Ustadz Tommi
Marsetio menulis
Sungguh,
Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang
sedang safar serta kesulitan untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya karena
safar mereka dan ini juga amalan para salafush-shalih kita. Inilah rahmat Allah
Ta'ala bagi kaum muslimin. Jika ada yang memang mau mengambil rukhshah tersebut
ketika safar, maka itulah sunnah, karena Rasul dan para sahabatnya melakukannya
ketika safar. Namun jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang
yang mengambil rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an,
maka.......???
Wallaahu
a'lam
Komentarku
( Mahrus ali ):
Anda
menyatakan:
Sungguh,
Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang
sedang safar
Komentarku
( Mahrus ali ):
Untuk
salat jamak saya tidak mengerti di ayat mana dan surat apa , Allah memberikan rukhshah atau
memperbolehkan salat jamak. Bila Allah tidak memberikan rukhshah untuk salat
jamak, maka anda termasuk bikin kedustaan atas nama Allah untuk berbuat
kejujuran kepada setan. Bukan berkata
jujur dengan menggunakan ayat
Allah yang tercantum dalam kitab suciNya.
Anda telah
membikin kedustaan atas nama Allah kepada umat Islam yang banyak ini bukan
terhadap diri anda peribadi atau sekte
anda. Dalam hal ini, saya dan anda harus berhati – hati, jangan serampangan
agar saya dan anda tidak termasuk ayat :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ
فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala
datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi
orang-orang yang kafir? Ankabut 68 .
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى
الْإِسْلاَمِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap
Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim. As shof 7
Orangyang
berpendapat dalam agama tanpa dalil yang
sahih sama dengan berdusta atas nama Allah dan bersikap jujur untuk setan dan
hawa nafsu. Bila kita ini berdusta atas
nama teman saja, maka kita akan khianat
kepada teman yang setia dan dia akan marah kepada kita. Dan tercatat dlm memorinya
sebagai noda hitam dalam lembaran sejarah
hidup kita. Apalagi berdusta atas nama Allah yang akan menyesatkan
banyak umat yang butuh kebenaran, lalu
di suguhi dengan kedustaan dan kesalahan. Buanglah segala pendapat tanpa dalil dan ambillah dalil tanpa pendapat. Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mengetahui dalilnya . Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya. Al isra` 36.
Anda menyatakan
lagi:
karena Rasul dan para
sahabatnya melakukannya ketika safar.
Komentarku (
Mahrus ali ):
Ternyata
pernyataan anda ini tidak tepat, dan harus di luruskan. Bila tidak, akan
menyesatkan umat. Tiada dalil yang menyatakan
para sahabat menjamak shalat dengan dalil yang sahih. Kita kembali saja
kepada hadis sbb:
115حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْمَدِينَةِ
إِلَى مَكَّةَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ( ت ) 547 – نسائي
1418 - أحمد 1788
……….., dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi SAW keluar
dari Medinah ke Mekkah tidak takut kecuali kepada Allah – Tuhan seru sekalian
alam, lalu beliau menjalankan salat dua rakaat . Abu Isa berkata: Ini hadis hasan sahih. Tirmidzi 547
. Nasa`I 1418 . Ahmad 1788.
Dalam
hadis di atas, jelas Rasul SAW pergi ke Mekkah dan tidak menjamak, tapi cukup
salat qasar saja. Sudah tentu bersama
sahabat – sahabatnya .Mengapa tiada
sahabat yang menjamak termasuk Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas dikalangan
mereka,bila hadis tentang Rasul SAW menjamak itu benar. Mengapa mereka
mengqasar saja, tidak ada yang menjamak sama sekali, termasuk Ibnu Abbas yang
meriwayatkan hadis tentang menjamak salat tadi.
Bila Rasul
SAW pernah menjamak salat dalam berpergian, mesti salah satu mereka
menjalankannya karena di anggap lebih ringan. Dan untuk apa menjalankan yang
berat bila diperbolehkan menjalankan yang ringan.
Tiada
sahabat yang menjamak salat saat itu menunjukkan bahwa Rasul SAW tidak pernah
menjamak salat dalam berpergian, tapi mengqasar salat saja.
أَخْبَرَنَا
عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ
شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah
bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia
berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata;
"Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah)
menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di
Muzdalifah'. HADIST NO – 593/ KITAB
NASA'I
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani .
Ibnu Umar sendiri ternyata tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di
Muzdalifah ketika berhaji sebagaimaa
keterangan dari anaknya.
Untuk Ibnu Umar menjamak ketika ada
kabar Istrinya meninggal dunia atau sakit keras itu sekedar perbuatan Ibnu Umar
bukan Nabi SAW. Dan kemarin telah dijelaskan, hal itu jamak suri bukan jamak taqdim atau ta`khir.
Kalau
untuk shalat Qashar memang ada ayatnya sbb:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ
يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا
مُبِينًا
Dan apabila kamu bepergian di muka
bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu.(Annisa`101 ).
Anda
menyatakan lagi :
. Namun
jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang yang mengambil
rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an, maka.......???
Komentarku
( Mahrus ali ):
Memang
orang yang menjamak shalat dengan jamak taqdim dan ta`khir tidak memiliki
hujjah yang jelas, hujjahnya masih samar , gelap bukan terang benderang. Jamak
taqdim atau ta`khir bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang diterima. Ia
bertentangan dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Allah
sudah menentukan waktu Asar untuk salat Asar, karena itu tidak boleh dipindah
ke waktu lohor. Allah sudah menentukan waktu Isya` untuk saat Isya` sebagaimana
yang di tuntunkan oleh Nabi SAW, karena itu tidak boleh dipindah ke waktu
Maghrib. Jamak taqdim dan ta`khir itu salah paham terhadap dalil. Ia ajaran
manusia yang dampaknya menentang Allah dalam ayat 103 Nisa`.
Abu Dawud
berkata:
وَلَيْسَ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ
حَدِيثٌ قَائِمٌ
التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي
الكبير - (ج 2 / ص 180)
Dalam jama`
taqdim tiada hadis sahih yang mendukungnya.
Syaikh
Muqbil al wadi`I berkata:
القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر
مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على
صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة
في وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني"
هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في
"مصنفه" عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل
صلاة في السفر، فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون
العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما
نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة،
وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat yang kelima: Larangan jamak
dengan alasan berpergian secara mutlak.
Ia hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah dan Mina ) . Inilah pendapat Madzhab hanafi .
Bahkan Imam Abu Hanifah berkata melebihi
dua temannya : Tidak boleh dijamak karena nusuk kecuali dia menjalankan salat dengan berjamaah. Bila
mejalankan salat sendirian, maka harus
di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya. Abu Yusuf dan Muhammad berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri
dalam hal ini sama dengan berjamaah.
Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni
menceritakan ini dari riwayat Ibn
Qasim dari Malik dan pilihannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I
berkata: Al aswad dan teman-
temannya ketika berpergian turun dari
kendaraannya setiap waktu salat. Mereka
menjalankan salat maghrib tepat waktunya
lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat Isya`.
Al Hasan dan Ibnu Sirin berkata: Aku
tidak tahu hadis yang menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau
berpergian kecuali menjamak salat dhuhur
dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah. Lihat karya Syaikh
Muqbil al jam`u bainas shalatain.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah kutipan saya dari keterangan
Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak sependapat dengan pendapat Madzhab
Abu Hanifah. Itu masalah pemahaman
beliau. Saya mengutip keterangan itu
karena terpadu dengan pemahaman
saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud yang
menyatakan tiada hadis sahih yang
menjelaskan bolehnya jamak taqdim.
Kalau
saya, bahkan jamak ta`khirpun saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia
bertentangan dengan ayat . Hal ini cocok
sekali dengan pendapat Imam Al Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan
teman – temannya.
Ust.
Roy Anwar dari
Tangeran menulis :
Madzhab
Hanafi berpendapat sebagai "jam'un shuriy". Namun Jumhur Ulama
keberadaan jama' adalah masyru'
Komentarku
( Mahrus ali ):
Jumhur
ulama yang memperkenankan jamak taqdim atau ta`khir perlu dalil yang sahih,
bukan yang lemah. Jumhur ulama dalam hal ini menentang Rasul SAW
dan para sahabatnya yang tidak pernah menjamak taqdim atau ta`khir. Dan
ia jelas menentang ayat 103 Nisa` tadi. Juga bertentangan dengan hadis :
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
………..,
dari Abdullah ra berkata:
Aku tidak melihat Nabi SAW
menjalankan salat di luar waktunya
kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib dan Isya` . Dan beliau
menjalankan salat fajar sebelum waktunya.
HR Bukhari 141/6
Jadi
menurut hadis itu, Rasul SAW tidak pernah memberikan tuntunan jamak , apalagi
taqdim dan ta`khir kecuali di Muzdalifah. Dan beliau hanya memberikan tuntunan
salat biasa –yaitu yang dilakukan tepat waktu tanpa jamak ta`khir atau taqdim.
Itulah qudwah yang harus di ambil bukan pendapat jumhur yang nentang qudwah. Dan bila ada perselisihan pendapat, kita tidak diperintahkan kembali kepada pendapat
jumhur ulama, tapi kita diperintahkan kembali kepada Allah dan RasulNya untuk
menghurmati ayat :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
ا ْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. Nisa` 59
Ust. Ibnu Taimiyyah allumni IMM
JAPAN
dari Bekasi menulis :
Kok jadi inkarus sunnah?
Salah satu fungsi sunnah adalah
takhsis, yg jika dilihat sepintas seperti bertentangan dengan ayat, padahal
takhsis itu masuk dalam bagian hukum, yg jika dinihilkan maka musnahlah
syariat..
Mungkin ust. @mahrus ali harus lebih
sering mengkaji ulumul quran..
Lalu bagaimana pula nanti dengan
hukum rajam ?
Apakah bertentangan juga dengan
hukum jilid?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Takhsis ayat dengan hadis artinya
ayat yang punya ma`na umum lalu di hususkan dengan hadis sendiri di antara
ulama belum sepakat. Mereka masih beda pendapat:
Syaikh Muhammad Shalih a Munajjid berkata:
ويقول
الشوكاني رحمه الله :
" اختلفوا
في جواز تخصيص الكتاب العزيز بخبر الواحد
:
فذهب الجمهور إلى جوازه مطلقا .
وذهب بعض الحنابلة إلى المنع مطلقا ،
وحكاه الغزالي في " المنخول " عن المعتزلة ، ونقله ابن برهان عن طائفة من المتكلمين
والفقهاء ، ونقله أبو الحسين بن القطان عن طائفة من أهل العراق
Imam
Syaukani berkata:
Mereka
berbeda pendapat tentang hadis ahad yang menghususkan ma`na kitab yang mulia ( al
quran ) yang umum.
Kebanyakan
ulama berpendapat boleh secara mutlak. Sebagian ulama madzhab Hambali berpendapat
" Tidak boleh secara mutlak " . Pendapat itu dikutip oleh Imam Ghazali dalam
kitab " Al Mankhul " dari
Mu`tazilah dari segolongan ahli kalam dan ahli fikih . Abul Husain bin Al Qatthan juga mengutipnya dari penduduk
Irak.
http://islamqa.info/ar/138742
Hadis jamak kemarin telah dijelaskan
kacau redaksinya. Juga bertentangan dengan hadis yang muttafaq alaih bahwa Rasul
SAW selama hidupnya tidak pernah menjamak kecuali di Muzdalifah ketika haji
wada`. Apakah hadis yang posisinya sedemikian ini bisa di buat menghususkan arti ayat yang umum . Yaitu ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Fakhruddin
al Munadhir berkata:
فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.
Bila hadis mutawatir
bertentangan dengan hadis Ahad, maka
kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut seluruh Ushuliyiin - termasuk
juga bila hadis bertentangan dengan ayat, maka kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis
bila sulit/ mustahil di ambil jalan tengah. Sungguh imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk
Medinah ketika konflik atau kontradiksi
dengan hadis seorang perawi . Sebab
prilaku penduduk Medinah dlm abad
– abad yang utama termasuk masih naqli (
kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di
katakan mencapai derajat mutawatir.
Bila
pengertian ayat 103 Nisa` yang umum itu
di hususkan dengan hadis yang masih kacau dan pengertiannya juga bertentangan
dengan hadis muttafaq alaih, maka rusaklah syariat ini, tidak tambah bagus dan
hakikatnya ayat itu di cansel atau
dibuang. Dan ini termasuk ingkarul ayat.
Anda
menyatakan:
Mungkin ust. @mahrus ali harus lebih
sering mengkaji ulumul quran..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya waktu masih remaja menjadi
pengajar ulumul quran di salah satu pesantren, bukan jadi muridnya. Tapi juga
tidak seperti anda yang katanya mengerti
ululmul quran lalu masih tetap mau mentahsis ayat yang umum 103 Nisa` dengan hadis yang kontradiksi itu.
Mestinya di ambil hadis yang cocok dengan al quran dan tinggalkanlah
hadis yang bertentangan dengannya dalam masalah jamak ini. Sehingga tidak
termasuk ingkarul ayat yang sangat berbahaya dampaknya. Allah berfirman:
مَا يُجَادِلُ فِي ءَايَاتِ اللَّهِ إِلاَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا فَلاَ يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ(4)
Tidak
ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang
kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota
yang lain memperdayakan kamu. Ghofir 4
Anda
menyatakan lagi:
Lalu bagaimana pula nanti dengan
hukum rajam ?
Apakah bertentangan juga dengan
hukum jilid?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Masalah hadis rajam bukan di sini
tempatnya untuk di bahas, pada suatu saat akan kita bahas bersama.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan