MEDIA NKRI INFO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud
MD, sejak awal sudah mempertanyakan keberlanjutan kasus suap pembahasan Raperda
terkait reklamasi teluk Jakarta.
Karena itu dia tidak bisa lagi mengomentari keputusan KPK
yang tidak memperpanjang masa cegah Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma
alias Aguan, bepergian ke luar negeri yang akan berakhir besok.
"Ya apalagi, itu bagian dari pertanyaan itu semua. Saya
tidak bisa komentari," jelas Mahfud dalam perbincangan dengan Kantor
Berita Politik RMOL pagi ini.
Saat kasus tersebut pertama kali mencuat, pimpinan KPK
menyebut perkara reklamasi bukti nyata dari grand corruption. Bagaimana
korporasi mempengaruhi pembuatan UU. Bahkan KPK menyebut cukong-cukongnya.
Pada 21 September lalu, Mahfud memang mempertanyakan
pernyataan KPK tersebut. Karena
keberlanjutannya tidak jelas.
"Saat Sanusi ditangkap, Suny dipanggil KPK katanya ada
grand corruption. Ini msh jd pertanyaan skrng: mana grand-nya?" jelas
Mahfud lewat akun Twitter-nya @mohmahfudmd.
Melanjutkan keterangannya, Mahfud mengungkapkan pada saat
Pimpinan KPK menyebut bahwa kasus suap terhadap anggota DPRD DKI Jakarta grand
corruption, dia masih menyambut baik.
Karena saat itu, KPK langsung memanggil sejumlah pihak
seperti Sunny Tanuwidjaja, staf Gubernur DKI Jakarta dan juga Bos Agung Sedayu
Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Bahkan keduanya langsung dicegah bepergian
ke luar negeri.
"Tapi sekarang Sunny hilang, Aguan tidak jelas. Grand
corruption-nya dimana," ungkapnya.
Mahfud mengingatkan KPK mestinya sudah yakin bahwa kasus itu
grand corruption sebelum bicara ke publik. "Tidak boleh bicara itu grand
corruption sebelum dia yakin," tandasnya.
Berarti Anda pesimis terhadap penanganan kasus ini?
"Ya bagaimana lagi. Kita bukan pengambil keputusan ,"
jawabnya.
Namun dia mengingatkan perlu ada komitmen bersama dalam
memberantas korupsi. Karena kalau tidak, penegak hukum nanti bisa saling adu
kekuatan.
"Biarkan saja nanti akan terbentur dengan masalahnya
sendiri, bukan hanya KPK. Tidak apa-apa
untuk sementara. Tapi kalau muncul kekuatan lain, bisa berbalik. Nanti pada akhirnya, penegak hukum adu
kekuatan. Siapa yang kuat dia menang. Hukum tidak ada lagi keberaturan, itu
bahaya bagi negara," kata Mahfud MD mengingatkan.. [rmol]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan