Merawat jenazah
sbb :
Dahulu saya
dimintai untuk menejelaskan tentang merawat Jenazah oleh sebagian pembaca blog saya, insya namanya Canam, lalu saya
tulis artikel ini sebagai jawabannya:
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ اْلأَنْصَارِيَّةِ رَضِي
اللَّه عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّىاللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ
تُوُفِّيَتِ ابْنَتُهُ فَقَالَ اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ
مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي ا
ْلآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ فَإِذَا فَرَغْتُنَّ فَآذِنَّنِي
فَلَمَّا فَرَغْنَا
آذَنَّاهُ فَأَعْطَانَا حِقْوَهُ فَقَالَ أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ تَعْنِي
إِزَارَهُ
Ummu Athiyah Al ansariyah ra berkata :” Rasulullah saw, masuk kepada kita ketika putrinya meninggal dunia . Beliau bersabda
:” Mandikanlah tiga ,lima
kali atau lebih bila kamu berpendapat begitu dengan air dan bidara, lalu kali
terahir di beri kapur barus. Bila kamu telah selesai,beritahu aku . Ketika selesai, kami beritahukan kepada
beliau lalu beliau memberikan sarungnya
. Beliau berkata : “ Bungkuslah
dengannya “. [1]
Dalam hadis tsb Rasulullah tidak memerintah untuk membakar pedupaan , kayu garu , menutup telinga ,
hidung dengan kapas , air bunga , sabun , mengolesinya dengan minyak wangi ,
menyiramnya dengan kembang atau mengalungi jenazah dengan bunga yang di renteng
dengan benang .
Syekh Abdullah bin Abdul aziz bin baz menyatakan :
وَلاَ حَاجَةَ إِلَى الصَّابُوْنِ
وَالشَّامْبُو وَغَيْرِهِمَا ، إِلاَّ إِذاَ لَمْ يَكْفِ السِّدْرُ فِي إِزَالَةِ
اْلأَوْسَاخِ فَلاَ بَأْسَ بِاسْتِعْمَالِ الصَّابُوْنِ وَالشَّامْبُو
وَاْلأَشْنَانِ وَغَيْرِهَا مِنَ اْلأَنْوَاعِ اْلمُزِيْلَةِ لِلأَوْسَاخِ بَدْءًا
مِنَ اْلغَسْلَةِ اْلأُوْلَى ، وَيُجْعَلُ فِي اْلغَسْلَةِ اْلأَخِيْرَةِ شَيْءٌ
مِنَ اْلكَافُوْرِ؛ لِلْحَدِيْثِ الْمَذْكُوْرِ ، هَذَا هُوَ السُّنَّةُ فِيْمَا
أَعْلَمُ مِنَ اْلأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ ؛ لِحَدِيْثِ أُمِّ عَطِيَّةَ وَمَا
جَاءَ فِي مَعْنَاهُ.
Tidak dibutuhkan sabun , sampo dll untuk
memandikan mayat kecuali bila daun bidara tidak cukup untuk menghilangkan
kotoran mayat. Sa at ini boleh
mengenakan sabun , sampo , air dan lainnya
yang bisa menghilangkan kotoran mulai dari tuangan air pertama kali .
Untuk cucian yang akhir di campur dengan
kapur barus. Inilah sunnahnya
sebagaimana yang saya ketahui karena ada hadis Ummu Athiyyah atau sesamanya. [2]
Komentarku( Mahrus ali): Pengguna an sabun atau sampo dalam memandikan
jenazah tidak diperlukan, karena hukum sabun masih syubhat dan sangat tidak
laik bagi mayat bertemu dengan Allah dengan barang yang tidak disukai oleh
Allah .
Ingat untuk menstabilkan emulsi sampo dengan
glatin hewani yang mungkin dari babi atau sapi. Ada juga Gliserol/gliserin (E422) Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak
dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani , babi
atau sapi )
LPPOM MUI pernah menyatakan :
Karena banyaknya pemanfaatan lemak untuk keperluan
sehari-hari, menggugah sebuah lembaga di Penang,
Malaysia Consumer Association of Penang, Malaysia melakukan penelitian. Dalam
penelitiannya, lemak hewan tidak hanya digunakan untuk pembuatan kue, tapi
dipakai juga untuk membuat susu bubuk. Lemak hewan juga dipakai sebagai bahan
untuk pembuatan sabun. Salah satu bahan yang berasal dari lemak hewan yang
sering dipakai adalah mono gidliserida dan gliseran.
وَقَدْ قَالَ مَالِكٌ فِي
الزَّيْتِ النَّجِسِ يَجُوزُ الِاسْتِصْبَاحُ بِهِ فِي غَيْرِ الْمَسَاجِدِ
لِلْمُتَحَفِّظِ مِنْ نَجَاسَتِهِ وَيُعْمَلُ مِنْهُ الصَّابُونُ وَبِهِ قَالَ
الشَّافِعِيُّ
Imam Malik berkata tentang minyak najis , boleh di buat
memberi minyak lampu selain untuk masjid
agar terhindar dari benda yang
najis . Ia juga di buat untuk sabun .
Demikian pula pendapat Imam Syafi`I .[3]
Komentarku( Mahrus ali) : Pendapat kedua tokoh itu sekadar pendapat tanpa dalil.
Bila sabun dari benda yang najis , maka
tidak usah memakainya Hendaknya
kita menghindari najis baik pakaian atau tubuh kita , jangan sampai menyentuhnya atau tersentuh dengannya lalu kita melakukan salat .
Imam Nawawi berkata :
وَقِيلَ
: يَقُوم الصَّابُون وَالْأُشْنَان وَمَا أَشْبَهَهُمَا مَقَام التُّرَاب عَلَى
الْأَصَحّ
Ada orang berkata :
Sabun dan alat pembersih lainnya bisa
berfungsi seperti debu menurat kaul yang paling sahih [4]
Kalimat qila atau ada orang berkata , menunjukkan lemah , tidak boleh di buat pegangan dan tidak di mengerti siapakah dia
? dan bagaimanakah identitasnya
Dalam majalah al manar ada keterangan :
وَالصَّابُوْنُ أَيْضًا سَهْلُ اْلاِمْتِصَاصِ ، فَإِذَا
امْتُصَّتْ هَذِهِ اْلأَشْيَاءُ عَادَتْ إِلَى شَحْمٍ كَمَا كَانَتْ
Sabun itu mudah di peras . Bila di peras maka akan menjadi lemak
seperti semula .[5]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَجْمَرْتُمْ الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوهُ ثَلَاثًا
Dari Jabir berkata : Nabi bersabda: Bila kamu membakar dupa untuk
mayat , maka lakukanlah tiga kali [6]
Hanya Imam Ahmad yang
meriwayatkannya dari kalangan penyusun
kutubut tis`ah . Al albani menyatakan hadis tsb sahih , lihat dalam kitab sahih
al jami`
Dalam kitab sahihul jami` al albani menyatakan : Hukum ini di kecualikan bagi orang yang
berihram karena ada hadis tentang orang yang berihram sbb :
.
. . . وَلاَ تُطَيِّبُوهُ . . .
………… dan jangan kamu memberi
minyak wangi padanya ………[7]
KH Muhyiddin dalam bukunya Fiqh
tradisionalis berkata :
وَقَالَ اْلكَمَالُ ابْنُ الْهَمَّامِ وَكَيْفِيَةُ
تَجْمِيْرِهِ أَنْ يُدَوِّرَ مَنْ بِيَدِهِ الْمِجْمَرَةُ حَوْلَ سَرِيْرِهِ وِتْرًا
كَمَا قَالَ (فَأَوْتِرُوا)
Al Kamal Ibn Al hammam berkata :
Tata cara menukup mayit adalah
hendaklah orang yang memegang tempat penguapan di sekitar pembaringan mayit
dengan bilangan ganjil . Sesuai dengan hadits
yang artrnya : “ Hendaklah di lakukan dengan ganjil “ ( Faidh al qadir , juz 1 , hal 327 ) [8]
Maka dengan jelas bahwa mengharumkan
badan mayyit dengan setanggi yang harum merupakan sunnah Nabi .
Al Kamal Ibn Al hammam hanya berdasarkan hadis riwayat Imam
Ahmad tentang memberikan uap kayu gaharu pada mayat yang di nyatakan
nyeleneh oleh imam Suyuthi dan landasan dengannya sangat rapuh . Buktinya
jenazah Rasulullah , Usman bin Mazh` un
juga tidak di uapi dengan kayu gaharu. Begitu juga para
kulafaaur rasyidin .
Ibnu Hajar memberikan komentar tentang
mayat muhrim yang tidak boleh di
beri minyak wangi sbb :
دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ التَّطَيُّبَ لِلْمَيِّتِ
كَانَ مَسْنُونًا عِنْدَهُمْ وَأَنَّ الْمَعْرُوفَ لِغَيْرِ الْمُحْرِمِ
الْحَنُوطُ وَالطِّيبُ .
Hal itu sebagai dalil bahwa memberi minyak wangi kepada mayat adalah
disunatkan menurut mereka Dan kebisaan
bagi mayat yang tidak berihram adalah obat pengawet tubuh dan minyak wangi . [9]
Ibnu Hajar berkata :
وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ يَحْيَى
بْنِ مَعِينٍ ، أَنَّهُ قَالَ : لَمْ يَرْفَعْهُ غَيْرُ يَحْيَى بْنِ آدَمَ ، وَلَا
أَظُنُّهُ إلَّا غَلَطًا ، قَالَ النَّوَوِيُّ : وَكَأَنَّ ابْنَ مَعِينٍ بَنَاهُ عَلَى
قَوْلِ بَعْضِ الْمُحَدِّثِينَ : إنَّ الْحَدِيثَ إذَا رُوِيَ مَرْفُوعًا وَمَوْقُوفًا
، فَالْحُكْمُ لِلْوَقْفِ ، وَالصَّحِيحُ أَنَّ الْحُكْمَ لِلرَّفْعِ ؛ لِأَنَّهُ زِيَادَةُ
ثِقَةٍ ، وَلَا شَكَّ فِي ثِقَةِ يَحْيَى بْنِ آدَمَ .
Hadis tentang menguapi mayat dengan dupa itu di riwayatkan oleh Al baihaqi dari Ibnu
Ma`in dan beliau sendiri menyatakan
: Hanya Yahya bin Adam
yang menyatakan hadis tsb marfu` . Saya kira dia keliru “.
Imam Nawawi memberikan komentar : Seolah Ibnu Main berpegangan kepada
perkataan sebagian ahli hadis bahwa bila
hadis itu marfu` atau mauquf , maka harus di hukumi mauquf ( ;lemah dan tidak sambung kepada Nabi ) . Sebetulnya
hadis tsb adalah marfu`
karena tambahan dari orang yang
terpercaya . Dan tidak di ragukan tentang
identitas Yahya bin Adam yang terpercaya. [10]
Komentarku( Mahrus ali) : Penambahan kalimat dalam suatu hadis bukan
hadis , ya`ni bukan perkataan Nabi karena
ia tambahan dari perawi . Saya
pernah baca dalam kitab karya Thobari penjelasan yang menyatakan bahwa tambahan seorang perawi terpercaya dan tiada
hadis lain yang mendukungnya maka
termasuk tambahan yang tidak boleh di buat landasan “.
Dan inilah yang benar dan penulis
setuju dengannya . Penulis ingat
keterangan ulama sbb :
Seluruh
hadis yang menceritakan kisah tersebut dari jalur al ala` bin Abd rahman . Penulis tidak menjumpai perawi lainnya . Dia
adalah perawi yang terkadang keliru dalam menyampaikan hadis . Ulama berselisih pendapat tentang riwayatnya :
قَالَ الْخَلِيْلِى
: مَدَنِىٌّ ، مُخْتَلَفٌ فِيْهِ ِلأَنَّهُ يَنْفَرِدُ بِأَحَادِيْثَ لاَ
يُتاَبَعُ عَلَيْهَا
Al kholili
berkata : Dia adalah perawi Madinah yang ulama masih hilaf tentang
identitasnya , karena dia banyak meriwayatkan hadis yang tidak di
riwayatkan oleh perawi lainnya .
وَ قَالَ : إِنَّهُ
ضَعِيْفٌ
Said al maqburi
berkata : Dia adalah perawi lemah .
Yahya bin Main berkata : Orang – orang sama
berhati – hati terhadap riwayat Muhammad bin Muslim , hadisnya tidak bisa di
buat hujjah [11]
Namun dikomentari olehYusuf bin Abdillah bin
Abdulbar Annamiri ,lahir 368 , wafat 463
sbb:
اِنْفَرَدَ بِهِ مُحَمَّدٌ بْنُ مُسْلِمٍ مِنْ بَيْنِ
أَصْحَابِ عَمْرُو بْنِ دِيْنَارٍ وَمَا انْفَرَدَ بِهِ فَلَيْسَ بِاْلقَوِي
Muhammad bin Muslim secara sendirian meriwayatkan
hadis tsb di antara teman – teman Amar
bin Dinar. Dan hal sedemikian ini tidak kuat.
Hadis tsb di cantumkan oleh Al Uqaili dalam
koleksi hadis lemah dalam bukunya
Dhu`afaul uqaili [12]
Beliau juga menyatakan :
لَا يُتَابَعُ عَلَيْهِ
Tiada perawi lain yang mendukungnya
Untuk perawi bernama Quthbah bin Abd Aziz yang meriwayatkan hadis
tentang mayat di uapi dengan kayu gaharu
tidak di masukkan oleh Bukhari sebagai perawi dalam kitab sahihnya .
3405 - وَفِي رِوَايَة
: " جَمِّرُوا كَفْنَ الْمَيِّتِ ثَلَاثًا " . رَوَاهُ الإِمَامُ أََحْمَدُ
، [ وَالْحَاكِم ُ] ، وَالْبَيْهَقِيّ ، وَإِسْْنَادُهُ صَحِيْحٌ .
Dalam salah satu riwayat : Uapilah mayat dengan dupa tiga
kali . HR Imam Ahmad , Al Hakim dan al baihaqi
sanadnya sahih . [13]
Jadi sama perawi – perawinya, kalimat hadis berbeda ,
yaitu satu riwayat , mayat yang di suruh untuk di uapi dengan kayu
gaharu dan di riwayat lain , kain mayat yang di suruh untuk di uapi dengan kayu
gaharu . Lantas keduanya di katakan
bersanad yang sahih lalu mana yang di benarkan . Sebab , pernyataan nabi
adalah salah satunya bukan keduanya . Jadi kepada riwayat mana kita berpegangan . Jalan paling
tepat menyatakan bahwa hadis tsb
nyeleneh sebagaimana di katakan oleh Imam
Suyuthi :
وَمِنْ غَرِيْبِ الْحَدِيْثِ : "أَجْمَرْتُمُ
الْمَيِّتَ" : بَخَّرْتُمُوْهُ بِالطِّيْبِ
Hadis bila kamu membakar kayu gaharu untuk mayat adalah
hadis nyeleneh .
Dalam kitab Mausuah ruwatil hadis ada keterangan sbb :
رَوَى لَهُ الْجَمَاعَةُ سِوَى اْلبُخَارِى .
اهـ .
وَقَالَ اْلبَزَّارُ : صَالِحٌ وَ لَيْسَ بِالْحَافِظِ
. اهـ .
Perawi Quthbah di pakai oleh segolongan ahli hadis kecuali Bukhari .
Al Bazzar berkata : Dia orang
saleh tapi tidak hafizh .
Ada hadis lagi sbb :
.
حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ
أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِأَهْلِهَا أَجْمِرُوا ثِيَابِي إِذَا مِتُّ ثُمَّ
حَنِّطُونِي وَلَا تَذُرُّوا عَلَى كَفَنِي حِنَاطًا وَلَا تَتْبَعُونِي بِنَارٍ
Dari Yahya dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari Asma` bint Abu bakar ,
sesungguhnya dia berkata kepada
keluarganya : Berilah uap kayu gaharu
pada pakaianku bila aku mati , lalu
berilah obat pengawet tubuh ( seperti tubuh yang akan di jadikan mumi ) , dan
jangan di tebarkan obat pengawet tubuh
itu kepada kafanku dan jangan di sertai
api dalam mengantarkan jenazahku .
komentarku : Hanya Imam Malik
yang meriwayatkannya dari kalangan penyusun kutubut tis`ah . . Ia juga di
cantumkan dalam sunan Baihaqi 1311/3 .
Tapi sanadnya berb eda ………………. Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
Asm a` binti Abu Abakar . ………… Dalam kitab Mushonnaf Abd Razzaq juga
sanadnya mirip dengan sanad hadis dalam
kitab sunan baihaqi . [14]
Komentarku :
Dalam kitab Muwattha`
ternyata sanad hadis tsb kurang yaitu dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dan memang
Hisyam juga terkenal mudallis . Dan seorang mudallis menurut Imam
Syafi`I tidak di terima riwayatnya . Maksud mudallis disini adalah
menyelinapkan perawi lemah agar di
anggap sanadnya sahih dan hadisnya bisa
di dengar dan di buat pegangan . Imam Dzahabi pernah
menolak seorang petrawi al walid karena
mudallis sbb :
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ
الذَّهَبـِي : كَانَ مُدَلِّسًا ، فَيُتَّقَى مِنْ حَدِيْثِهِ مَا قَالَ فِيْهِ
Kedudukannya menurut Dzahabi
: Dia perawi yang suka menyelinapkan perawi lemah, jadi hadis yang dari
perkataannya harus di hindari . [15]
Imam Malik tidak rela kepada riwayat Hisyam karena selalu kacau dalam
meriwayatkan sanad .
Abul aswad pernah berkata ; Hadis Ummu Zar`in juga di marfu`kan oleh Hisyam bin Urwah secara sendirian dan tidak ada perawi lainnya yang melakukan seperti itu .
Abul Hasan bin Al Qatthan menyatakan : Dia kabur hapalannya ketika usia lanjut . [16]
Jadi saya masih condong dengan pendapat Imam Suyuthi yang menyatakan
bahwa hadis tentang membakar kayu gaharu
untuk mayat nyeleneh dan tidak bisa di
buat pegangan karena tidak ada hadis
lain yang mendukungnya dan perawi
bernama Yahya bin Adam juga di kritik
oleh Ulama dan Hisyam bin Urwah juga begitu. Dan secara relaita, ketika merawat jenazahnya usman bin Madh`un , putri Rasulullah juga tidak memberinya dengan uapan kayu gaharu.
Ada atsar sbb :
زَائِدَةُ قَالَ سَمِعْتُ النَّخَعِىَّ عَنْ
عَلْقَمَةَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : الْكَافُورُ يُوضَعُ عَلَى مَوَاضِعِ
السُّجُودِ.
Dari Zaidah berkata : Aku
mendengar An nakho`I dari Al qamah dari Ibn u Mas`ud berkata :
Kapur barus di letakkan di tempat – tempat sujud ( ya`ni anggota
tubuh mayat yang di gunakan untuk sujud
di olesi dengan kapur barus )
Perawi bernama Ibrahim bin
Yazid an nakhoi yang tercantum sebagai perawinya tidak mempunyai murid
bernama Zaidah dengan segala macam sukunya.
Dari sini tampak sisi kelemahan atsar tsb .
Kisah dengan sanadnya tercantrum
dalam kitab sunan Al baihaqi [17]
Al bani sendiri menyatakan atsar
di atas ( atsar Ibnu Mas`ud ) adalah
lemah . [18]
Komentarku :
Kapur barus untuk mayat itu hanya sekedar sebagai campuran ketika
siraman yang ke tujuh untuk mayat . Dan
itulah hadis yang muttafaq alaih .
الْحَسَنُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ هَارُونَ بْنِ
سَعِيدٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، قَالَ : كَانَ عِنْدَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
مِسْكٌ ، فَأَوْصَى أَنْ يُحَنَّطَ بِهِ ، وَقَالَ : هُوَ فَضْلُ حَنُوطِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
انْتَهَى وَسَكَتَ ، وَرَوَاهُ ابْنُ أَبِي
شَيْبَةَ فِي " مُصَنَّفِهِ " حَدَّثَنَا حُمَيْدٍ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بِهِ ، وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي " سُنَنِهِ " ، قَالَ
النَّوَوِيُّ : إسْنَادُهُ حَسَنٌ { حَدِيثٌ آخَرُ } :
Dari Harun bin Said dari Abu Wa`il berkata :
Ali punya minyak wangi misik ,
lalu minta agar tubuhnya ( ketika mati kelak ) diolesi dengannya dan mengatakan bahwa itulah kelebihan minyak wangi Rasulullah yang di
oleskan ke tubuhnya ketika meninggal dunia .
Al Hakim menriwayatkannya tapi beliau menyatakan no command .
Ia juga di riwayatkan oleh Al Baihaqi , Ibnu Abi Syaibah . Imam Nawawi
berkata : Sanadnya hasan . [19]
Komentarku( Mahrus ali) :
Abu Wail bernama Syaqiq bin Salamah al asadi dan Harun bin Sa`id sendiri tidak punya guru
bernama Abu Wail . Dari sini ber arti sanadnya
ada perawi yang tidak di can tumkan dan termasuk sanad
yang putus dan ini indikator kelemahan
. Setahu saya atsar tersebut
tidak di cantumkan dalam kutubut tis`ah . Dan ia memang di tinggalkan karena tidak akurat . Imam Nawawi menyatakan atsar tsb hasan
tanpa argumen . Al Hakim saja yang
biasanya memberi komentar sahih atau
hasan tidak memberikan komentar. Penulis menemukan cacat lagi dalam sanad atsar tersebut yaitu
perawi bernama Al Hasan bin Saleh
yang tertuduh Syi`ah , kata Ibnu Hajar dan dzahabi. [20]
Bila Rasulullah ketika meninggal dunia , tubuhnya atau kain kafannya di beri minyak wangi atau kayu gaharu , maka sulit di benarkan karena tidak ada hadis
sahih yang menerangkannya . Lalu mengapa dalam atsar tersebut di katakan , bahwa
itulah sisa kayu gaharu atau minyak wangi untuk jenazah Rasulullah
Dalam fatawa al
azhar ada keterangan sbb :
وَكَانَ الْغَرَضُ مِنْهُ مَنْعَ رَائِحَةِ التَّعَفُّنِ
ِللْجُثَّةِ حَتىَّ يُصَلَّى عَلَيْهَا وَتُدْفَنَ .
Tujuan di gunakan obat pengawet
bagi mayat adalah untuk mencegah bau bangkai tubuh sehingga di salati atau di kubur . [21]
Komentarku( Mahrus ali) : Tujuan
fatwa al azhar itu memperkenankan memberikan al hanuth .
Kalimat al hanuth ini adalah
bahasa arab . Artinya banyak macam
: Minyak wangi , obat pengawet
tubuh atau kayu gaharu .
Namun dalam fatawa al azhar di artikan
obat pengawet dan katanya
jenazah Rasulullah
dulu juga di kasih obat
pengawet . Kisah ini yang perlu dalil
dan saya belum menjumpai dalilnya .
Dalam kitab al mukhosshos di
terangkan sbb :
الحَنُوْطُ - طِيْبٌ يُخْلَطُ ِللْمَيِّتِ
: Al hanuth adalah minyak wangi yang di campur
dengan lainnya untuk mayat . kata Ibn Sayyidih
[22]
As shoghoni berkata
قَالَ اْلأَزْهَرِي: وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ
كُلَّ مَا يُطَيَّبُ بِهِ الْمَيِّتُ مِنْ ذَرِيْرَةٍ أَوْ مِسْكٍ أَوْ عَنْبَرٍ أَوْ
كَافُوْرٍ وَغَيْرِهِ مِنْ قَصَبٍ هِنْدِيٍ أَوْ صَنْدَلٍ مَدْقُوْقٍ فَهُوَ كُلُّهُ
حَنُوْطٌ.
Al azhari berkata : ini menunjukkan bahwa setiap haruman yang di
gunakan untuk mayat baik serbuk , misik,
anbar , kafur , kayu India , kayu
cendana dll . seluruhnya di katakan al
hanuth . [23]
Jadi minyak wangi untuk mayat
perlu dalil dan saya belum menjumpainya
.
Imam Bukhari membikin bab sbb :
بَاب الْحَنُوطِ لِلْمَيِّتِ
Bab : Al Hanuth ( minyak wangi ,
kayu gaharu atau bahan pengawet tubuh ) untuk mayat
Dalilnya sbb :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ
بِعَرَفَةَ، إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ، أَوْ قَالَ،
فَأَوْقَصَتْهُ؛ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ
فِي ثَوْبَيْنِ وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ
يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا
.Ibnu Abbas ra menuturkan: “Ketika seorang
lelaki sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ia terjatuh dari kendaraan (onta)nya,
maka batang lehernya patah sampai ia tewas. Nabi saw bersabda: “Mandikan
jenazahnya dengan air dan daun bidara dan kafanilah ia dengan dua lapis kain
ihramnya, jangan diberi parfum dan jangan ditutupi kepalanya. Sesungguhnya, ia
akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil bertalbiyah.” (Bukhari, 23, Kitabul
Jana’iz, 20, bab mengkafani dengan dua lembar kain).
Allu`lu`
wal marjan 358/1 Al albani berkata : sahih
Lihat di kitab karyanya : talkhis ahkamil jana`iz 17
– 13/1
Imam
Bukhari meriwayatkan lagi sbb :
أَتَى أَنَسٌ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ وَقَدْ
حَسَرَ عَنْ فَخِذَيْهِ وَهُوَ يَتَحَنَّطُ فَقَالَ يَا عَمِّ مَا يَحْبِسُكَ أَنْ
لَا تَجِيءَ قَالَ الْآنَ يَا ابْنَ أَخِي وَجَعَلَ يَتَحَنَّطُ يَعْنِي مِنْ
الْحَنُوطِ ثُمَّ جَاءَ فَجَلَسَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ انْكِشَافًا مِنْ
النَّاسِ فَقَالَ هَكَذَا عَنْ وُجُوهِنَا حَتَّى نُضَارِبَ الْقَوْمَ مَا هَكَذَا
كُنَّا نَفْعَلُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِئْسَ
مَا عَوَّدْتُمْ أَقْرَانَكُمْ
Anas datang kepada Tsabit bin Qais yang telah membuka kedua pahanya lalu mengolesinya dengan minyak wangi mayat.
Anas berkata : Wahai pamanku ! apa yang
membikinmu tidak datang ? “.
Tsabit berkata : Sekarang wahai
anak saudaraku ! Dia mngules tubuhnya dengan minyak wangi ( dari minyak wangi untuk mayat ) .
Dalam percakapan tsb di terangkan manusia sama lari dalam
peperangan , lalu dia berkata : Berilah ruang untuk kami hingga
kami memukul mereka , tidak dengan cara
ini kita berbuat bersama Rasulullah . Sungguh jelek apa yang kamu biasakan terhadap saingan –
sainganmu . [24]
Hanya Imam Bukhari yang meriwayatkan atsar tsb
Komentarku( Mahrus ali) :
Imam
Bukhari membikin bab seperti itu adalah
haknya , bagi pengarang lain di
persilahkan memubuat bab seperti itu atau tidak . Asal , punya dalil dan kita telah sepakat tidak
akan mempercayai pendapat orang tanpa dalil yang sahih .
Dalil
yang di pakai oleh Imam Bukhari
di sini adalah orang yang lagi berihram
meninggal dunia , lalu
Rasulullah melarang menggunakan minyak
wangi kepadanya dan jangan di
tutupi kepalanya . Untuk mayat yang
bukan ber ihram , Rasulullah tidak memberikan komentar .
Anehnya
Imam Nawawi menyatakan :
"
فَفِيهِ دَلِيْلٌ عَلَى أًَنَّ الْمَعْرُوْفَ لِغَيْرِ الْمُحْرِمِ الْحَنُوْطُ
وَالطِّيْبِ .
Hadis tsb menunjukkan bahwa kebiasaan bagi orang yang tidak ber ihram
adalah menggunakan obat al hanuth dan
minyak . [25]
Maksudnya di kalangan sahabat
bila ada orang yang meninggal dunia ,
budayanya menggunakan al hanut dan minyak wangi lalu di oleskan ke tubuhnya .
Komentarku( Mahrus ali) : Bila di katakan , budaya mereka menggunakan
dua campuran itu , maka perlu dalil dan saya belum menjumpai dalil
dari hadis sahih di mana para sahabat
menggunakan dua macam itu untuk
mengolesi mayat . Bila tidak ada dalilnya , maka kesimpulan Imam Nawawi itu
sekedar pendapat peribadi. Lihat saja ,
para sahabat dan ulama salaf tidak melakukannya . Setahu saya , Ibn
Hajar menyatakan seperti itu , tapi sekedar mengutip pendapat Imam Nawawi .
Pada hal orang pintar atau ulama di dunia ini banyak sekali dan
kita hanya di perintah untuk mengikuti
dalil bukan membebek kepada figur .
Imam Nawawi juga menyatakan sunat mengoleskan minyak wangi pada
mayat dengan dasar sbb :
3394
- فِيهِ حَدِيث أُبيّ بن كَعْب فِي قصَّة آدم صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ
السَّابِق فِي بَاب " الْغسْل " .
Hadis Ubay bin Ka`ab tentang kisah Adam as yang dulu
di bab “ Mandi “.
Komentarku( Mahrus ali) : Saya lacak di kitab Khulashotul ahkam
.lalu saya jumpai sbb :
3317
- عَنْ أُبَيّ بْنِ كَعْبٍ مَرْفُوْعاً : " لمَاَّ تُوُفِّي آدَمُ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ غَسَلَتْهُ الْمَلَائِكَة بِالْمَاءِ
وِتْرًا ، وَلَحَدُوا لَهُ ، وَقَالُوا : هَذِهِ
سُنَّةُ وَلَدِ آدَمَ " .
3318
- وَرُوِيَ مَرْفُوْعًا : " أََنَّهُمْ غَسَّلُوْهُ ، وَكَفَّنُوْهُ ، وَحَنَّطُوهُ
، وَلَحَدُوا لَهُ ، وَصَلُّوا عَلَيْهِ ، وَأَدْخَلُوْهُ قَبْرَهُ ، وَوَضَعُوا
عَلَيْهِ اللَّبِنَ ، وَحَثَوْا عَلَيْهِ التُّرَابَ ، ثمَّ قَالُوا : يَا بَنِي
آدَمَ ، هَذِهِ سُنَّتُكُمْ " .
Dari Ubay bin Ka`ab , hadis marfu` : Ketika Nabi Adam meninggal dunia , maka para malaikat
memandikannya dengan dengan siraman
yang ganjil , lalu mereka membikin liang lahad , lalu berkata : Inilah ajaran anak Adam .
Ada hadis marfu` lagi bahwa mereka memandikan Adam ,
mengkafaninya , memberinya obat pengawet / minyak wangit atau kayu
gaharu , membikin liang lahad ,
melakukan salat padanya , memasukkannya
ke kuburan , meletakkan bata dan menaburkan debu padanya
, lalu berkata : Wahai Banu Adam !
inilah sunnah mu atau ajaranmu . [26]
Komentarku( Mahrus ali) :
Hanya Imam Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb , dan
pada hakikatnya ia adalah perkataan Ubay – sahabat Nabi dan
bukan dari Nabi yang melalui
wahyu. Jadi tidak boleh di buat pegangan . Dan secara peraktek , para sahabat tidak mengolesi minyak wangi pada
mayat .
Ada perawi bernama Humaid at thowil
yang terpercaya , suka
menyelinapkan perawi lemah dan Zaidah mengkeritik kepada nya karena suka masuk
kepada para amir . Ibnu Hajar berkata lagi :
وَ أَمَّا تَرْكُ زَاِئدَةَ حَدِيْثَهُ ، فَذَاكَ
ِلأَمْرٍ آخَرَ ; ِلدُخُوْلِهِ فِى شَىْءٍ مِنْ أُمُوْرِ الْخُلَفَاءِ . اهـ
Zaidah mengeritik hadisnya ,
maka karena persoalan lain , sebab dia suka turut campur sebagian masalah para kholifah [27]
مَرْتَبَتُهُ
عِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ : ثِقَةٌ مُدَلِّسٌ ، وَ عَابَهُ زَائِدَةٌ لِدُخُوْلِهِ فِى
شَىْءٍ مِنَ أَمْرِ اْلأُمَرَاءِ
Martabat Humaid Atthowil
menurut Ibnu Hajar adalah perawi terpercaya yang suka menyelinapkan perawi
lemah. Dia di kritik oleh Zaidah karena masuk kedalam urusan amir.
مَرْتَبَتُهُ
عِنْدَ الذََّهَبـِي : وَثَّقُوهُ ، يُدَلَّسُ عَنْ أَنَسٍ
Martabatnya menurut
Dzahabai: Mereka menyatakan dia terpercaya, tapi suka menyelinapkan perawi
lemah dari Anas.
و قال ابن سعد
: كَانَ ثِقَةً كَثِيْرَ الْحَدِيْثِ ، إِلَّا أَنَّهُ رُبَّماَ دَلَّسَ عَنْ
أَنَسٍ
.
Ibnu Sa`ad berkata: Dia
terpercaya, banyak hadisnya, tapi terkadang dia menyelinapkan perawi lemah dari
Anas.[28]
Ada
lagi perawi yang di keritik oleh Imam Nasai
yaitu Hudbah bin Kholid , beliau berkata :
وَ قَالَ النَّسَائِى : ضَعِيْفٌ
Imam Nasai berkata : Hudbah adalah perawi lemah .
Jadi hadis tentang malaikat memberikan minyak wangi atau membakar kayu gaharu untuk mayat Adam adalah bukan hadis dan sanadnya
juga di keritik kalangan ulana dan boleh di katakan lemah karenanya .
Ada lagi hadis sbb :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ عَنْ
نَافِعٍ قَالَ : مَاتَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ رَضِىَ
اللَّهُ عَنْهُ وَكَانَ بَدْرِيًّا فَقَالَتْ أُمُّ سَعِيدٍ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : أَتُحَنِّطُهُ بِالْمِسْكِ فَقَالَ : وَأَىُّ
طِيبٍ أُطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ هَاتِى مِسْكَكِ فَنَاوَلَتْهُ إِيَّاهُ قَالَ
وَلَمْ يَكُنْ يُصْنَعُ كَمَا تَصْنَعُونَ وَكُنَّا نَتَتَبَّعُ بِحَنُوطِهِ
مَرَاقَّهُ وَمَغَابِنَهُ.
Dari Ismail bin Umayyah dari
Nafi` berkata : Said bin Zaid bin Amar
bin Nufail ra - dia juga pernah ikut perang Badar , lalu
Ummu Sai`d berkata kepada Abdullah bin
Umar ra , apakah aku mengolesinya dengan
minyak misik .
Abdullah bin Umar berkata : Adakah
minyak wangi yang lebih harum dari pada minyak misik . Berikan kepadaku minyak
misikmu . Wanita itu memberikan nya
kepada Abdullah bin Umar .
Perawi berkata :
Pengolesannya tidak sebagaimana yang
kamu lakukan . Kami mengamatinya ,
beliau mengolesi ke bawah perut dan
ketiaknya . [29]
Saya telah mengecek di kitab –
kitab hadis dan syarah- syarahnya , kitab takhrij dan banyak kitab lainnya ternyata ia hanya di kisahkan oleh Imam Al
baihaqi dan saya tidak mengetahui imam lainnya yang mengisahkan hadis seperti
itu .
Wafatnya Said bin Zaid bin Amar
bin Nufail pada tahun 50 , 51,52
Hijriyah. Dan Nafi` yang wafat pada tahun 117 tidak menjumpai Sa`id bin Zaid . Kecuali bila di bilangi oleh Ibnu Umar dan Nafi` tidak menyatakan seperti itu seolah beliau melihatnya sendiri . Ada lagi
seorang perawi bernama Said bin
Maslamah yang di gunakan oleh Imam Baihaqi dalam meriwayatkan hadis
tsb ternyata lemah ,. Kata Ibn Hajar . Dan
pelupa kata Adz dzahabi . [30]
Untuk kain kafan di lepas ketika
di liang kubur , hadisnya lemah sekali [31]
Boleh anda baca juga di buku saya: Kesalahan modin dalam merawat
Jenazah.
Bacalah
lagi diblog ke dua : www.mantankyainu2.blogspot.com
Mau telp
atau sms: 085852588175. 03140158866. 088803080803.. sms langsung ke laptop
08819386306.email darulqurani@yahoo.co.id
[1] Muttafaq alaih , Bukhori
1253
[2] encycplopedia fatwa Lembaga Tetap Pengkajian
Ilmiyah dan Fatwa Saudi dan dua tokoh ulama, bab sarana memandikan mayat.
[3]
Syarah al muwattha` 418/4
[4]
Syarah al muwattha` 448/1
[5]
Majalah al manar 193/18
[6]
HR Ahmad 14131
[7]
Talkhis ahkam al janaiz 13/1
[8]
Faidh al qadir 421/1
[9]
Nashbur royah 478/3
[10]
Nasbur royah 488/3
[11] Mausuah ruwatil hadis 5247
[12]
134/4
[13]
Khulashotul ahkam 256 / 2
[14]
Mushonnaf Abd Razzaq 417/3
[15]
Mausuah ruwatil hadis 7456
[16]
Mausuah ruwatil hadis 7302
[17]
Sunan Al Baihaqi 1312/ 3
[18]
Al minnah al kubra 7/1
[19]
Nasb al rayah 478/3
[20]
Mausuah ruwatil hadis 1250
[21]
Fatawa al azhar 46/8
[22]
Al mukhosshos 436/2
[23] Al ubab al zahir 244/1
[24]
Sahih Bukhari 441/ 0
[25]
Khulashoh al ahkam 3395
[26]
Khulashoh al ahkam 933 / 2
[27]
1544 Mausuah ruwatil hadis
[28]
Mausuah ruwatil hadis 1544
[29]
HR Al baihaqi dalam kitab sunan kubra
1313/3
[30]
Mausuah ruwatil hadis 2395
[31]
Khulashoh al ahkam 3410
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan