JAKARTA
(VoA-Islam) – Percaya atau tidak, jika
tuntutan bangsa Moro di Filipina Selatan sebelumnya menghendaki kemerdekaan,
kini dikabarkan lebih memilih otonomi khusus, seperti halnya di Aceh.
Perundingan demi perundingan menghasilkan sebuah kesepakatan yang menghantarkan
Bangsa Moro kepada Pemerintahan Islam. Akankah terwujud?
Setelah melalui pertikaian
berdarah selama 40 tahun, dan berbagai upaya perundingan perdamaian sejak tahun
1996, akhirnya dalam Perundingan Perdamaian putaran ke-32 antara Panel Perunding
Pemerintah Filipina dan Panel Perunding MILF (Front Pembebasan Islam Moro) di
Kuala Lumpur (pada tanggal 2-7 ktiober 2012), akhirnya telah berhasil
disepakati satu framework of Agreement atau “Kerangka
Persetujuan”.
Demikian terungkap dalam
konferensi pers di secretariat PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya No. 62,
Jakarta-Pusat, Selasa (9/10) siang. Hadir dalam jumpa tersebut, Ketua Umum PP
Muhammadiyah Din Syamsudin, Sudibyo Markus (Wakil Ketua Hubungan Internasional
PP Muhammadiyah), Rifqi Muna (Litbang), dan Rudi Iskandar.
Keberhasilan mencapai
kesepakatan perdamaian dalam perundingan damai putaran ke-32 yang berakhir pada
Ahad siang dan dipimpin oleh fasilitator Tengku Dato Abdul Ghaffar dari Kantor
Perdana Menteri Malaysia. Atas kesepakatan itu, disampaikan secara luas ke
dunia internasional oleh Presiden Filipina Benigno Aquino, pada hari Ahad itu
juga, langsung dari Istana Malacanang di Manila.
Kesepakatan damai yang
dicapai pada hari Ahad di Kuala Lumpur tersebut dapat tercapai berkat komitmen
dari berbagai pihak, sejak dari Presiden Aquino sendiri yang telah bersedia
langsung bertemu secara rahasia dengan Ketua MILF Murad Ibrahim di Tokyo pada
tanggal 4 Agustus 2011. Sikap saling memberi dan menerima dari kedua Panel
Perunding dari Pemerintah Filipina yang dipimpin oleh Mervic Leonen dan Panel
Perunding MILF yang dipimpin Muhagher Iqbal.
Berkat keuletan fasilitator
Malaysia serta pendampingan dari Internasional Contact Group (ICG), dimana
Muhammadiyah merupakan salah satu anggota, disamping The Henry
Dunant Centre(Geneva), The Asia Foundation (Manila), dan Conciliation
Resource (UK) serta perwakilan dari empat negara, yakni Inggris,
Jepang, Turki, dan Saudi Arabia.
Kerangka persetujuan antara
Pemerintah Filipina dan MILF tersebut terdiri atas 9 bab, yang meliputi (I)
Pembentukan Pemerintahan Bangsa Moro, (II) Pembentukan Basic Law bagi Bangsa
Moro, (III) Political Sharing, (IV) Revenue dan Wealth Sharing, (V) Perluasan
Wilayah, (VI) Hak-hak Dasar Bangsa Moro, (VII) Pelaksanaan Mekanisme Transisi, (VIII)
Normalisasi, dan (IX) hal-hal lain.
Kesepakatan melalui “Kerangka
Persetujuan” yang berisikan berbagai kesepakatan dasar ini, lebih menguntungkan
daripada kesepakatan yang gagal pada bulan Agustus 2008, apa yang disebut Memorandum
of Agreement of the Ancestral Domain (MOA AD) yang dibatalkan oleh
Mahmakah Agung Filipia dan menyebabkan perang terbuka terbesar yang pernah
terjadi di zaman modern, yang menyisakan 900 ribu pengungsi di Mindanao.
Beberapa hal penting, tapi
belum tuntas disepakati antara lain, Hubungan antara Pemerintah Moro dalam
format kementerian dengan Pemerintah Pusat, masalah posisi kepolisian Bangsa
Moro, masalah hubungan antara Mahkamah Agung/Pengadilan Umum dengan Mahkamah
Syariah, juga dalam perhimpunan seumber-sumber keuangan bagi Bangsa Moro dan
lain-lain.
Dalam masa transisi
disepakati akan dibentuk Komisi Transisi yang terdiri atas 7 orang wakil
pemerintah Filipina dan 8 orang wakil Bangsa Moro, termasuk ketuanya, yang akan
bekerja sampai bulan Mei 2015, dengan tugas membuat Basic Law Bangsa Moro dan
sejak Mei 2015 hingga 2016 akan dibentuk Pemerintahan Sementara dalam format
kementrian.
Segera setelah “Kerangka
Persetujuan” ini ditandatangani oleh kedua Panel Perunding di depan Presiden
Filipina pada tanggal 15 Oktober 2012, maka tugas ICG yang semula melaksanakan
peran pendampingan dalam Perundingan Damai, akan beralih menjadi peran pemantau
atau monitoring, bersama lembaga lainnya, yakni International Monitoring Team (IMT),
dimana Pemerintah Indonesia juga terwakili disana, disamping dari European
Union, Malaysia, dan Brunei.
Sementara itu Muhammadiyah
sudah menyusun Road Map Muhammadiyah 2020, dimana Muhammadiyah akan mengambil
peran dalam memajukan Bangsa Moro di bidang pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan. Desastian
(nahimunkar.com)
Komentarku ( Mahrus ali):
Bila benar
mendirikan pemerintahan Islam, itulah langkah yang perlu didukung bukan
dihalangi atau dimnipulasi atau ditipu daya. Langkah menuju negara sariat bukan
menuju negara yang menginjak sariat cocok dengan ayat:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ
بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
dan hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.[1]
Di ayat lain,
Allah menyatakan :
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا
لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.[2]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan