“TABAYUNLAH.....”
K.H. Dr. Idham Chalid, Ketua Umum Missie Islam pada pengantar buku,
“Mengapa Saya Memeluk Agama Islam?”, yang judul aslinya,” Lima Dza Ana
Muslim?”, oleh Al-Ustadz Abdul Muta’al Shaidy, Dosen pada Universitas Al-Azhar
Cairo – mengatakan: “Tahun 1345 H atau tahun 1926 M, telah terjadi perdebatan
antara Pendeta “2” propagandis agama Masehi dengan Mohammad Muchtar pelajar
cemerlang di Cairo – Mesir –
Pada debat terakhir debat kedua puluh Pendeta “2” antara lain mengatakan, “... kaum muslimin juga
menyeleweng dari agamanya, sehingga ditimpa berbagai macam malapetaka...”.
Mohammad Muchtar antara lain menjawab: “Saya tidak mengingkari Pendeta yang
terhormat bahwa kami telah menyeleweng dari agama kami sehingga menjadi sebab
timbulnya musibah dan malapetaka pada kami. Tapi kami berusaha untuk memperbaiki
kerusakan kami, untuk membersihkan agama kami dari KOTORAN-KOTORAN BID’AH.
Di Indonesia juga pernah ada debat antara guru dan murid – Sunan Kalijaga
berdebat dengan gurunya yaitu Sunan Bonang melestarikan ritual agama Hindu
yaitu selamatan sesudah kematian, 1 – 7 – 40 – 100 – 360 dan 1000 hari itu BID’AH. Sunan Kalijaga mengerti bahwa
itu sesat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat Hindu yang baru masuk Islam,
belum mengerti tentang agama Islam. Beliau berkata, “Biarkan dulu ritualnya
berlangsung, sampai nanti kalau agama Islam sudah mengakar dalam masyarakat, biarlah generasi mendatang
yang akan mengubahnya”.
Generasi
yang diharapkan oleh beliau ternyata timbul pada generasi yang tergabung dalam
organisasi Islam yang cukup besar di Indonesia yaitu kelompok
cendekiawan / Ulama Islam – Nahdlatul Ulama (NU). Generasi tahun 1926. Tidak
tanggung-tanggung materi itu masuk
dalam pembahasan acara Muktamar NU ke I,
tanggal 21 Oktober 1926 di Surabaya dan keputusannya tegas yaitu : “Acara
selamatan sesudah ada kematian adalah
termasuk BID’AH dan HINA”.
Dari
generasi Sunan Kalijaga yang namanya belajar untuk tidak melaksanakan
kotoran-kotoran BID’AH, sampai dengan generasi
masyarakat Islam tahun 1926, belum juga faham dan sadar bahwa BID’AH
menjadikan orang menjadi syirik, kufur kepada Allah SWT. Dan itu sangat
berbahaya bagi akidah Islam. – sampai-sampai diangkat sebagian di salah satu
materi acara Muktamar tersebut. Keputusan Muktamar tersebut pasti dilaksanakan.
Disosialisasikan oleh tokoh-tokoh NU sebagai sang pencerah sampai ke lapisan
masyarakat paling bawah. Dapat
dibayangkan betapa terang dan sejuknya sinar Islam di hati masyarakat yang
terbanyak pemeluknya di bumi ini.
Tapi,
sampai kini tak hendak berhasil. Sudah habiskah kader NU untuk dapat melaksanakan
hasil Muktamar tersebut? Dari waktu
Muktamar sampai kini sudah lebih setengah abad – sudah tenggelamkah dalam
kotoran-kotoran itu?
BID’AH
yang HINA
Ternyata
belum seluruhnya kader Nahdlatul Ulama tenggelam. Belum seluruhnya tidak peduli
– setelah lebih dari 50 tahun timbul ke permukaan seorang kader yang
melanjutkan hasil Muktamar itu tidak hanya timbul, tapi berbuat. Genderang
pencerahan untuk melaksanakan “DUA KALIMAT SYAHADAT”. Pencerahan dimulai lewat
darat maupun lewat udara. – Bagaimana
seharusnya ajaran Islam dilaksanakan.
Allah
SWT telah memberi jalan. Pasti BENAR Allah SWT telah memberi contoh
pelaksanaannya. PASTI BENAR.
Allah
SWT telah memberi cara memecahkan persoalannya – PASTI BENAR. Kita bukan masyarakat yang diberi pelajaran untuk TERIAK-TERIAK.
Kita bukan orang yang berpenyakit ayan. Kita bukan orang kalap.
Kita
orang teladan yang diharapkan. Kita orang damai, sopan-santun yang diharapkan.
Berbagai tanggapan telah bermunculan. Dari tingkat bawah sampai tingkat atas.
Mulai
dari anggota organisasi paling bawah sampai ketua yang paling atas. Mulai dari
yang tidak punya titel sampai dengan yang bertitel. Title- artinya kepedulian
tentang masalah agama yang bersumber dari penyakit TBC. Ta’lit – Bid’ah dan
Churafat, sudah sampai pada ubun-ubun.
Ada yang bilang, laporkan saja, karena dia merusak kemapanan, kelaziman dan budaya
yang telah mengakar.
Orang-orang
yang mengatakan seperti ini adalah
orang-orang kasar dan angkuh. Gampang sekali digerakkan untuk bertindak
anarkis. Kalau ini selalu terjadi memalukan sekali. Dulu agama Allah SWT yang
dibawa oleh orang sejatinya yaitu Muhammad Rasulullah, begitu mencengangkan
dunia. Bersama sahabatnya yang bermodal dua kata: “Saya dengarkan dan saya
laksanakan”. Titik. Dunia bergetar karenanya. Kita masih bisa kok melaksanakan itu. Belum
hilang sama sekali kultur kita yang luhur itu. Masih lekat di dada. “Suro
Dirojoyo Ningrat Lebur Dening Pangastuti”. Apa itu? TABAYUN.
Kita
masih punya banyak tokoh-tokoh agama Islam yang ber-ilmu tinggi-. Beliau yang
hafal Al-Qur'an, referensi Hadits puluhan, ratusan bahkan ribuan, dan
sebagainya. Dengan teknologi canggih
sekarang ini, kita bisa tahu dan mengerti, tokoh-tokoh yang berani tampil. Menyampaikan
kebenaran itu.
Mencari
kebenaran - mencari kebenaran - .
Sekalipun sekarang ini rame juga mencari
harta benda dunia dengan korupsi.
Tapi
yang mencari kebenaran masih ada. Jangan dilewatkan saudaraku. Mari kita dukung
orang yang mencari kebenaran itu. – kita dukung -.
Kita
tahu semua kan?! Siapa Mahrus Ali itu? Silahkan dengan stempel apapun – hari
gini kok mau-maunya cari kebenaran.
Kebenaran agama lagi”.
Teristimewa
agama Islam pula!!
Nahdlatul
Ulama (NU) itu besar. Muhammadiyah itu besar. PERSIS besar. Al-Irsyad besar.
Masyarakat Islam juga besar. Bawalah kami dengan bahtera indah melaju pada
kebesaran. Kami orang-orang penurut kepada kebenaran. Tabayunlah – tabayunlah –
tabayunlah. Wahai tokoh-tokoh agamaku.
Jadikanlah
seperti apa yang dikatakan oleh Proklamator kita Bung Karno. Beliau mengatakan
: “Blindelings mengikuti kepada Nabi”. Blindelings itu artinya mengikuti
seperti orang buta mengikuti -. Saya ini uceng saudara-saudara. Terbatas saya
punya pengetahuan, terbatas saya punya pengertian agama, tetapi saya punya
pengertian sendiri tentang apa yang diajarkan oleh Muhammad SAW dan saya anggap
Dia punya pengajaran itu mutlak, benar, tidak ada salahnya. Dan saya ikuti sama
Dia”.
Semoga
ada manfaat, ungkapan hati ini. Perkenankanlah aku menulis munajat Rasulullah
Muhammad SAW kepada Allah SWT saat setelah membersihkan kedua kaki beliau
berdarah karena lemparan batu orang-orang penduduk Tha’if”.
“Ya
Allah, kepada-Mu aku mengeluh, atas kelemahan tenagaku, kekurangan akal dan
kilahku dan kelemahan kesanggupanku menghadapi orang-orang kafir. Ya Allah Maha
Penyayang. Engkau-lah Tuhannya orang-orang yang lemah dan Engkau-lah Tuhan-ku.
Kepada siapakah engkau hendak menyerahkan diriku? Kepada orang jauh bukan
kerabat yang bermuka kecut kepada-ku ataukah musuh yang telah Engkau takdirkan
akan mengalahkan urusan tugasku? Hal itu tidak kurisaukan jika Engkau tidak
murka terhadap diriku. Namun bagiku rahmat-Mu amat luas. Kepada cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan
menentukan kebaikan urusan dunia dan akhirat, aku berlindung dari murka-Mu yang
akan menimpa diriku. Aku senantiasa mohon keridhaan-Mu. Karena tiada daya dan
tiada kekuatan kecuali atas perkenaan-Mu.
Dikutip
dalam buku “Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW” oleh H.M.H. Al-Hamid
Al-Husaini, hal. 369.
Sekian
– Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh .
Surabaya,
9 Juli 2012
Hormat,
D
i d i t
Rungkut
Harapan Blok K/6 Surabaya
Komentarku (
Mahrus ali ):
Setahu
saya al bani menyatakan kepada doa yang terahir yaitu : “Ya Allah, kepada-Mu
aku mengeluh, atas kelemahan tenagaku………………… adalah lemah, kata al bani dalam
kitab Silsilah dhoifah 2933.
Artikel Terkait
web ini menggambarkan adanya jalinan kerjasama dan saling dukung, karena itu mari kita simak:
BalasHapushttp://syiahali.wordpress.com/
tolong sertakan bukti asli hasil muktamar NU tersebut.....
BalasHapusUntuk saiful , kamu bisalihat di cover buku mantan kiyai NU menggugat tahlilan.........
BalasHapus