Hujjatul Islam Moawenian dalam ceramahnya menceritakan kisah berikut. Ulama besar Syiah, Allamah Amini, menyampaikan sebuah pertanyaan sederhana di hadapan para ulama ahlusunah: Siapakah imamnya Fatimah binti Muhammad?
Dalam pertemuan tersebut terdapat sekitar 70-80 ulama besar suni yang menghapal di atas 10-100 ribu hadis yang ada. Setelah mereka makan, mereka ingin mengajaknya terlibat dalam diskusi dan dengan cara ini mereka dapat membuatnya terdiam. Tapi Allamah Amini mengingatkan mereka tentang peraturan bahwa dia datang hanya untuk makan malam.
Salah satu di antara mereka kemudian mengatakan bahwa akan lebih baik jika masing-masing di antara yang hadir dapat mengutipkan sebuah hadis.
Dengan cara ini, allamah juga akan terlibat menyampaikan hadis dan hadis tersebut dapat membantu mereka untuk memulai diskusi. Semuanya menyampaikan sebuah hadis sampai akhirnya giliran Allamah Amini. Mereka memintanya untuk menyampaikan sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw.
Allamah mengatakan tidak masalah, tapi dia akan menyampaikan sebuah hadis dengan satu syarat: setelah saya menyampaikan hadis, masing-masing dari kalian harus menyampaikan pandangan tentang sanad dan kebenaran hadis tersebut. Mereka menerimanya.
Kemudian, beliau menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Siapa yang tidak mengenal imam zamannya kemudian meninggal, maka meninggalnya sama seperti pada masa jahiliah.”
Tidak ada yang menjawabnya. Mereka semua terdiam dan setelah beberapa lama satu per satu meninggalkan tempat. “Allah mengetahui bahwa saya melakukan diskusi ini dengan ulama suni di Masjidilharam dan dia adalah orang yang sangat ahli dan berpengetahuan. Dia hanya tertawa. Aku tanyakan kepadanya jawaban pertanyaan saya, tapi dia hanya tertawa.”
Saya mulai marah dan mengatakan padanya, “Apa yang Anda tertawakan?” Dia menjawab, “Saya menertawakan diri saya sendiri.” Saya tanya, “Benarkah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya tanya lagi, “Mengapa?”
“Karena saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Anda. Jika saya katakan Fatimah tidak mengenal imam pada zamannya, itu berarti dia wafat sebagai seorang kafir. Tapi tidak mungkin pemimpin para wanita di dunia ini tidak mengenal imamnya. Tidak pernah mungkin!”
“Jika Fatimah mengenal imamnya, bagaimana saya bisa mengatakannya? Misal Abu Bakar adalah imamnya, tetapi Bukhari dalam kitabnya menuliskan fakta bahwa Fatimah wafat dalam keadaan marah… Tidak mungkin bagi Fatimah untuk marah kepada imamnya!”
Fatimah adalah alasan terkuat kami. Karena Fatimah, tidak ada tempat untuk menyembunyikan kebenaran. Karenanya, menghidupkan nama Fatimah dan menangis untuk kesyahidahannya adalah seruan kepada tauhid. Menangis untuk Fatimah, pintu dan rumahnya yang terbakar adalah menangis untuk Alquran yang juga terbakar! (Sumber: Eja Jufri)
Sumber: http://musadiqmarhaban.wordpress.com/2011/04/18/siapakah-imamnya-fatimah-binti-muhammad/#more-2706
Komentarku:
KIsah tsb baru kali ini saya jumpai, baru kali ini saya baca. Kisah tsb tidak saya dapatkan di surat kabar arab atau kitab arab. Ini adalah kedustaan Syi`ah dalam menyajikan kisah. Begitu juga hadis yang diketengahkan itu tidak terdapat dalam kitab kitab hadis ahlus sunnah. Hadis itu kedustaan Syi`ah yang berkeyakinan berdusta adalah mendapat pahala dan termasuk ibadah yang baik.Dan kejujuran adalah haram dan mendapat dosa
80 ulama, masak tidak bisa menjawab kisah itu, masak ulama Mekkah dan Medinah yang sudah pegangannya Quran dan hadis tidak bisa menjawabnya. Apakah mereka tidak tahu bahwa hadis tsb palsu? Cukup dijawab, mana sanadnya? Di kitab mana hadis itu?
meriwayatkan daripada Aisyah bahawa Fatimah AH tidak bercakap dengan Abu Bakar sehingga beliau meninggal dunia. Beliau hidup selepas Nabi wafat selama 6 bulan. Manakala beliau wafat, suaminya Ali AS mengkebumikannya di waktu malam dan tidak mengizinkan Abu Bakar dan Umar mengerjakan solat jenazah ke atasnya [Al-Bukhari,Sahih,VI,hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh,I,hlm.159; al-Tabari,Tarikh,III,hlm.159]Ada sebuah kisah nyata tentang Allamah Amini (penulis kitab al-Ghadir). Allamah Amini diundang oleh para ulama suni dalam sebuah acara makan malam ketika beliau ada di Mekah atau Madinah. Pertama kalinya beliau menolak, tapi mereka memaksa. Namun kemudian, beliau menerima dengan satu syarat bahwa dia hanya datang untuk makan malam, bukan diskusi, karena pandangan beliau sudah dikenal. Mereka menerima persyaratannya. Mereka mengatakan kalau beliau datang, barulah akan dipikirkan apa yang akan dilakukan.
Dalam pertemuan tersebut terdapat sekitar 70-80 ulama besar suni yang menghapal di atas 10-100 ribu hadis yang ada. Setelah mereka makan, mereka ingin mengajaknya terlibat dalam diskusi dan dengan cara ini mereka dapat membuatnya terdiam. Tapi Allamah Amini mengingatkan mereka tentang peraturan bahwa dia datang hanya untuk makan malam.
Salah satu di antara mereka kemudian mengatakan bahwa akan lebih baik jika masing-masing di antara yang hadir dapat mengutipkan sebuah hadis.
Dengan cara ini, allamah juga akan terlibat menyampaikan hadis dan hadis tersebut dapat membantu mereka untuk memulai diskusi. Semuanya menyampaikan sebuah hadis sampai akhirnya giliran Allamah Amini. Mereka memintanya untuk menyampaikan sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw.
Allamah mengatakan tidak masalah, tapi dia akan menyampaikan sebuah hadis dengan satu syarat: setelah saya menyampaikan hadis, masing-masing dari kalian harus menyampaikan pandangan tentang sanad dan kebenaran hadis tersebut. Mereka menerimanya.
Kemudian, beliau menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Siapa yang tidak mengenal imam zamannya kemudian meninggal, maka meninggalnya sama seperti pada masa jahiliah.”
من مات و لم يعرف إمام زمانه مات ميتة جاهلية
Kemudian ia bertanya kepada masing-masing dari mereka tentang
kebenaran hadis tersebut. Mereka semua menyatakan bahwa hadis tersebut
benar dan tidak ada keraguan tentangnya dalam semua kitab rujukan suni.
Kemudian allamah mengatakan bahwa kalian semua sepakat tentang
kebenaran hadis ini. “Baiklah, saya mempunyai satu pertanyaan. Katakan
kepada saya apakah Fatimah mengenali imamnya? Lalu siapakah imamnya?
Siapakah imamnya Fatimah?”Tidak ada yang menjawabnya. Mereka semua terdiam dan setelah beberapa lama satu per satu meninggalkan tempat. “Allah mengetahui bahwa saya melakukan diskusi ini dengan ulama suni di Masjidilharam dan dia adalah orang yang sangat ahli dan berpengetahuan. Dia hanya tertawa. Aku tanyakan kepadanya jawaban pertanyaan saya, tapi dia hanya tertawa.”
Saya mulai marah dan mengatakan padanya, “Apa yang Anda tertawakan?” Dia menjawab, “Saya menertawakan diri saya sendiri.” Saya tanya, “Benarkah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya tanya lagi, “Mengapa?”
“Karena saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Anda. Jika saya katakan Fatimah tidak mengenal imam pada zamannya, itu berarti dia wafat sebagai seorang kafir. Tapi tidak mungkin pemimpin para wanita di dunia ini tidak mengenal imamnya. Tidak pernah mungkin!”
“Jika Fatimah mengenal imamnya, bagaimana saya bisa mengatakannya? Misal Abu Bakar adalah imamnya, tetapi Bukhari dalam kitabnya menuliskan fakta bahwa Fatimah wafat dalam keadaan marah… Tidak mungkin bagi Fatimah untuk marah kepada imamnya!”
Fatimah adalah alasan terkuat kami. Karena Fatimah, tidak ada tempat untuk menyembunyikan kebenaran. Karenanya, menghidupkan nama Fatimah dan menangis untuk kesyahidahannya adalah seruan kepada tauhid. Menangis untuk Fatimah, pintu dan rumahnya yang terbakar adalah menangis untuk Alquran yang juga terbakar! (Sumber: Eja Jufri)
Sumber: http://musadiqmarhaban.wordpress.com/2011/04/18/siapakah-imamnya-fatimah-binti-muhammad/#more-2706
Komentarku:
KIsah tsb baru kali ini saya jumpai, baru kali ini saya baca. Kisah tsb tidak saya dapatkan di surat kabar arab atau kitab arab. Ini adalah kedustaan Syi`ah dalam menyajikan kisah. Begitu juga hadis yang diketengahkan itu tidak terdapat dalam kitab kitab hadis ahlus sunnah. Hadis itu kedustaan Syi`ah yang berkeyakinan berdusta adalah mendapat pahala dan termasuk ibadah yang baik.Dan kejujuran adalah haram dan mendapat dosa
80 ulama, masak tidak bisa menjawab kisah itu, masak ulama Mekkah dan Medinah yang sudah pegangannya Quran dan hadis tidak bisa menjawabnya. Apakah mereka tidak tahu bahwa hadis tsb palsu? Cukup dijawab, mana sanadnya? Di kitab mana hadis itu?
Artikel Terkait
bukti kesesatan Syi'ah
BalasHapus