orang Jawa. Karena itu , saya ambil dari hadis di sahih Bukhari
langsung sbb:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ
أَبِيهِ قَالَ كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ
عَنْ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا
كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَعَنْ
حُسَيْنٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ وَحَرْبٌ عَنْ
يَحْيَى عَنْ حَفْصٍ عَنْ أَنَسٍ جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Telah
menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada
kami Sufyan berkata, Aku mendengar Az Zuhriy dari Salim dari bapaknya berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat
Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada
kepentingan yang serius". Dan berkata, Ibrahim bin Thohman dari Al Husain
Al Mu'alim dari Yahya bin Abu Katsir dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radliallahu
'anhuma berkata:
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjama` shalat Zhuhur dan shalat 'Ashar
bila sedang dalam perjalanan dan menggabungkan shalat Maghrib dan shalat
'Isya'. Dan dari Husain dari Yahya bin Abu Katsir dari Hafsh bin 'Ubaidullah
bin Anas dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam
berpergian ". Hadits ini diikuti pula oleh 'Ali bin Al Mubarak dan Harb
dari Yahya dari Hafsh dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menjama'. HADIST NO - 1041 KITAB BUKHARI
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tiga hadis
itu saling menyalahkan bukan saling mendukung.
Hadis Ibnu
Umar menyatakan:
Nabi
menjamak salat ketika:
إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
bila
tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius" ( bukan
sekedar dalam berpergian yang santai saja )
Dalam
hadis Ibnu Abbas ada sarat:
إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ
bila
sedang dalam perjalanan ( bukan waktu singgah di hotel sehari atau semalam,
tapi ketika dlm perjalanan saja ).
Menurut hadis Anas yang terahir ada sarat:
فِي السَّفَرِ
dalam
berpergian ( tanpa harus berpergian tergesa – gesa, boleh juga dalam berpergian
yang santai. Malah yang dihotel semalam boleh dikatakan musafir dan boleh
menjamak. ).
Menurut
hadis Ibnu Umar dan Anas , Nabi SAW menjamak salat maghrib dan Isya` ,
tapi dalam hadis Ibnu Abbas di
tambahi dengan kalimat menjamak antara
salat Dhuhur dan Asar.
Tiga hadis
yang sama riwayat Bukhari itu berbeda artinya dan lafadhnya dari tiga orang
sahabat. Sulit sekali di cari solusinya. Mana
yang benar dan yang salah di antara tiga hadis itu. Hadis
sedemikian ini menunjukkan kelemahannya karena kacau artinya.
Sungguhpun
demikian, tiga hadis itu tidak bisa di
buat pegangan untuk jamak taqdim atau ta`khir. Dan disitu tiada keterangan
jamak taqdim atau ta`khir. Mengapa disini Ustadz Tommi
Marsetio menggunakan dua hadis tsb untuk jamak taqdim dan ta`khir. Apalagi
diantara tiga hadis itu redaksinya tidak singkron, tapi kacau belau.
Seandainya
sahih, tiga hadis itu masih menunjukkan
jama` suri yaitu mengakhirkan waktu lohor di akhir waktunya dan melakukan salat
Asar di awal waktunya hingga tidak bertentangan
dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anehnya lagi
hadis Ibnu Abbas yang menyatakan salat jamak di waktu perjalanan itu berbeda
dg hadis beliau juga sbb:
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 /
ص 371)
115حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْمَدِينَةِ
إِلَى مَكَّةَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ( ت ) 547 – نسائي
1418 - أحمد 1788
……….., dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi SAW keluar
dari Medinah ke Mekkah tidak takut kecuali kepada Allah – Tuhan seru sekalian
alam, lalu beliau menjalankan salat dua rakaat . Abu Isa berkata: Ini hadis hasan sahih. Tirmidzi 547
. Nasa`I 1418 . Ahmad 1788.
Dalam
hadis di atas, jelas Rasul SAW pergi ke Mekkah dan tidak menjamak, tapi cukup
salat qasar saja. Sudah tentu bersama
sahabat – sahabatnya .Mengapa tiada
sahabat yang menjamak termasuk Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas dikalangan
mereka,bila hadis tentang Rasul SAW menjamak itu benar. Mengapa mereka mengqasar
saja, tidak ada yang menjamak sama sekali, termasuk Ibnu Abbas yang
meriwayatkan hadis tentang menjamak salat tadi.
Bila Rasul
SAW pernah menjamak salat dalam berpergian, mesti salah satu mereka
menjalankannya karena di anggap lebih ringan. Dan untuk apa menjalankan yang
berat bila diperbolehkan menjalankan yang ringan.
Tiada
sahabat yang menjamak salat saat itu menunjukkan bahwa Rasul SAW tidak pernah
menjamak salat dalam berpergian, tapi mengqasar salat saja.
Lihat
hadis dari Ibnu Abbas lagi sbb:
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 /
ص 369)
115حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ( خ ) 4047
………………,Dari
Ibnu Abbas ra berkata: Nabi SAW mukim di
Mekkah sembilan belas hari melakukukan salat dua rakaat ( di qasar ) Sahih
Bukhari.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Mengapa Rasul
SAW dan para sahabatnya tidak menjamak saat itu, dan tiada satupun sahabat yang melakukan jamak taqdim ta`khir
atau jamak suri. Anehnya kita selalu menjamak salat bila berpergian dan tidak
mau menjalankan salat sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Allah yang
sekarang di robah oleh manusia dengan sariat jamak taqdim dan ta`khir. Ikutilah para sahabat akan lebih baik dan
jangan menyelisihinya.
Ibnu Umar
dalam hadis tadi menyatakan: Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan
shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang
serius". Sudah di jawab kemarin.
Dan Salim bin Abdullah bin Umar sendiri
pernah menyatakan dalam suatu hadis:
أَخْبَرَنَا
عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ
شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah
bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia
berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata;
"Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah)
menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di
Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB
NASA'I
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani .
Ibnu Umar sendiri ternyata tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di
Muzdalifah ketika berhaji sebagaimaa
keterangan dari anaknya.
Untuk Ibnu Umar menjamak ketika ada
kabar Istrinya meninggal dunia atau sakit keras itu sekedar perbuatan Ibnu Umar
bukan Nabi SAW. Dan kemarin telah dijelaskan, hal itu jamak suri bukan jamak taqdim atau ta`khir.
شرح
ابن بطال - (ج 5 / ص 102)
كرهت طائفة للمسافر الجمع إلا بعرفة
والمزدلفة، هذا قول النخعى، والحسن، وابن سيرين، وإليه ذهب أبو حنيفة وأصحابه،
واحتجوا بأن مواقيت الصلاة قد صحت فلا تترك لأخبار الآحاد.
Segolongan
ulama tidak suka melakukan salat jamak
kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin.
Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh
ditinggalkan karena hadis Ahad.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Itulah
pendapat yang tepat, dan menjalankan jamak taqdim atau ta`khir adalah pendapat
yang salah, tidak cocok dengan Quran,
menyelisihinya . Jangan sampai membuang al Quran untuk mengambil perkataan perawi hadis. Sudah
tentu, Allah harus di dahulukan dari pada perawi.
Fakhruddin
al Munadhir berkata:
فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.
Bila hadis mutawatir
bertentangan dengan hadis Ahad, maka
kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut seluruh Ushuliyiin - termasuk
juga bila hadis bertentangan dengan ayat, maka kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis
bila sulit/ mustahil di ambil jalan tengah. Sungguh imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk
Medinah ketika konflik atau kontradiksi
dengan hadis seorang perawi . Sebab
prilaku penduduk Medinah dlm abad
– abad yang utama termasuk masih naqli (
kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di
katakan mencapai derajat mutawatir.
Anas
bin Malik yang tadi menyampaikan
hadis sbb: "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam
berpergian"
Beliau
juga meriwayatkan hadis ini:
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 405)
- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَقَ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ
قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ كَمْ أَقَامَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ قَالَ عَشْرً
………., Anas bin Malik berkata: Kami keluar bersama
Nabi SAW dari Medinah ke kota Mekkah
lalu beliau menjalankan salat dua rakaat. Perawi berkata: Aku berkata kepada Anas:
Berapa hari Rasul SAW menetap di Mekkah, beliau menjawab: Sepuluh hari. HR
Tirmidzi hadis Hasan Sahih , kata Tirmidzi.
Komentarku
( Mahrus ali ): Anas yang hadisnya anda gunakan sebagai pedoman Jamak taqdim dan
ta`khir ternyata ketika bersama Nabi SAW di Mekkah juga tidak melakukan jamak
bersama para sahabat yang lain. Jadi
dalam hadis – hadis jamak yang telah disebutkan tadi tidak terbukti . Artinya
bertentangan dengan realita perbuatan Nabi SAW dan para sahabatnya.
Anda
menyatakan lagi:
Berarti,
menurut pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid, mafhumnya adalah :
Rasulullah dan para sahabat beliau (yang mana Al-Qur'an turun kepada mereka dan
mereka adalah kaum yang paling memahami Kitabullah) telah menyalahi ayat 103
dari QS An-Nisaa' tersebut karena telah menjamak shalat dan mereka telah
berdosa.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tunjukkan
bukti bahwa Rasul SAW dan para sahabatnya menjamak salat waktu berpergian ?
Tentu anda tidak akan bisa membuktikannya. Tapi anda akan bertemu dengan bukti
lain yang bertentangan dengan keputusan anda, yaitu Rasul SAW dan para sahabatnya tidak menjamak
kecuali di Muzdalifah, lihat perkataan
Ibnu Umar dan Ibnu Mas`ud tadi
yang menyatakan bahwa Rasul SAW tidak
pernah menjamak salat kecuali di Muzdalifah. Untuk menjamak di Arofah akan kita
bahas ditempat lain.
Anda
menyatakan lagi:
PS :
Saya
berdo'a semoga Allah Ta'ala mengembalikan pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah
Al-Mujaddid kepada khithah agama Islam ini serta tidak menambah-nambahi
kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan
ahlussunnah.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Doamu
terbalik, malah anda yang keliru itu perlu didoakan agar kembali kepada ajaran
tanpa jamak salat dalam berpergian dalam salat agar cocok dengan ayat 103 Nisa`
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anda
menyatakan:
………. serta
tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah
keluar dari jalan ahlussunnah.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tunjukkan
mana ajaran saya yang kamu anggap sesat, jangan di simpan. Bila anda
menjumpainya, itulah yang saya cari. Bila
anda tidak menjumpainya maka ber arti anda telah melontarkan fitnah
kepada seorang mukmin. Apakah anda tidak
takut dengan ayat:
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ
عَذَابُ الْحَرِيقِ
.Sesungguhnya orang-orang yang
mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan
kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka
azab (neraka) yang membakar.
Ayat tersebut mirip dengan ayat sbb :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا
وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang
mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Ingatlah
kalimat seorang penyair sbb:
إِنْ كَانَ يُعْجِبُكَ السُّكُوْتُ
فَإِنَّهُ ... قَدْ كَانَ يُعْجِبُ قَبْلَكَ اْلأَخْيَارَا
وَ لَئِنْ نَدِمْتَ عَلَى سُكُوْتٍ مَرَّةً
... فَلَقَدْ نَدِمْتَ عَلَى اْلكَلاَمِ مِرَارًا
Bila kamu tertarik untuk diam, maka
sungguh orang – orang baik sebelummu juga begitu .
Bila kamu menyesal atas diam sekali , sungguh kamu beberapa kali menyesal karena pembicaraanmu
.
Apakah
para sahabat yang tidak menjamak dalam
berpergian itu kamu katakan telah keluar dari manhaj ahlus sunnah.
Segolongan
ulama tidak suka melakukan salat jamak
kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin.
Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh
ditinggalkan karena hadis Ahad. Lihat
dalam syarah Ibn Batthal 102/5
Apakah ulama – ulama tsb kamu anggap keluar
dari ahlis sunnah .Lalu kamu yang menentang ayat 103 Nisa` itu termasuk ahlus
sunnah.
Bersambung…………….
Dan untuk lainnya akan di jawab di hari berikutnya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan