Selasa, April 12, 2011

Polemik ke delapan tentang kurban sapi dan kurban urunan.




Di tulis oleh Ust. Abu Al-Jauzaa'


Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on 
Terima kasih informasinya. Ustadz Mahrus Aliy dengan keahliannya banyak menganalisis dan mengkritisi dalam hal 'bahasa'. Dalam terjemahan, saya tidaklah letterlijk. Ada beberapa yang bisa diperbincangkan karena kekurangcermatan beliau. Misal tentang terjemahan satu kambing, padahal kata satu itu sudah saya letakkan di awal sehingga tidak perlu pengulangan. Kata beliau saya keliru mengharokati fanadda menjadi fanaddi. Padahal, yang saya tulis adalah fanadda seperti kata beliau, karena saya mencopi-pastenya dari web indoquran.

Namun saya secara inshaf mengakui bahwa ada yang keliru dalam penulisan terjemahan saya. Misal menerjemahkan quduur dengan satu kuali, padahal itu merupakan bentuk jamak dari qidr. Juga tentang masalah kuda; yang kesemuanya itu masuk dalam rangkaian hadits Abu Raafi'. Itu semuanya saya akui karena saya hanya langsung mengkopi paste dari indoquran untuk mempersingkat waktu tanpa mengecek lebih lanjut (lihat : http://www.indoquran.com/index.php?option=com_bukhari&action=viewayat&surano=30).

Adapun beberapa referensi yang tidak saya tuliskan teks arabnya, ya karena saya langsung membacanya dari teks book pdf, bukan dengan software (al-maktabah asy-syaamilah) karena saya yakin, buku-buku itu telah sangat dikenal oleh para penuntut ilmu dan dapat dicari berdasarkan babnya. Kecuali jika menggunakan software, maka ini butuh 'kata kunci'.

Tapi tidak mengapa untuk membantu, dan saya akan carikan dan berikan beberapa link di internet agar kita semua bisa membacanya tanpa ada distorsi :

1. Tentang makna Bahiimatul-An'aam :

http://www.islam-qa.com/ar/ref/71275

http://majles.alukah.net/showthread.php?t=241 - sekaligus di sini dinukil ijma' oleh An-Nawawiy dalam Al-Majmu'.

http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=6856&idto=6856&bk_no=15&ID=6734

Dan lain-lain

2. Tentang perkataan dalam kitab Al-Inshaaf, bisa ditengok di :

http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=26&ID=2057

3. Tentang makna ghariib menurut At-Tirmidziy :

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=72390.

4. Pendapat Ibnu Qudaamah tentang kebolehan menyembelih onta dan sapi untuk tujuh orang, dan ia merupakan pendapat jumhur ulama :

http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=6853&idto=6855&bk_no=15&ID=6731

Saya tidak tahu, bagaimana bisa Ustadz Mahrus 'Aliy tetap keukeuh dengan pendapatnya dan menguatkannya dengan perkataan Ibnu Qudaamah, padahal beliau berkata :


مسألة : قال : ( وتجزئ البدنة عن سبعة ، وكذلك البقرة ) وهذا قول أكثر أهل العلم

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
on 
5. Kata Ustadz Mahrus, saya mungkin sedang dibisiki syaithan ketika saya mengatakan bahwa menurut peristilahan sebagian ulama mutaqaddimin bahwa hadits munkar itu adalah hadits gharib. Padahal beliau telah menulis buktinya dalam tulisannya sendiri :



وَيْنَا عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ غَيْرَ مَرَّةٍ: لاَ تَكْتُبُوا هَذِهِ اْلأَحَادِيْثَ اْلغَرَايِبَ، فَإِنَّهَا مَنَاكِيْرُ، وَعَامَّتُهَا عَنِ الضُّعَفَاءِ.




Kami riwayatkan dari Ahmad bin Hanbal ra , sesungguhnya beliau berkata berkali – kali : Jangan menulis – hadis – hadis yang gharib . Sesungguhnya ia adalah hadis – hadis yang mungkar . Kebanyakannya dari perawi – perawi yang lemah. Mukaddimah Ibnu Sholah 60/1


Begitulah yang dituliskan sendiri oleh ustadz Mahrus 'Aliy. Namun beliau mungkin tidak menyadarinya karena terlalu bersemangat dan emosional.


http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=54374


Lihat juga perbandingannya dalam Syifaa'ul-'Aliil karya Abul-Hasan Al-Ma'ribiy hal. 310, 326-327.


dan yang lainnya.....


5. Beliau mengkritisi perkataan saya ketika saya mengatakan :


Apakah hadits di atas lemah karena faktor ke-gharib-an ? Ingat, Ustadz Mahrus ‘Aliy menjadikan faktor keghariban sebagai kelemahan hadits. Sependek pengetahuan saya, ndak ada ulama hadits mu’tabar yang melemahkannya..


Lalu beliau menurunkan perkataan Imam Ahmad sebagaimana yang ada di nomor 4. Saya tidak tahu apakah beliau benar-benar memahami apa yang saya tulis. Kalimat yang saya cetak tebal di atas adalah pertanyaan saya terkait dengan hadits Innamal-a'maalu bin-niyaat. Ini hadits ghariib. Dan menurut Ustadz Mahrus 'Aliy, keghariban ini adalah faktor yang menyebabkan kelemahan hadits. Pertanyaan saya : Apakah ada ulama mu'tabar yang mendla'ifkan hadits Innamal-a'maalu bin-niyaat ? padahal ia juga hadits ghariib ?.


6. Beliau mengkritisi saya tentang makna rubbamaa. Beliau katakan bahwa rubbamaa itu bisa bermakna banyak/sering. Alhamdulillah, saya sudah mengetahui itu sebelumnya. Namun yang saya bahas di sini adalah peristilahan rubbamaa menurut ahli hadits, khususnya ketika menilai seorang perawi. Atau kongkritnya : Apa bedanya seorang perawi yang disifati dengan rubbamaa wahm dengan yahimu kalau keduanya dimaknai Ustadz Mahrus 'sering' ?. Lantas, lafadh apa kira-kira yang dipakai untuk perawi yang sedikit wahm nya ?. Silakan dijawab.


7. Saya tidak akan berdebat lagi mengenai kata ghariib dan wahm. Silakan rekan-rekan menilainya dengan pertimbangan ilmu hadits.


8. Ustadz Mahrus 'Aliy mengatakan bahwa Al-Husain bin Waaqid ini mudallis dan haditsnya tidak diterima kecuali jika ia mengatakan : Haddatsanaa atau Akhbaranaa. Saya katakan : Mungkin beliau ini tidak memperhatikan thabaqat dari Al-Husain ini. Telah saya tuliskan bahwa ia adalah di thabaqah pertama perawi mudallis. Apa artinya ? Tentu orang yang paham akan mengerti... Akan tetapi,…….
Itu saja yang dapat saya tulis secara singkat. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan…

Komentarku ( Mahrus ali ) :


  Tunggu jawabanku di polemik ke sembilan nanti , anda akan tahu manakah yang lebih tepat menurut ilmu dien ini . Sekarang masih belum sempat .
Artikel Terkait

1 komentar:

  1. Read more: http://mantankyainu.blogspot.com/2011/04/polemik-ke-delapan-tentang-kurban-sapi.html#ixzz28bBgyhri

    Saya sependapat dengan Ust. Machrus Ali dalil berkurban sudah jelas di "Bhkhori & Muslim" Nabi kurban domba, dan di Alquran Nabi Ibrahim kurban puteranya Nabi Ismail diganti dengan domba (tidak diganti dengan sapi atau unta) apa sih susahnya mencontoh Rosullullah ! kecuali kalau kambing (domba)dicari sudah tidak ada karena mati semua itu masuk akal kurban pakai sapi atau unta baru di cari dalilnya, kalau tujuannya mencontoh ingin seperti kurbannya Presiden/Wakil Presiden ya itu namanya RIAK... soalnya dia gak pakai urunan dan uangnya banyak, ya.... kalau menurut saya kurban itu tidak usah melihat sapinya, atau besarnya, tapi keiklasannya sesuai dengan tuntunan Rosulnya itu yang akan dinilai ALLAH SWT, tapi kalau hal ini didebatkan ya tidak apa-apa untuk membuktikan polemik Kiyai NU yang sudah sadar menjadi Mantan, amiin....

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan