Bagaimana tidak
menyakitkan hati Ummat Islam. Para pengkhianat
justru gandeng tangan dengan Syi’ah di saat Ummat Islam lagi prihatin. Bukannya
Ummat Islam ini ditolong agar tidak terjerumus kepada kesesatan, kedhaliman
bahkan kekejaman syi’ah, namun justru dijerumuskan oleh para pengkhianat. Dan
yang lebih mengagetkan, mereka itu berbaju ulama atau tokoh Islam atau pemilik
sarana-sarana di lembaga-lembaga Islam dan umum.
Dalam menyuntikkan
racun, seakan mereka itu pejuang Islam, maka tipuan sebagaimana biasanya adalah
ungkapan seputar “Umat Islam perlu bersatu, dan harus waspada terhadap musuh”.
Padahal, sejatinya Syi’ah itulah musuh dalam selimut yang berangkulan dengan
musuh-musuh Islam. Sebagaimana terbukti:
Fakta:
Enam Saluran Televisi Agama Iran Disiarkan dari Israel
TEL AVIV
(voa-islam.com): Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh situs sat age yang
spesialis dalam pemantauan pergerakan satelit di seluruh dunia, termasuk
saluran televisi, mengungkapkan adanya enam saluran agama Iran yang ditujukan kepada bangsa Arab disiarkan
dari “Israel”,
dan berdiri di belakangnya salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar
Ibrani.
Surat kabar “Al
Ahram” Mesir menjelaskan bahwa saluran ini, yaitu: (Aalu al-Bayt, Al-Anwar,
Fidaka, Hussein, Al-Alamiyah, Al-Ghadir) berada di satelit Israel (Amos),
melalui perusahaan RR Sat Israel, yang menggunakan jubah Syiah dan berpura-pura
memiliki loyalitas kepada Ahli Bait dan berusaha untuk meluluskan visi Iran dan
meyakinkan publik Arab dengan pemikiran itu.
Di tengah
keprihatinan dunia Islam karena Syi’ah di Iran merusak tempat Ibadah Ummat
Islam (Sunni) di Teheran dan imamnya ditangkap. Bahkan Syi’ah di Iran dalam
memusuhi Islam melebihi negeri-negeri kafir, karena di hampir setiap ibukota
negeri kafir pun ada masjid untuk Ummat Islam (Sunni). Namun di Teheran
Ibuktota Iran
tidak boleh ada masjid Ummat Islam (Sunni). Ketika ada tempat ibadah Ummat
Islam Sunni maka diserbu.
Pemerintah Iran menyerbu
tempat ibadah kaum Muslim Sunni di Teheran pada hari Ahad lalu (6/2 2011), di
mana mereka menyegel rumah dan menangkap Imam masjid, Syaikh Ubaidullah Musa
Zadih.
Kaum Sunni di Iran
tidak diizinkan untuk membangun sebuah masjid di Teheran. (nahimunkar.com, Aparat
Iran
Segel Tempat Ibadah Kaum Sunni di Teheran dan Menahan Imam, February
11, 2011 10:44 pm,
إغلاق مصلّى لأهل السنة في طهران واعتقال
إمام جماعته,
Yang lebih
menyedihkan terutama bagi Ummat Islam Indonesia, di saat Ummat Islam (Sunni)
dimusuhi oleh syi’ah di pusatnya di dunia yakni Iran, justru oknum MUI (Majelis
Ulama Indonesia) Pusat berbangga bekerjasama dengan Iran dalam bidang riset/
penelitian (agama). Surat
kabar yang mewawancarainya (Republika) pun tampak membeberkan dengan
lantangnya.
Sebagian wawancara
Republika dengan orang MUI sebagai berikut:
MUI telah mencoba
melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan organisasi-organisasi
Islam di luar negeri.
Beberapa waktu
lalu, kami diundang ke Irak dan telah menandatangani kerja sama dengan Pusat
Kajian Alquran di Irak yang berpusat di Karbala.
Walaupun berbeda mazhab, kita ingin sama-sama sharing untuk meningkatkan
metodologi hafalan Alquran. Kami bertemu dengan tokoh di Irak, baik Suni maupun
Syiah. Bahkan, mereka sangat mengapresiasi kunjungan kita ke Irak di
tengah-tengah situasi kemanan yang menurut berita internasional kurang
kondusif.
Kita ingin
menjalin kerja sama dengan umat Islam walaupun berbeda aliran/mazhab. Kita
sadar bahwa musuh-musuh Islam selalu berupaya melemahkan Islam dengan mengadu
domba antara Syiah dan Sunni. Kita tak mau itu terjadi. Syiah itu tak seperti
Ahmadiyah karena Syiah adalah mazhab yang diakui dunia Islam.
(Pada bagian lain
dikemukakan):
MUI juga akan
melakukan riset bersama di Iran
tentang peradaban Islam. Mereka bisa melakukan riset mengenai peran MUI dalam
merekatkan ukhuwah Islamiyah dan ormas-ormas Islam di Indonesia. (Republika, KH
Muhyiddin Junaidi MA, Umat Harus Waspadai Konspirasi Musuh. Minggu,
13 Februari 2011 pukul 11:47:00)
Bagaimana tidak
meleknya itu orang MUI padahal Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri. Ketika
Ummat Islam sedunia prihatin dengan jahatnya Syi’ah di Iran terhadap Ummat
Islam (Sunni), sampai mendirikan masjid saja dilarang, lalu shalat di rumah-rumah
secara berjama’ah juga diserbu lalu imamnya ditangkap dan tempat ibadahnya
disegel, lha kok MUI malah membanggakan gandeng tangannya dengan Iran yang
memusuhi Islam. Bahkan menipu Ummat bahwa Syi’ah itu madzhab yang diakui dunia
Islam. Padahal dunia Islam memahami bahwa syi’ah itu adalah terhitung induk
kesesatan.
Tampaknya
akhir-akhir ini isi dan lakon MUI Pusat sangat mengecewakan bagi Ummat Islam
yang masih punya ghirah Islamiyah. Ada tokoh MUI
yang memasukkan dengan sengaja orang dari aliran yang difatwakan sesat oleh MUI
ikut rapat dalam Munas di Pondok Gede Jakarta
Januari 2011. Ada yang memberi sertifikat bahwa
satu lembaga training terkemuka –yang telah difatwakan sesat menyesatkan oleh
mufti di Malaysia–
adalah sesuai syari’at. Padahal masyarakat banyak yang tahu bahwa lembaga
training itu jelas banyak menyimpang dari aqidah Islam, memaknai Asmaul Husna
semaunya, dan menafsirkan ayat Al-Qur’an semaunya. Bahkan mengkombinasikan
aqidah Islam dengan ajaran lain (menurut penelitian seorang yang tinggal di
Belanda, berkaitan dengan ajaran sinkretisme NAM –New Age Movement). Namun oleh
MUI dianggap sesuai syari’at.
Masih ditambah
lagi dengan oknum MUI yang lain lagi dan duduk di kursi Ketua MUI, membanggakan
kerjasamanya dengan pihak (syi’ah) Iran yang jelas-jelas memusuhi
Islam bahkan melebihi orang-orang negeri kafir.
Bagaimana
Syi’ah di Indonesia
Perlu diketahui,
LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000
telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman
kekuasaan Khomeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran.
Daftar nama para Ulama Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang
dihancurkan itupun dicantumkan dengan jelas disertai riwayat singkatnya. Daftar
kekejaman syiah di Iran itu
ditulis dalam buku Kedholiman Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah di Iran (Ma’satu
Ahlis Sunnah fi Iran)
oleh Abu Sulaiman Abdul Mun’im bin Mahmud al-Balusy, diterjemahkan dan
diterbitkan LPPI Jakarta, 1420H/ 1999. Di balik kedholiman itu justru gereja
Kristen ataupun sinagog Yahudi serta sekolahan-sekolahan Kristen pun ada di
Teheran, tetapi masjid Ahlus Sunnah tidak boleh ada satupun di Teheran.
Sehingga orang Islam (Sunni) apabila berjum’atan harus ke kedutaan-kedutaan
Negara-negara Timur Tengah di Teheran. Itulah yang perlu sekali difahami, bahwa
syi’ah lebih kejam dan tidak toleran terhadap Islam dibanding orang kafir
sekalipun.
Sebegitu ganasnya
kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni;
bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/ referensi) Sunni pun dibersihkan alias
dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan
Muhammadiyah justru menerima dengan welcome terhadap referensi dari
Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan
tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan
Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu
alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner
yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya
tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul
Akhir 1430H/ 27 Maret 2009.
Rector UMJ tampak
meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar rupiah, di antaranya Iranian
Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka
barangkali mau mengingat Allah, mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu
adalah menyuntikkan kesesatan dan penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka
rector UMJ maupun Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang
lagi, apakah tidak besar madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai
Universitas Muhammadiyah itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector
UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran, sedang buku-buku
dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun 1995-an. Hal itu dikemukakan
oleh seorang petugas ketika Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang
ke kampus Universias Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan
Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah April
2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta
(alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ
Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Bisa dibayangkan,
Yogyakarta, satu kota
saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya
Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan
aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan
mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan
Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh
generasi belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah
bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan.
Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang
Muhammadiyah dalam kiprahnya, justru nyerempet-nyerempet hal yang
tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar
Muhammadiyah di Jogjakarta dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal dengan
mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah
dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo. [1] (lihat Radar Yogya [ Rabu, 08
April 2009 ]).
Aktif di
Lembaga Iran
Kembali tentang
Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan
Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan
Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12
tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut
Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang
yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang
Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan
rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang
tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis
produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan
alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel
al-Idrus.
Di samping itu
banyak tokoh Islam Indonesia
yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya
sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan
perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah
menjilat Iran,
padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur
masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia
berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke
pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea
siswa untuk dibelajarkan ke Iran.
Kini ada 300-an mahasiswa Indonesia
yang dibelajarkan di Iran,
disamping sudah ada 200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan
pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti
ditulis Majalah Hidayatullah:
Sekembalinya ke
tanah air, para lulusan Iran
ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan,
sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan
Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa),
ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih
puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Menurut pusat data
lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan
dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait
Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan
Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok
pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat
kabupaten. Kota.
Tidak hanya
melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui
penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001
saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59
penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/
April 2009, halaman 29).
Itu belum
kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihat
nahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009
3:51 am admin Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI
bersama pengurus dan pegiat Masjid At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama
dengan Polisi berhasil membatalkan akan diselenggarakannya haul Imam Husein di
Masjid At-Taqwa. Acara haul itu menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul
Ulama), Said Agil Siraj. Namun acara itu tetap diselenggarakan
dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj
marah-marah dengan adanya pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa
marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang yang
tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud
(Yusuf Hasyim) putera Hasyim Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui
bahwa bapaknya (Hasyim Asy’ari) memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang,
generasi belakangan, justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan
berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya dari kalangan NU perlu meluruskannya
kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah plus aliran sesat, itu
saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan
itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi Ulama Sunni,
menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni.
Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam negeri dan
Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh
Ormas Islam besar lainnya yang justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus
Sunnah ternyata tampak mengais-ngais proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil
sesekali berkilah bahwa ada tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya
yang mereka bela?
Semoga Allah
menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan agama-Nya yang bersifat
memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan yang membenci kebenaran. Dan
semoga Allah menghindarkan Muslimin yang teguh dari aneka bujukan dan rayuan
para penyesat yang kini di Indonesia
merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan tinggi
Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya.
[Sumber]
Catatan Kaki:
[1] Sementara itu
sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung,
banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ayat
Cinta. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro
poligami dan Ayat-ayat Cinta mencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum
perempuan. Oleh karena itu, Hanung pun bergegas membuat filmPerempuan Berkalung
Sorban.
Nah, melalui film
Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya, dengan membuat
film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang content-nya sejalan
dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam
bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung
–kalau berdaya nalar yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang
menyesatkan karyanya.
Film Perempuan
Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang pernah
diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut
Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di
Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudulGagasan
Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan
Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama
antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999. Buku tersebut aslinya
merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di
kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu,
menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur penting bagi International Center for Islam and Pluralism (ICIP).
Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP adalah
berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang
ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent and
adult Muslims in poor communities to continue their secular education. (Kursus
jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa yang
berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan
Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren,
juga aktif menyebarkan paham kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari
ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung
utama Hanung di dalam membuat film Perempuan Berkalung Sorban ini adalah mereka
yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia. Sebagai
aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang
dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film Perempuan
Berkalung Sorban justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan
dengan mengatasnamakan agama. (nahimunkar.com, February 10, 2009 8:46 pm admin
Artikel, Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Sumber: http://votreesprit.wordpress.com/2012/02/15/syiah-memusuhi-islam-bersekongkol-dengan-para-pengkhianat/
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan