2. Firman Allah.
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka. [An Nur : 31]
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan para wanita menutupkan khimar (kerudung) pada belahan-belahan baju (dada dan lehernya), maka ini merupakan nash menutupi aurat, leher dan dada. Dalam firman Allah ini juga terdapat nash bolehnya membuka wajah, tidak mungkin selain itu.” [3]
Karena memang makna khimar (kerudung) adalah penutup kepala. Demikian diterangkan oleh para ulama, seperti tersebut dalam An Nihayah karya Imam Ibnul Atsir, tafsir Al Qur’anil ‘Azhim karya Al Hafizh Ibnu Katsir, tafsir Fathul Qadir karya Asy Syaukani, dan lainnya. [4]
3]. Al Muhalla III/216-217, Lihat Jilbab Al Mar’atil Muslimah, hal. 73
[4]. Lihat Jilbab Al Mar’atil Muslimah, hal. 72-73
Ibnu Hazem berkata:
المحلى [مشكول و بالحواشي] - (ج 2 / ص 345)
فَأَمَرَهُنَّ اللَّهُ تَعَالَى بِالضَّرْبِ بِالْخِمَارِ عَلَى الْجُيُوبِ، وَهَذَا نَصٌّ عَلَى سَتْرِ الْعَوْرَةِ، وَالْعُنُقِ، وَالصَّدْرِ. وَفِيهِ نَصٌّ عَلَى إبَاحَةِ كَشْفِ الْوَجْهِ؛ لا يُمْكِنُ غَيْرُ ذَلِكَ أَصْلا،
Allah taala memerintahkan kepada mereka untuk menurunkan ke rudung ke belahan baju. Ini adalahj teks ayat untuk menutupi aurat, leher dan dada. Dan ini redaksi ayat yang membolehkan membuka wajah. Tidak boleh di artikan selain itu. Al Muhalla 345/2.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bagiku ayat itu tidak menunjukkan diperbolehkan membuka wajah atau kepala bagian belakang dan hanya kepala bagian samping saja yang harus di tutupi. Itu sekedar pendapat Ibn Hazem yang keliru, tidak benar dan bertentangan dengan realita prilaku para sahabat dan istri – istri Rasulullah SAW. Kapan istri Rasul membuka wajahnya ketika keluar dari rumah. Dalil untuk ini sangat diperlukan, tidak boleh di abaikan. Dan Ibn Hazem tidak membawakan dalil untuk itu. Lihat perkataan Aisyah sbb:
وَكَانَ صَفْوَانُ بْنُ الْمُعَطَّلِ السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْجَيْشِ فَأَدْلَجَ فَأَصْبَحَ عِنْدَ مَنْزِلِي فَرَأَى سَوَادَ إِنْسَانٍ نَائِمٍ فَأَتَانِي فَعَرَفَنِي حِينَ رَآنِي وَكَانَ رَآنِي قَبْلَ الْحِجَابِ فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي وَ وَاللَّهِ مَا كَلَّمَنِي كَلِمَةً وَلَا سَمِعْتُ مِنْهُ كَلِمَةً غَيْرَ اسْتِرْجَاعِهِ
Aisyah ra berkata : Shofwan bin Al Muatthol assulami lalu Adz dzakwani dibelakang tentara,lalu kemalaman .Dia sampai ke tempatku , lalu melihat bayangan manusia yang tidur . Dia datang kepadaku, dia tahu aku karena dia pernah melihat aku sebelum ayat hijab diturunkan. Aku bangun karena dia membaca istirja` ketika mengetahui aku . Aku menutupi wajahku dengan jilbabku .Demi Allah . Dia tidak berbicara denganku sepatah katapun, dan aku tidak mendengar kalimat kecuali istirja`. [1]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalimat ini: " Aku menutupi wajahku dengan jilbabku" adalah pernyataan dari Aisyah bukan wanita sekarang. Aisyah menyatakan bahwa beliau menutupi wajahnya bukan membukanya. Bila wajah boleh di buka, untuk apakah Aisyah menutupi wajahnya. Dengan demikian , jelas berbeda pandangan Ibn Hazm dan Aisyah. Ibn Hazem manusia biasa bukan ahlul bait dimana Allah berfirman tentang ahlul bait sbb:
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِإِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا(32)
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,[2]
Tidak boleh melakukan membuka aurat atau berpakaian seperti wanita jahiliyah, mereka harus sering dirumah , melakukan salat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan RasulNya,”
Allah berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا(33)
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta`atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.[3]
Ibn Taimiyah berkata:
مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 3 / ص 371)
وَإِنَّمَا ضُرِبَ الْحِجَابُ عَلَى النِّسَاءِ لِئَلَّا تُرَى وُجُوهُهُنَّ وَأَيْدِيهِنَّ .
Di anjurkan hijab bagi wanita – wanita agar wajah dan tangan mereka tidak tampak. Majmu fatawa Ibn Taimiyah 371/3
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi menurut Ibn Taimiyah, wajah dan tangan wanita harus di tutupi dengan kain bukan harus atau boleh di buka. Ibnu Taimiyah berkata lagi:
مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 5 / ص 110)
وَقِيلَ : لَا يَجُوزُ وَهُوَ ظَاهِرُ مَذْهَبِ أَحْمَد ؛ فَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ مِنْهَا عَوْرَةٌ حَتَّى ظُفْرِهَا . وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ .
Di katakan: Tidak boleh buka wajah wanita. Dan ini realita madzhab Imam Ahmad. Sesungguhnya setiap tubuh wanita adalah aurat sekalipun kukunya. Ini juga pendapat Imam Malik. Majmu` fatawa Ibn Taimiyah 110/5.
مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 5 / ص 110)
وَحَقِيقَةُ الْأَمْرِ : أَنَّ اللَّهَ جَعَلَ الزِّينَةَ زِينَتَيْنِ : زِينَةً ظَاهِرَةً وَزِينَةً غَيْرَ ظَاهِرَةٍ وَجَوَّزَ لَهَا إبْدَاءَ زِينَتَهَا الظَّاهِرَةَ لِغَيْرِ الزَّوْجِ وَذَوِي الْمَحَارِمِ .
وَكَانُوا قَبْلَ أَنْ تَنْزِلَ آيَةُ الْحِجَابِ كَانَ النِّسَاءُ يَخْرُجْنَ بِلَا جِلْبَابٍ يَرَى الرَّجُلُ وَجْهَهَا وَيَدَيْهَا وَكَانَ إذْ ذَاكَ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تُظْهِرَ الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ وَكَانَ حِينَئِذٍ يَجُوزُ النَّظَرُ إلَيْهَا لِأَنَّهُ يَجُوزُ لَهَا إظْهَارُهُ ثُمَّ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ آيَةَ الْحِجَابِ بِقَوْلِهِ : { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ } حَجَبَ النِّسَاءَ عَنْ الرِّجَالِ وَكَانَ ذَلِكَ لَمَّا تَزَوَّجَ زَيْنَبَ بِنْتَ جَحْشٍ فَأَرْخَى السِّتْرَ وَمَنَعَ النِّسَاءَ أَنْ يَنْظُرْنَ وَلَمَّا اصْطَفَى صَفِيَّةَ بِنْتَ حيي بَعْدَ ذَلِكَ عَامَ خَيْبَرَ قَالُوا : إنْ حَجَبَهَا فَهِيَ مِنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ . وَإِلَّا فَهِيَ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِينُهُ فَحَجَبَهَا . فَلَمَّا أَمَرَ اللَّهُ أَنْ لَا يَسْأَلْنَ إلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَأَمَرَ أَزْوَاجَهُ وَبَنَاتَه وَنِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ - و " الْجِلْبَابُ " هُوَ الْمُلَاءَةُ وَهُوَ الَّذِي يُسَمِّيهِ ابْنُ مَسْعُودٍ وَغَيْرُهُ الرِّدَاءَ وَتُسَمِّيهِ الْعَامَّةُ الْإِزَارَ وَهُوَ الْإِزَارُ الْكَبِيرُ الَّذِي يُغَطِّي رَأْسَهَا وَسَائِرَ بَدَنِهَا . وَقَدْ حَكَى أَبُو عَبِيدٍ وَغَيْرُهُ : أَنَّهَا تُدْنِيهِ مِنْ فَوْقِ رَأْسِهَا فَلَا تُظْهِرُ إلَّا عَيْنَهَا وَمِنْ جِنْسِهِ النِّقَابُ : فَكُنَّ النِّسَاءُ يَنْتَقِبْنَ .
Pada hakikatnya: sesungguhnya Allah menjadikan hiasan bagi wanita dua macam, zinah dhohirah dan zinah yang tidak tampak. Allah memperkenankan baginya untuk menampakkan zinah dhohirah kepada selain suami dan muhrim
Sebelum ayat hijab turun, perempuan-perempuan keluar tanpa jilbab, seorang pria melihat wajah dan dua tangan perempuan – perempuan itu.Kemudian diizinkan untuk menunjukkan wajah dan kedua tapak tangan.Kemudian diijinkan untuk melihatnya karena perempuan di ijinkan untuk menampakkannya.
Ketika Allah menurunkan ayat hijab, Allah berfirman: {Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita yang beriman, untuk menurunkan jilbab keseluruh tubuhnya. }
Perempuan - perempuan berhijab dari laki-laki dan saat itulah Rasul menikah Zainab binti Jahsyin, dan wanita – wanita tidak boleh dilihat.
Setelah itu Rasul menikah dengan Shofiyah binti Huyay pada tahun Khoibar
Kemudian mereka mengatakan: Bila dihijabi, maka termasuk Ummahatul mukminin
Jika tidak, mereka adalah budaknya , lalu diturunkan hijab.
. Ketika perintah Allah diturunkan untuk tidak minta kepada istri – istri Rasul kecuali dari balik tabir dan memerintahkan istri-istrinya dan anak perempuan dan wanita yang beriman untuk menurunkan jilbab ke seluruh tubuhnya.
Dan "jilbab" adalah mulaah yang disebut oleh Ibn Mas`ud dan lainnya sebagai kain lebar.. Publik menamakan kain, Yaitu kain lebar yang dibuat menutupi kepalanya dan seluruh tubuhnya.
Abu Obeid dan lain-lain mengatakan: Bahwa wanita menutupi tubuhnya dari atas kepala kecuali matanya . Termasuk jenis cadar. Jadi kaum wanita saat itu bercadar.
Majmu` fatawa 110/5
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pendapat Ibnu Taimiyah, Ibn Masud dan Abu Ubaid inilah yang benar, tidak keliru ,menepati jalan salaf bukan jalan manusia sekarang.
Baca lagi disini:
01 Apr 2012
Bersambung…………..
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan