Kata
pengantar:
Terkadang
kebenaran di sampaikan lalu diketawakan, bahkan si penyampai di katakan bodoh.
Akan tetapi bila ajaran golongan yang di
sampaikan meski menyesatkan di anggap benar dan didukung. Itulah watak asli
manusia. Saya ingat ayat:
قالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن
قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ
وَلَٰكِنِّي رَسُولٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata:
"Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal
dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta".
(
67 ) Hud herkata "Hai kaumku, tidak
ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan
semesta alam.
Nah ,
begitulah resiko orang yang menyampaikan kebenaran dan alangkah enaknya orang yang menyampaikan ajaran keliru yang cocok
dengan golongan.
Inilah
jawabanku ke 24 kali ini bab Jamak
salat.
Ustadz Tommi Marsetio
dari Tangeran menulis sbb:
Katanya,
sepuluh tahun tidak jamak shalat]
Katanya,
ia sepuluh tahun tidak melakukan jamak taqdim dan takhir.
Katanya
pula, jamak taqdim atau takhir bertentangan dengan ayat
:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Dan
sebagai khulashah-nya, ia pun berkesimpulan : Bagi saya melakukan jamak taqdim
atau ta`khir menyalahi ayat dan berdosa.
Padahal,
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melakukan jamak shalat.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ
قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَجِلَ بِهِ السَّيْرُ جَمَعَ
بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata, aku membaca kepada
Maalik, dari Naafi', dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Dahulu jika Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wasallam melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa, beliau
menjamak antara shalat Maghrib dan 'Isyaa'."
[Shahiih
Muslim no. 703]
Naafi'
tidak bertafarrud dalam periwayatannya dari Ibnu 'Umar, ia mempunyai mutaba'at,
antara lain dari : (saya tidak menyebutkan semuanya)
1.
Saalim bin 'Abdillaah bin 'Umar, melalui jalur Ibnu
Syihaab Az-Zuhriy ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1092, 1108, 1109, 1673.
2.
Aslam maulaa 'Umar, melalui jalur Zaid bin Aslam ;
Shahiih Al-Bukhaariy no. 1805, 3000.
3.
Sa'iid bin Jubair, melalui jalur Salamah bin Kuhail
dengan redaksi matan
:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ: "
أَنَّهُ صَلَّى الْمَغْرِبَ بِجَمْعٍ، وَالْعِشَاءَ بِإِقَامَةٍ "، ثُمَّ
حَدَّثَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ صَلَّى مِثْلَ ذَلِكَ، وَحَدَّثَ ابْنُ
عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَنَعَ مِثْلَ ذَلِكَ
Dari
Sa'iid bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib dengan dijamak dan shalat 'Isyaa'
dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia
pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih
Muslim no. 1289]
4.
'Abdullaah bin Diinaar, melalui jalur Rabii'ah bin
Farruukh (beliau adalah Rabii'ah Ar-Ra'yi, guru Al-Imam Maalik) dengan redaksi
matan :
قَالَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَأَنَا عِنْدَ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَسِرْنَا فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قَدْ أَمْسَى قُلْنَا
الصَّلَاةُ فَسَارَ حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ وَتَصَوَّبَتْ النُّجُومُ ثُمَّ
إِنَّهُ نَزَلَ فَصَلَّى الصَّلَاتَيْنِ جَمِيعًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ صَلَّى
صَلَاتِي هَذِهِ يَقُولُ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا بَعْدَ لَيْلٍ
('Abdullaah
bin Diinar) berkata, "Matahari akan terbenam sementara aku berada di sisi
'Abdullaah bin 'Umar, maka berangkatlah kami. Tatkala kami melihat matahari
telah tenggelam, kami katakan, "Shalat!" namun Ibnu 'Umar tetap
meneruskan perjalanannya hingga senja telah menghilang dan muncullah
bintang-bintang. Kemudian Ibnu 'Umar singgah dan shalat dengan menjamak kedua
shalat tersebut (yaitu Maghrib dan 'Isyaa') dan ia berkata, "Aku pernah
melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam jika mengalami kesulitan dalam
perjalanan, beliau shalat seperti shalatku ini," perawi mengatakan,
"Dengan menjamak keduanya setelah malam tiba."
[Sunan
Abu Daawud no. 1217]
Dan Ibnu
'Umar mempunyai syawahid dari Ibnu 'Abbaas dan Anas, seperti disebutkan oleh
Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah dalam ta'liq beliau atas hadits no. 1108
dalam kitab Shahih-nya, beliau berkata
:
وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ،
عَنِ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ
بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ،
وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ، وَعَنْ حُسَيْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ، وَتَابَعَهُ
عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، وَحَرْبٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ حَفْصٍ، عَنْ أَنَسٍ،
جَمَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
Berarti,
menurut pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid, mafhumnya adalah :
Rasulullah dan para sahabat beliau (yang mana Al-Qur'an turun kepada mereka dan
mereka adalah kaum yang paling memahami Kitabullah) telah menyalahi ayat 103
dari QS An-Nisaa' tersebut karena telah menjamak shalat dan mereka telah berdosa.
PS :
Saya
berdo'a semoga Allah Ta'ala mengembalikan pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah
Al-Mujaddid kepada khithah agama Islam ini serta tidak menambah-nambahi
kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan
ahlussunnah.
Sungguh,
Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang
sedang safar serta kesulitan untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya karena
safar mereka dan ini juga amalan para salafush-shalih kita. Inilah rahmat Allah
Ta'ala bagi kaum muslimin. Jika ada yang memang mau mengambil rukhshah tersebut
ketika safar, maka itulah sunnah, karena Rasul dan para sahabatnya melakukannya
ketika safar. Namun jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang
yang mengambil rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an,
maka.......???
Wallaahu
a'lam
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tommi
Marsetio menulis :
Padahal,
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melakukan jamak shalat.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ
قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَجِلَ بِهِ
السَّيْرُ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata, aku membaca kepada
Maalik, dari Naafi', dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Dahulu jika Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wasallam melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa, beliau
menjamak antara shalat Maghrib dan 'Isyaa'."
[Shahiih Muslim no. 703]
[Shahiih Muslim no. 703]
Komentarku
( Mahrus ali ):
Ada
kalimat yang kurang pas dalam terjemahan yaitu:
aku
membaca kepada Maalik,
Mestinya:
Aku membacakan hadis kepada Imam Malik………..
Hadis tsb tidak menunjukkan jamak taqdim atau
ta`khir, lihat saja keterangannya tiada kalimat yang menunjukkan jamak takdim
apalagi ta`khir. Bila dijamak taqdim akan bertentangan dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. 103
Annisa`
Begitu juga bila dijamak ta`khir. Agar tidak menyalahi ayat itu, maka hadis tsb di
arahkan ke jamak suri .
Abu Dawud
berkata:
وَلَيْسَ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ
حَدِيثٌ قَائِمٌ
التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي
الكبير - (ج 2 / ص 180)
Dalam jama`
taqdim tiada hadis sahih yang mendukungnya.
مجلة المنار - (ج 27 / ص 513)
وروى مسلم من حديث يحيى بن سعيد ، حدثنا
عبيد الله أخبرني نافع عن ابن عمر أنه كان إذا جدَّ به السير جمع بين المغرب
والعشاء بعد أن يغيب الشفق ، ويذكر أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم - كان إذا
جدّ به السير جمع بين المغرب والعشاء .حديث ابن عمر في جمع التأخير :
قال الطحاوي : حديث ابن عمر إنما فيه
الجمع بعد مغيب الشفق من فعله ،
وذكر عن النبي - صلى الله عليه وسلم -
أنه جمع بين الصلاتين ، ولم يذكر كيف
كان جمعه ؛ هذا إنما فيه التأخير من فعل
ابن عمر لا فيما رواه عن النبي - صلى
الله عليه وسلم
Imam
Muslim meriwayatkan dari hadis
Yahya bin Sa`id , bercerita kepada kami
Nafi` dari Ibn Umar , bahwa beliau
ketika tergesa - gesa dalam perjalanan
karena ada kepentingan, maka menjamak antara salat Maghrub dan Insya` setelah
sinar merah ( matahari ) hilang. Beliau menyebutkan bahwa Rasul SAW
bila tergesa – gesa dalam perjalanan
karena ada kepentingan , maka menjamak antara salat Maghrib dan Isya`
Tentang
hadis Ibnu Umar dalam jamak Ta`khir :
Imam
Thahawi mengatakan: Hadis Ibn Umar itu
menjelaskan bahwa Ibnu Umar menjama` setelah sinar merah matahari hilang
hanyalah dari perbuatannya. Beliau menyebutkan
bahwa Nabi SAW juga menjalankan
salat jamak antara dua salat. Beliau
tidak menyebutkan bagaimana cara Nabi
SAWmenjamaknya. Jadi jamak ta`khir ini
hanyalah dari perbuatan Ibnu Umar bukan
apa yang di riwayatkannya dari Nabi SAW.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Jadi
bukan Nabi SAW yang menjalankan jamak itu tapi dari perbuatan Ibnu Umar dan kita
belum memiliki dalil tentang hal itu
dari Nabi SAW yang sahih lagi valid. Dan jamak ta`khir itu
juga bertentangan dengan ayat 103 Nisa` tadi yang menjelaskan salat itu
punya waktu sendiri, tidak boleh di campurkan aduk. Tapi harus di jalankan
tepat waktunya. Bila kita menjalankan
salat jamak taqdim atau ta`khir
maka kita akan membuang ayat untuk ikut
perbuatan Ibnu Umar itu.
Syaikh
Muqbil al wadi`I berkata:
القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر
مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على
صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة في
وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني"
هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في "مصنفه"
عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل صلاة في السفر،
فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما
نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة،
وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat yang kelima: Larangan jamak
dengan alasan berpergian secara mutlak.
Ia hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah dan Mina ) . Inilah pendapat Madzhab hanafi .
Bahkan Imam Abu Hanifah berkata melebihi
dua temannya : Tidak boleh dijamak karena nusuk kecuali dia menjalankan salat dengan berjamaah. Bila
mejalankan salat sendirian, maka harus
di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya. Abu Yusuf dan Muhammad berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri
dalam hal ini sama dengan berjamaah.
Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni
menceritakan ini dari riwayat Ibn
Qasim dari Malik dan pilihannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I
berkata: Al aswad dan teman- temannya ketika berpergian turun dari kendaraannya
setiap waktu salat. Mereka
menjalankan salat maghrib tepat waktunya
lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat Isya`.
Al Hasan dan Ibnu Sirin berkata: Aku
tidak tahu hadis yang menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau
berpergian kecuali menjamak salat dhuhur
dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah. Lihat karya Syaikh
Muqbil al jam`u bainas shalatain.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah kutipan saya dari keterangan
Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak sependapat dengan pendapat Madzhab
Abu Hanifah. Itu masalah pemahaman
beliau. Saya mengutip keterangan itu
karena terpadu dengan pemahaman
saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud yang menyatakan tiada hadis sahih yang menjelaskan bolehnya jamak taqdim.
Kalau saya, bahkan jamak ta`khirpun
saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia bertentangan dengan ayat .
Hal ini cocok sekali dengan pendapat
Imam Al Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan teman – temannya.
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
……….., dari Abdullah
ra berkata: Aku
tidak melihat Nabi SAW menjalankan
salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib
dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya. HR
Bukhari 141/6
Komentarku
( Mahrus ali ): Hadis tsb muttafaq alaih, Jadi menurut Abdullah bin
Mas`ud Rasul tidak pernah melakukan jamak di perjalanan dan dirumah kecuali di Muzdalifah itu. Ini jelas
bertentangan dengan hadis Ibnu Umar tadi . Saya pilih ini saja yang tidak bertentangan
dengan al Quran dari pada memilih jamak salat lalu saya buang ayat. Dan saya
termasuk inkarul ayat.
المنتقى - شرح الموطأ - (ج 1 / ص 339)
وَقَالَ أَشْهَبُ أَحَبُّ إلَيَّ أَنْ
لَا يَجْمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِي سَفَرٍ وَلَا حَضَرٍ إِلَّا
بِعَرَفَةَ
Asyhab berkata: Aku lebih
suka tidak melakukan jamak antara dhuhur
dan Asar dalam perjalanan atau dirumah
kecuali di Arofah. Al Muntaqa 339/1
Fakhruddin
al Munadhir berkata:
فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.
Bila hadis mutawatir
bertentangan dengan hadis Ahad, maka
kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut seluruh Ushuliyiin - termasuk
juga bila hadis bertentangan dengan ayat, maka kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis
bila sulit/ mustahil di ambil jalan tengah. Sungguh imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk
Medinah ketika konflik atau kontradiksi
dengan hadis seorang perawi . Sebab
prilaku penduduk Medinah dlm abad
– abad yang utama termasuk masih naqli (
kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di
katakan mencapai derajat mutawatir.
Anda
menyatakan:
Naafi'
tidak bertafarrud dalam periwayatannya dari Ibnu 'Umar, ia mempunyai mutaba'at,
antara lain dari : (saya tidak menyebutkan semuanya)
1. Saalim bin 'Abdillaah bin 'Umar, melalui jalur Ibnu Syihaab Az-Zuhriy ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1092, 1108, 1109, 1673.
2. Aslam maulaa 'Umar, melalui jalur Zaid bin Aslam ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1805, 3000.
1. Saalim bin 'Abdillaah bin 'Umar, melalui jalur Ibnu Syihaab Az-Zuhriy ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1092, 1108, 1109, 1673.
2. Aslam maulaa 'Umar, melalui jalur Zaid bin Aslam ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1805, 3000.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Marilah
kita lihat hadis yang dari Salim sebagai pendukungnya.
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ
أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمٌ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَعْجَلَهُ السَّيْرُ فِي السَّفَرِ يُؤَخِّرُ
صَلَاةَ الْمَغْرِبِ حَتَّى يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِقَالَ سَالِمٌ
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ إِذَا
أَعْجَلَهُ السَّيْرُ وَيُقِيمُ الْمَغْرِبَ فَيُصَلِّيهَا ثَلَاثًا ثُمَّ
يُسَلِّمُ ثُمَّ قَلَّمَا يَلْبَثُ حَتَّى يُقِيمَ الْعِشَاءَ فَيُصَلِّيهَا
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يُسَلِّمُ وَلَا يُسَبِّحُ بَيْنَهُمَا بِرَكْعَةٍ وَلَا
بَعْدَ الْعِشَاءِ بِسَجْدَةٍ حَتَّى يَقُومَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami
Syu'aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya Salim dari
'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Aku melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika tergesa gesa dalam perjalanan , Beliau
menangguhkan shalat Maghrib dan menggabungkannya bersama shalat 'Isya'".
Berkata, Salim: "Dan 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu mengerjakannya
juga bila tergesa-gesa dalam perjalanan. Beliau hanya melaksanakan shalat
Maghrib sebanyak tiga raka'at lalu salam. Kemudian berdiam sejenak lalu
melaksanakan shalat 'Isya' sebanyak dua raka'at dan dia tidak menyelingi
diantara keduanya dengan shalat sunnah satu raka'atpun dan juga tidak
sesudahnya hingga Beliau bangun di tengah malam (untuk shalat malam).
HADIST NO
- 1042 KITAB BUKHARI
Komentarku
( Mahrus ali ):
Hadis yang
anda katakan sebagai pendukung ternyata
tiada keterangan jamak taqdim atau
Ta`khir. Agar tidak bertentangan dengan ayat 103 Nisa` harus di artikan jamak
suri yaitu meng akhirkan salat maghrib
di akhir waktunya lalu menjalankan salat Isya` di awal waktu .
Ada
kalimat " Kemudian berdiam sejenak " ada kemungkinan untuk menanti
Isya`. Bila dijamak taqdim , maka dikerjakan langsung dan tidak mungkin seorang
sahabat berani menentang al Quran.
Apalagi ini sebagaimana di katakan oleh Imam Thahawi bahwa hal itu sekedar perbuatan Ibnu Umar. Sebab
kapan Rasul SAW menjalankan hal itu tidak terdapat keterangan dalam hadis. Yang ada keterangan hanyalah Rasul SAW menjalankannya ketika
wukuf di Arofah dan Muzdalifah ketika bermalam di sana.
Ada hadis
sbb:
حَدَّثَنَا أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ
أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ
ثُمَّ رَقَدَ رَقْدَةً بِالْمُحَصَّبِ ثُمَّ رَكِبَ إِلَى الْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ
Telah
menceritakan kepada kami Ashbagh bin Al Faraj telah mengabarkan kepada kami
Ibnu Wahb dari 'Amru bin Al Harits dari Qatadah bahwa Anas bin Malik
radliallahu 'anhu menceritakan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melaksanakan shalat Zhuhur, 'Ashar, Maghrib dan 'Isya' kemudian Beliau
tidur sejenak di Al Muhashib (tempat melempar jumrah di Mina) lalu Beliau
menunggang tunggangannya menuju ke Ka'bah Baitullah lalu thawaf disana".
Hadits ini dikuatkan pula oleh Al Laits telah menceritakan kepada saya Khalid
dari Sa'id dari Qatadah bahwa Anas bin Malik radliallahu 'anhu menceritakan
kepadanya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. HADIST NO – 1637 /KITAB BUKHARI
Komentarku
( Mahrus ali ):
Hal yang
paling perlu di ingat dan jangan dilupakan, saat itu Rasul SAW tidak
menjalankan salat jamak. Pada hal beliau
masih dalam perjalanan haji bukan mukim di Medinah. Tiada keterangan
jamak dalam hadis tsb, jangan di ada – adakan. Mengapa Rasul SAW dan para sahabatnya tidak melakukan jamak salat
bersama Nabi SAW sewaktu haji wada`, atau sewaktu berangkat pergi ke Mekkah untuk pulang dari padanya kecuali di Arofah
dan Muzdalifah. Jadi perbuatan para sahabat
dan Nabi SAW ini beda dengan kita yang selalu menjamak taqdim atau
ta`khir ketika berpergian. Da saya sendiri tidak mengerti dalilnya.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ بِالْبَطْحَاءِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ
الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ تَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ
الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dari 'Aun bin Abu Juhaifah berkata, aku mendengar Bapakku, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat bersama para sahabat di
daerah Bathha`, dan di hadapan beliau ditancapkan sebuah tombak kecil. Beliau
mengerjakan shalat Zhuhur dua rakaat dan shalat Ashar dua rakaat, sementara
wanita dan keledai berlalu lalang di hadapannya." HADIST NO – 465/
Muttafaq alaih
Komentarku
( Mahrus ali ):
Ternyata
jelas sekali, tidak samar lagi, Rasul
SAW saat berpergian pada haji wada` melakukan salat di Bath`ha` tanpa di jamak
dan tidak ada keterangan jamak. Pada hal haji wada` adalah haji akhir kehidupan
Rasul SAW. Mengapa beliau dan para
sahabat tidak menjalankan salat jamak. Ikutilah ini dan jangan menyelisihinya
apalagi sampai mennyelisihi ayat 103 Nisa`.
Lebih
jelas, untuk mengurangi salah paham atau pengkaburan , lihat hadis ini:
دَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ
أَبِيهِ قَالَ
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ وَهُوَ بِالْأَبْطَحِ فِي قُبَّةٍ لَهُ حَمْرَاءَ
مِنْ أَدَمٍ قَالَ فَخَرَجَ بِلَالٌ بِوَضُوئِهِ فَمِنْ نَائِلٍ وَنَاضِحٍ قَالَ
فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ حُلَّةٌ
حَمْرَاءُ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ سَاقَيْهِ قَالَ فَتَوَضَّأَ وَأَذَّنَ
بِلَالٌ قَالَ فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ هَا هُنَا وَهَا هُنَا يَقُولُ
يَمِينًا وَشِمَالًا يَقُولُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ
ثُمَّ رُكِزَتْ لَهُ عَنَزَةٌ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ
يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ الْحِمَارُ وَالْكَلْبُ لَا يُمْنَعُ ثُمَّ صَلَّى
الْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعَ
إِلَى الْمَدِينَةِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb semuanya
meriwayatkan dari Waki' berkata Zuhair, telah menceritakan kepada kami Waki'
telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami 'Aun bin
Abi Juhaifah dari Bapaknya dia berkata, "Saya mendatangi Nabi
shallallahu'alaihiwasallam di Makkah, ketika itu beliau berada
di Abthah,
dalam kubah merah terbuat dari kulit. Perawi berkata: Bilal datang membawakan air wudhu untuk
beliau. Dari sisa air itu ada orang yang mengambil air itu dan ada orang yang
memercikkan ke tubuhnya. Kemudian Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, keluar
memakai pakaian merah. Seolah-olah aku masih melihat putihnya betis Nabi." Perawi berkata,
"Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, wudhu, dan Bilal adzan. Aku mengamat
gerak-gerik mulut Bilal berseru ke
sana dan ke sini mengucapkan ke kanan
dan kiri , 'Hayya 'alash shalah, hayya 'alal falah.' Kemudian, Bilal
menancapkan sebuah tongkat berujung besi ( tombak ), lalu Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam, maju ke depan mengimami shalat qasar Zhuhur dua
rakaat. (Ketika Nabi sedang shalat), keledai dan anjing lewat di depan beliau (di balik tongkat itu),
tetapi ia tidak dicegah (oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), kemudian
shalat Ashar dua rakaat, kemudian selalu shalat dua rakaat hingga (tiba) kembali di
Madinah'." HADIST NO – 777/ HR Muslim
Komentarku
( Mahrus ali ):
Nabi SAW
dan para sahabatnya menjalankan salat dua rakaat tanpa di jamak ketika pulang
sampai ke Medinah.
فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 319)
وهذا يدل على أنه إنما صلى العصر في
وقتها .
Dalam
kitab Fathul bari karya Ibn Rajab 319/3 di katakan:
Ini
menunjukkan bahwa beliau menjalankan salat Asar tepat pada waktunya.
Di
tempat lain dikatakan:
وهو صريح في أنه لم يجمع بين الصلاتين
Ia
jelas sekali bahwa Rasul SAW tidak menjamak dua salat.
Anda
menyatakan lagi:
3. Sa'iid
bin Jubair, melalui jalur Salamah bin Kuhail dengan redaksi matan :
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ: "
أَنَّهُ صَلَّى الْمَغْرِبَ بِجَمْعٍ،
وَالْعِشَاءَ بِإِقَامَةٍ "، ثُمَّ
حَدَّثَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ
صَلَّى مِثْلَ ذَلِكَ، وَحَدَّثَ ابْنُ
عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم صَنَعَ مِثْلَ ذَلِكَ
Dari Sa'iid
bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib dengan dijamak dan shalat 'Isyaa'
dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia
pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih Muslim no. 1289]
[Shahiih Muslim no. 1289]
Komentarku
( Mahrus ali ):
Terjemahannya
keliru. Mestinya sbb:
Dari Sa'iid
bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib di Muzdalifah dan shalat 'Isyaa'
dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia
pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih Muslim no. 1289]
[Shahiih Muslim no. 1289]
Komentarku
( Mahrus ali ):
Nabi SAW menjamak itu di Muzdalifah bukan di tempat
lain.
Bersambung
…………………., Untuk menjawab lainnya insya Allah di lain waktu.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan