Kata
pengantar:
Seorang
yang menyampaikan kebenaran yang beda dengan ajaran lingkungan akan mendapat
tantangan dari golongan – golongan yang ada, apalagi golongan mayoritas.
Siapapun yang menyampaikan, saya, anda atau para Nabi. Saya ingat ayat:
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ
وَالْأَحْزَابُ مِن بَعْدِهِمْ ۖ وَهَمَّتْ كُلُّ
أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ ۖ وَجَادَلُوا
بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ ۖ
فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ
Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan ( ormas ) yang bersekutu sesudah
mereka telah mendustakan (rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar
terhadap rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan (alasan)
yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku
azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku? Ghafir 5
Bila
kita diam, tidak berkata yang benar, kita simpan ilmu, lalu kita sampaikan hal
kebodohan atau ajaran yang landasannya hanya kira – kira dan praduga, mereka
akan senang kepada kita . Tapi kita dilaknat oleh Allah sebagaimana dalam ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا
أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ
فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, Al baqarah 159.
Jawabanku ke 31
Ust.
Ibnu Taimiyyah alumni IMM JAPAN Universitas Osaka-shi, Japan
menulis Sebenarnya aa salut ada ust. Yg berfikir out of the box, karena dengan
begitu bisa mendapatkan ilmu n hal2 baru.. Tapi menolak hukum jama' sholat,
sama saja menolak ijma' ulama di semua mazhab.. Subhanalloh.. Belajar lagi
ust...
Komentarku
( Mahrus ali ):
Anda
menerima jamak shalat karena anda tidak mengerti hadis bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menjamak kecuali di Muzdalifah
yang telah saya paparkan dalam jawaban – jawaban saya yang lalu. Bila
anda tahu, maka anda tidak akan berkata seperti itu, bahkan anda akan acc
dengan larangan saya untuk jamak taqdim atau ta`khir.
Hal
itu terjadi pada anda karena anda tergesa – gesa, tidak dipikir dulu, dilihat
lagi di kitab – kitab klasik arab dalam bidang ini, tapi tanpa pikir panjang ,
cukup dengan pokir pendek dan tanpa melihat dalam kitab – kitab klasik lagi
tapi cukup apa yang didengar dari guru. Akhirnya anda menyatakan bahwa ulama
telah ijmak masalah jamak taqdim atau ta`khir. Bila anda ajarkan hal itu,
maka anda akan berdosa dan menyesatkan tidak mendapat pahala dan memberikan
pencerahan tapi penggelapan tanpa disadari. Lihat keterangan saya dibawah ini
yang menolak keterangan anda bahwa jamak takdim dan ta`khi sudah
menjadi ijma ` ulama.
Syaikh
Muqbil al wadi`I berkata:
القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر
مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على
صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة
في وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني"
هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في
"مصنفه" عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل
صلاة في السفر، فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون
العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما
نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة،
وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat
yang kelima: Larangan jamak dengan alasan berpergian secara mutlak. Ia
hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah dan Mina ) . Inilah
pendapat Madzhab hanafi . Bahkan Imam Abu Hanifah berkata melebihi dua
temannya : Tidak boleh dijamak karena nusuk kecuali dia
menjalankan salat dengan berjamaah. Bila mejalankan salat sendirian, maka
harus di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya. Abu Yusuf dan
Muhammad berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri dalam hal ini sama
dengan berjamaah.
Ibnu
Qudamah dalam kitab al Mughni menceritakan ini dari riwayat Ibn
Qasim dari Malik dan pilihannya.
Ibnu
Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I
berkata: Al aswad dan teman- temannya ketika berpergian turun dari
kendaraannya setiap waktu salat. Mereka menjalankan salat maghrib
tepat waktunya lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat
Isya`.
Al
Hasan dan Ibnu Sirin berkata: Aku tidak tahu hadis yang
menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau berpergian kecuali
menjamak salat dhuhur dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah.
Lihat karya Syaikh Muqbil al jam`u bainas shalatain.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Itulah
kutipan saya dari keterangan Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak
sependapat dengan pendapat Madzhab Abu Hanifah. Itu masalah pemahaman
beliau. Saya mengutip keterangan itu karena terpadu dengan
pemahaman saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud
yang menyatakan tiada hadis sahih yang menjelaskan bolehnya jamak
taqdim.
Kalau
saya, bahkan jamak ta`khirpun saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia
bertentangan dengan ayat . Hal ini cocok sekali dengan pendapat Imam Al
Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan teman – temannya.
Anda
menyatakan:
Subhanalloh..
Belajar lagi ust...
Komentarku
( Mahrus ali ):
Saya
yang benar tidak mengatakan kepada anda sepeti itu, tapi anda yang keliru malah
mengatakan seperti itu, apalagi bila anda dipihak yang benar dan saya dipihak
yang salah.
Saya
tetap mengajar juga tetap belajar dengan membaca karya – karya para
ulama` dan bisa memilah mana yang salah dan mana yang benar. Saya tidak suka
dengan pembaca yang bodoh, tidak mampu memilih mana yang salah dan mana yang
benar. Lalu di telan saja. Ini awal kesesatan bukan yang terahir. Akhinya bila
tahu yang benar dia akan memuntahkan kesalahan yang telah ditelannya.
Anwar
Al Jaidy dari UI jurusan sastra arab tinggal di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta menulis :
izin
menambahkan .. Firman Alloh itu tidak dapat sepenggal-sepenggal di pakai untuk
hujjah karena setiap Berfirman Alloh Subhanahuwata'ala selalu memberikan SYARAT
di awal ayat atau di akhir ayat atau pada ayat sebelumnya atau pada ayat
sesudahnya...silahkan di teliti lagi bagi orang yang mau berfikir..! mudah2an
pemahaman kyai Mahrus Ali Ali dapat berubah.....Ana hanya dapat mengatakan
Barangsiapa melanggar batas kebenaran pasti kehilangan arah. Barokallohufiikum
Komentarku
( Mahrus ali ):
Sekarang
saya sampaikan ayatnya sbb:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ
فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
(
103 ) Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
Anda
menyatakan :
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tetap
saja artinya ayat itu medukung pernyataan saya tidak boleh jamak taqdim atau
ta`khir , tapi shalat itu sudah ditentukan waktunya, tidak boleh di
dahulukan atau di akhirkan dari waktunya. shalat
Ini
ayat sebelumnya saya cantumkan sbb:
Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka
(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka
denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.
Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu
meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan
atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Ternyata
juga tidak ada perintah jamak taqdim atau ta`khir. Dan tetap
arti ayat 103 itu adalah shalat harus di lakukan tepat
waktu.
Joe
Minanurrohman – alumni sekolah sekuler 1984 menulis : bingung karo pak
makrus, pak yai sehat to?
Jhon
Melaks Makin aneh saja pak kiayi satu ini
Muslim
Bojonegoro soyo suwe soyo ...
Komentarku
( Mahrus ali ):
Komentar
tsb kosong, tidak ada ilmu yang di ambil, layak sekali komentar orang bodoh
bukan orang alim. Memang orang yang menyampaikan kebenaran yang berbeda jauh
dengan ajaran lingkungan yang salah dan di anggap benar oleh mayoritas golongan
– selalu di katakan gila. Sejak dulu hingga sekarang, manusia itu
ya begitu, tiada bedanya orang dulu dengan era sekarang. Siapapun yang
menyampaikan kebenaran pasti mengalami spt itu, kapan dan dimanapun. Lihat saja
ayat ini:
أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ
جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Atau
(apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit
gila." Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan
kebanyakan mereka benci kepada kebenaran. Almukminun 70
Beda
sekali dengan orang yang menyampaikan ajaran yang di amini oleh golongan
maka akan mendapat sanjungan, bukan cacian, mendapatkan dukungan bukan
serangan. Pada hal, apa yang di sampaikan kadang bertentangan dengan
hadis dan al Quran. Ingatlah ayat ini:
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن
قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Dan
sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu maka turunlah
kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang selalu mereka
perolok-olokkan. Anbiya` . 41.
Abu
Nafisah alumni King
Abdulaziz University
- Tinggal di Jeddah
Dari
Ponogoro, Jawa Timur, Indonesia menulis :
menulis
: Nyuwun sewu... Mungkin ini bisa jadi penambah wawasan kita. Secara
garis besar,ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan menjamak dua sholat
ketika safar. 1. Musafir boleh menjamak sholat,baik itu jamak taqdim maupun
jamak ta'khir. 2. Musafir boleh menjamak sholat jika dalam safarnya dia dikejar
waktu. 3. Musafir hanya boleh melaksanakan jamak ta'khir. 4. Musafir sama
sekali tidak boleh menjamak sholat. Dan hanya boleh menjamak sholat di arofah
dan muzdalifah. Dalam rangka keluar dari perbedaan pendapat para ahli fiqh di
atas,Imam Nawawi Rohimahulloh menulis: "Tidak ada perbedaan pendapat bahwa
meninggalkan jamak lebih utama,masing masing sholat di dirikan pada
waktunya,demi keluar dari perbedaan pendapat. Sesungguhnya,Abu hanifah dan
sekelompok thobi'in tidak membolehkannya . Di antara ulama yg menegaskan bahwa
meninggalkannya lebih utama adalah Imam Ghozali Rohimahulloh." Nyuwun sewu
,yai makhrus... Nyuwun penjelasan panjenengan dg keteranganipun imam nawawi
puniko. Jazaakallohu khoiru jaza
Abu
Nafisah menulis lagi :Nyuwun sewu... Yang saya pahami dg keterangan imam nawawi
rohimahulloh adalah jika tidak menjamak sholat ketika safar itu lebih utama. Sedangkan
bila menjamakpun,hal itupun boleh boleh saja. Jazaakallohu khoir
Komentarku
( Mahrus ali ):
Saya
cocok dengan perkataan Imam Nawawi yang ini:
Sesungguhnya,Abu
hanifah dan sekelompok thobi'in tidak membolehkannya.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tapi
bila Imam Nawawi memperbolehkan menjamak , saya tidak tahu dalilnya dan
bertentangan dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan
para sahabatnya . Ingat hadis sbb:
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ
قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ
شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah
mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin
Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah,
"Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? '
la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB
NASA'I
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141) حَدَّثَنَا
عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ
حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
………..,
dari Abdullah ra berkata: Aku tidak melihat Nabi SAW
menjalankan salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara
Maghrib dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya.
HR Bukhari 141/6
Komentarku
( Mahrus ali ): Hadis tsb muttafaq alaih, Jadi menurut Abdullah bin
Mas`ud Rasul tidak pernah melakukan jamak di perjalanan dan dirumah
kecuali di Muzdalifah itu. Ini jelas bertentangan dengan hadis Ibnu Umar tadi
. Saya pilih ini saja yang tidak bertentangan dengan al Quran dari pada
memilih jamak salat lalu saya buang ayat. Dan saya termasuk inkarul ayat.
Orang
yang melakukan jamak taqdim dan ta`khir tidak mendapatkan pahala , tapi dosa
besar karena menyalahi ayat :
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. 103 Annisa`
Dia
dengan sengaja membuang ayat itu untuk mengambil hadis yang masih
diperselisihkan kebenarannya dan bertentangan antara satu hadis dengan
yang lain. Dia mendustakan Allah dan percaya pada perawi, sama dengan
meninggalkan ayat untuk sujud pada perawi.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan