Mengapa Syaikh Ramadhan Al-Buthi Dibunuh?
(Part I)
By: Nandang Burhanudin
****
Riwayat Hidup
Al-Buthi dilahirkan di kampong Gelika pulau Buthan wilayah Kurdistan, Turki tahun 1929, 5 tahun setelah khilafah Utsmani dibubarkan oleh Attaruk. Ayahnya bernama Syaikh Mala Ramadhan Al-Buthi, seorang alim, takwa, dan memiliki keluasan ilmu.
Hanya 4 tahun Al-Buthi tinggal di kampong kelahirannya. Hingga tahun 1933 ia hijrah dibawa ayahnya ke Syiria, akibat maraknya tindakan pembersihan ulama-ulama Islam oleh Attaturk. Keluarga Al-Buthi menetap di kampong ‘Ain Dewar, dekat perbatasan Turki-Syiria. Akhirnya, kampung inilah yang ditulis di akte lahir Al-Buthi dan adik-adiknya.
Al-Buthi mengenyam pendidikan hingga Doktor di Al-Azhar. Lulus dari Sekolah Agama Islam kesohor Ma’had At-Taujih Al-Islami di Damaskus yang dipimpin oleh Syaikh Hasan Habannakah Al-Maidani. Kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar tahun 1953 dan berhasil meraih gelar ‘Alamiyah (Syaikh) tahun 1955.
Setelah itu kembali ke kota Homs tahun 1958 dan menetap hingga 1961, menjadi guru di beberapa Sekolah Islam, hingga ditunjuk menjadi dosen pembantu di Fakultas Syariah Universitas Damaskus. Kemudian Al-Buthi dikirim untuk mengambil program Doktor dan meraihnya tahun 1965. Tak lama kemudian ia ditunjuk menjadi dosen penuh di fakultas Syariah, hingga menjadi Dekan.
Al-Buthi memiliki banyak karya ilmiah. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Termasuk bahasa Indonesia. Salah satunya yang masyhur: Sirah Nabawiyah.
Al-Buthi dan Hafez Al-Asad
Sepulangnya dari menimba ilmu di Al-Azhar, Syaikh Al-Buthi bekerja menjadi guru PNS di sekolah-sekolah milik pemerintah. Setelah itu diangkat menjadi dosen resmi di Universitas Damaskus.
Ketika Hafez Asad berkuasa tahun 1970, artinya jarak antara Al-Buthi lulus dari Al-Azhar dan Hafez Asad berkuasa sekitar 16 tahun. Hubungan Asad dengan Al-Buthi tentu belum terjalin. Al-Buthi seorang dosen, sedangkan Asad menjadi Presiden Syiria.
Hingga pada tanggal 16 Juni 1979, terjadi peristiwa “pembantaian Sekolah Altileri Darat di Aleppo (300 km Damaskus). Sekolah militer tersebut terletak di wilayah Romusa dekat kota Aleppo sebelah utara Syiria. Pembantaian dilakukan oleh Kapten Ibrahim Yousuf, perwira di bagian Bintal sekolah Altileri dibantu oleh Front Tempur jamaah Ikhwanul Muslimin, sebagai aksi pembalasan atas tindakan represif rezim yang salah satu komandannya adalah Hafez Al-Asad. Peristiwa tersebut menewaskan 32 Taruna dan 54 luka-luka.
Usai peristiwa tersebut, kementrian Informasi meminta Syaikh Muhammad Ramadhan Al-Buthi untuk mengeluarkan fatwa syariah tentang pembantaian. Al-Buthi meresponsnya dengan mengungkapkan dalil-dalil syariat yang mengharamkan aksi pembantaian.
Tak lama berselang, kesempatan Al-Buthi menuju jalan istana terbuka. Tak disangka, setelah tampil di media hubungan Al-Buthi dengan Hafez Al-Asad terbuka. HIngga pada tahuna 1982, Kementrian Wakaf Syiria (Kemenag) yang diwakili menterinya bernama Muhammad Al-Khathib mengundang Al-Buthi untuk menjadi pembicara tunggal dalam acara Festival Menyambut Abad 15 H. Acara tersebut dihadiri oleh Presiden Hafez Asad. Al-Buthi memanfaatkannya untuk menyampaikan nasihat dan doa bagi Hafez Asad.
Hubungan Al-Buthi dengan Asad semakin intens. Bahkan Asad suka mengajak Al-Buthi ke istana, berdialog hingga berjam-jam (6-7 jam), membicarakan banyak hal. Saya sempat menjadi saksi sejarah, saat 1998 berkunjung ke Syiria menyaksikan Islamic Book Fair di Damaskus ke-14, Al-Buthi benar-benar dicintai rakyat dan penguasa. Tentu ada juga yang mengkritisi sikap Al-Buthi, salah satunya Syaikh Usamah As-Sayyid yang menulis buku bantahan terhadap pemikiran Al-Buthi berjudul, “Ar-Raddu Al-‘Ilmi ‘Alal Buthi”.
Mengapa Al-Buthi Bersikap Manis dengan Rezim Asad?
Banyak tuduhan yang terlontar terhadap ‘Allamah Al-Buthi. Salah satunya yang menuduh beliau sebagai mucikari, muftin (penebar fitnah), hingga pengawal setia rezim Asad. Bagi kita yang hidup jauh dan tidak mengalami –atau malah mencermati prahara dan tekanan politik di era 60an hingga 80-an, maka pasti akan berkesimpulan seperti di atas. Namun jika kita mau sedikit bijak, maka sikap Al-Buthi itu sangat sah dan dibenarkan syariat.
Di antara landasan Al-Buthi membuka dialog dengan Rezim Asad adalah:
1. Hubungan gerakan Islam yang dimotori oleh Ikhwanul Muslimin di pelbagai Negara Arab, tengah berada di titik nadir. Tindakan represif rejim-rejim dunia Arab, dari mulai Maroko hingga Teluk, Mesir hingga Syam tengah marak. Bahkan terbukti, tindakan Hafez Asad yang membumihanguskan provinsi Homs dan membunuh seluruh penduduknya yang mendukung gerakan IM, tercatat sejarah sebagai hubungan kelam antara penguasa dan jamaah IM.
2. Al-Buthi memandang, rezim Asad dari ayah hingga anaknya Basyar Asad, sangat kuat dipengaruhi sekte Syi’ah Rafidhah yang cenderung membumihanguskan Muslim Sunni, seperti yang terjadi di Iran-Iraq. Perlu diperhatikan, Hafez Al-Asad naik tahta seiring dengan maraknya revolusi Khumaeni yang puncaknya terjadi tahun 1979. Al-Buthi memiliki komitmen, untuk menyelamatkan entitas Muslim Sunni di Syiria.
3. Tindakan represif Asad bukan hanya pada gerakan perlawanan secara fisik, namun juga mengarah pada non fisik. Di era Hafez Al-Asad, pengajian-majlis taklim-dan perkumpulan di atas 3 orang bukan hanya tidak diizinkan, tapi akan dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan. Jika pun ada, yang berlaku adalah pengadilan militer. Hingga banyak gerakan-gerakan Islam yang memilih jalan dakwah dengan gerakan Shufi, yang berkumpul di masjid dan berdzikir ratusan ribu kali sembari berjingkrak-jingkrak. Saya pernah mengalami itu di salah satu masjid di Manbej, salah satu kabupaten di wilayah Aleppo. Jelas, selain majlis taklim dilarang, maka penerbitan buku-buku Islam dibatasi.
Hasil Nasihat Al-Buthi
Usaha Al-Buthi untuk menasihati penguasa berbuah di tataran nyata. Tentu dengan pengorbanan tak sedikit, salah satunya, Al-Buthi dituduh tutup mata dengan tindakan Asad. Di antara hasilnya adalah:
1. Al-Buthi pernah diundang selama 7 jam, berdialog dengan Hafez Asad. Al-Buthi lebih banyak menyimak curhatan Asad, hingga akhirnya Al-Buthi menyarankan Hafez Asad untuk membebaskan tokoh-tokoh dan tawanan politik dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Rentang beberapa minggu kemudian, para tapol IM dibebaskan.
2. Saya memprediksi, kesediaan Asad untuk membuka Syiria bagi para pengungsi Palestina setelah peristiwa Pembantaian Sabra dan Shatila terjadi pada September 1982, di Beirut, Lebanon, yang saat itu diduduki oleh Israel adalah hasil dari nasihat yang diberikan oleh Al-Buthi. Bahkan Syiria membuka diri kepada HAMAS untuk membuka satus-satunya kantor Perwakilan HAMAS.
3. Penerbitan buku-buku Islam Sunni termasuk Al-Qur’an, sangat digalakkan. Bahkan saat saya mengunjungi toko-toko buku di Syiria, penerbit-penerbit Syiria sukses menjadi penerbit-penerbit buku Islam terkemuka hingga di Mesir. Beberapa penerbit di Mesir, malah justru dimiliki orang-orang Syiria. Termasuk maraknya majlis-majlis Taklim di Damaskus yang didukung penguasa Asad, semisal: Kajian Hadis Bukhari oleh Syaikh Musthafa Bugha, Kajian Fiqh dan Syariah oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Kajian Sirah oleh Al-Buthi, hingga kajian dan Kuliah Singkat di Mujamma’ Abun Nur Al-Islamy yang dipimpin oleh Syaikh Kaftaro. Dimana kurang lebih ada 25 orang mahasiswa/i Indonesia yang turut menikmati pendidikan di sekolah-sekolah tersebut.
4. Hafez Asad sebelum wafatnya, mengundang Al-Buthi ke kediamannya. Ia berpesan agar saat wafat, Al-Buthi sukahati menjadi imam. Al-Buthi pun menunaikan pesan Asad. Hingga peran ini, banyak yang berpendapat, Hafez Asad telah melunak dari paham Syi’ah Rafidhah-nya. Dan terbukti, dukungan Syiria terhadap Libanon melawan Israel semakin menguat.
Sumber: http://www.facebook.com/nandang.burhanudin/info?ref=ts
(Part I)
By: Nandang Burhanudin
****
Riwayat Hidup
Al-Buthi dilahirkan di kampong Gelika pulau Buthan wilayah Kurdistan, Turki tahun 1929, 5 tahun setelah khilafah Utsmani dibubarkan oleh Attaruk. Ayahnya bernama Syaikh Mala Ramadhan Al-Buthi, seorang alim, takwa, dan memiliki keluasan ilmu.
Hanya 4 tahun Al-Buthi tinggal di kampong kelahirannya. Hingga tahun 1933 ia hijrah dibawa ayahnya ke Syiria, akibat maraknya tindakan pembersihan ulama-ulama Islam oleh Attaturk. Keluarga Al-Buthi menetap di kampong ‘Ain Dewar, dekat perbatasan Turki-Syiria. Akhirnya, kampung inilah yang ditulis di akte lahir Al-Buthi dan adik-adiknya.
Al-Buthi mengenyam pendidikan hingga Doktor di Al-Azhar. Lulus dari Sekolah Agama Islam kesohor Ma’had At-Taujih Al-Islami di Damaskus yang dipimpin oleh Syaikh Hasan Habannakah Al-Maidani. Kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar tahun 1953 dan berhasil meraih gelar ‘Alamiyah (Syaikh) tahun 1955.
Setelah itu kembali ke kota Homs tahun 1958 dan menetap hingga 1961, menjadi guru di beberapa Sekolah Islam, hingga ditunjuk menjadi dosen pembantu di Fakultas Syariah Universitas Damaskus. Kemudian Al-Buthi dikirim untuk mengambil program Doktor dan meraihnya tahun 1965. Tak lama kemudian ia ditunjuk menjadi dosen penuh di fakultas Syariah, hingga menjadi Dekan.
Al-Buthi memiliki banyak karya ilmiah. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Termasuk bahasa Indonesia. Salah satunya yang masyhur: Sirah Nabawiyah.
Al-Buthi dan Hafez Al-Asad
Sepulangnya dari menimba ilmu di Al-Azhar, Syaikh Al-Buthi bekerja menjadi guru PNS di sekolah-sekolah milik pemerintah. Setelah itu diangkat menjadi dosen resmi di Universitas Damaskus.
Ketika Hafez Asad berkuasa tahun 1970, artinya jarak antara Al-Buthi lulus dari Al-Azhar dan Hafez Asad berkuasa sekitar 16 tahun. Hubungan Asad dengan Al-Buthi tentu belum terjalin. Al-Buthi seorang dosen, sedangkan Asad menjadi Presiden Syiria.
Hingga pada tanggal 16 Juni 1979, terjadi peristiwa “pembantaian Sekolah Altileri Darat di Aleppo (300 km Damaskus). Sekolah militer tersebut terletak di wilayah Romusa dekat kota Aleppo sebelah utara Syiria. Pembantaian dilakukan oleh Kapten Ibrahim Yousuf, perwira di bagian Bintal sekolah Altileri dibantu oleh Front Tempur jamaah Ikhwanul Muslimin, sebagai aksi pembalasan atas tindakan represif rezim yang salah satu komandannya adalah Hafez Al-Asad. Peristiwa tersebut menewaskan 32 Taruna dan 54 luka-luka.
Usai peristiwa tersebut, kementrian Informasi meminta Syaikh Muhammad Ramadhan Al-Buthi untuk mengeluarkan fatwa syariah tentang pembantaian. Al-Buthi meresponsnya dengan mengungkapkan dalil-dalil syariat yang mengharamkan aksi pembantaian.
Tak lama berselang, kesempatan Al-Buthi menuju jalan istana terbuka. Tak disangka, setelah tampil di media hubungan Al-Buthi dengan Hafez Al-Asad terbuka. HIngga pada tahuna 1982, Kementrian Wakaf Syiria (Kemenag) yang diwakili menterinya bernama Muhammad Al-Khathib mengundang Al-Buthi untuk menjadi pembicara tunggal dalam acara Festival Menyambut Abad 15 H. Acara tersebut dihadiri oleh Presiden Hafez Asad. Al-Buthi memanfaatkannya untuk menyampaikan nasihat dan doa bagi Hafez Asad.
Hubungan Al-Buthi dengan Asad semakin intens. Bahkan Asad suka mengajak Al-Buthi ke istana, berdialog hingga berjam-jam (6-7 jam), membicarakan banyak hal. Saya sempat menjadi saksi sejarah, saat 1998 berkunjung ke Syiria menyaksikan Islamic Book Fair di Damaskus ke-14, Al-Buthi benar-benar dicintai rakyat dan penguasa. Tentu ada juga yang mengkritisi sikap Al-Buthi, salah satunya Syaikh Usamah As-Sayyid yang menulis buku bantahan terhadap pemikiran Al-Buthi berjudul, “Ar-Raddu Al-‘Ilmi ‘Alal Buthi”.
Mengapa Al-Buthi Bersikap Manis dengan Rezim Asad?
Banyak tuduhan yang terlontar terhadap ‘Allamah Al-Buthi. Salah satunya yang menuduh beliau sebagai mucikari, muftin (penebar fitnah), hingga pengawal setia rezim Asad. Bagi kita yang hidup jauh dan tidak mengalami –atau malah mencermati prahara dan tekanan politik di era 60an hingga 80-an, maka pasti akan berkesimpulan seperti di atas. Namun jika kita mau sedikit bijak, maka sikap Al-Buthi itu sangat sah dan dibenarkan syariat.
Di antara landasan Al-Buthi membuka dialog dengan Rezim Asad adalah:
1. Hubungan gerakan Islam yang dimotori oleh Ikhwanul Muslimin di pelbagai Negara Arab, tengah berada di titik nadir. Tindakan represif rejim-rejim dunia Arab, dari mulai Maroko hingga Teluk, Mesir hingga Syam tengah marak. Bahkan terbukti, tindakan Hafez Asad yang membumihanguskan provinsi Homs dan membunuh seluruh penduduknya yang mendukung gerakan IM, tercatat sejarah sebagai hubungan kelam antara penguasa dan jamaah IM.
2. Al-Buthi memandang, rezim Asad dari ayah hingga anaknya Basyar Asad, sangat kuat dipengaruhi sekte Syi’ah Rafidhah yang cenderung membumihanguskan Muslim Sunni, seperti yang terjadi di Iran-Iraq. Perlu diperhatikan, Hafez Al-Asad naik tahta seiring dengan maraknya revolusi Khumaeni yang puncaknya terjadi tahun 1979. Al-Buthi memiliki komitmen, untuk menyelamatkan entitas Muslim Sunni di Syiria.
3. Tindakan represif Asad bukan hanya pada gerakan perlawanan secara fisik, namun juga mengarah pada non fisik. Di era Hafez Al-Asad, pengajian-majlis taklim-dan perkumpulan di atas 3 orang bukan hanya tidak diizinkan, tapi akan dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan. Jika pun ada, yang berlaku adalah pengadilan militer. Hingga banyak gerakan-gerakan Islam yang memilih jalan dakwah dengan gerakan Shufi, yang berkumpul di masjid dan berdzikir ratusan ribu kali sembari berjingkrak-jingkrak. Saya pernah mengalami itu di salah satu masjid di Manbej, salah satu kabupaten di wilayah Aleppo. Jelas, selain majlis taklim dilarang, maka penerbitan buku-buku Islam dibatasi.
Hasil Nasihat Al-Buthi
Usaha Al-Buthi untuk menasihati penguasa berbuah di tataran nyata. Tentu dengan pengorbanan tak sedikit, salah satunya, Al-Buthi dituduh tutup mata dengan tindakan Asad. Di antara hasilnya adalah:
1. Al-Buthi pernah diundang selama 7 jam, berdialog dengan Hafez Asad. Al-Buthi lebih banyak menyimak curhatan Asad, hingga akhirnya Al-Buthi menyarankan Hafez Asad untuk membebaskan tokoh-tokoh dan tawanan politik dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Rentang beberapa minggu kemudian, para tapol IM dibebaskan.
2. Saya memprediksi, kesediaan Asad untuk membuka Syiria bagi para pengungsi Palestina setelah peristiwa Pembantaian Sabra dan Shatila terjadi pada September 1982, di Beirut, Lebanon, yang saat itu diduduki oleh Israel adalah hasil dari nasihat yang diberikan oleh Al-Buthi. Bahkan Syiria membuka diri kepada HAMAS untuk membuka satus-satunya kantor Perwakilan HAMAS.
3. Penerbitan buku-buku Islam Sunni termasuk Al-Qur’an, sangat digalakkan. Bahkan saat saya mengunjungi toko-toko buku di Syiria, penerbit-penerbit Syiria sukses menjadi penerbit-penerbit buku Islam terkemuka hingga di Mesir. Beberapa penerbit di Mesir, malah justru dimiliki orang-orang Syiria. Termasuk maraknya majlis-majlis Taklim di Damaskus yang didukung penguasa Asad, semisal: Kajian Hadis Bukhari oleh Syaikh Musthafa Bugha, Kajian Fiqh dan Syariah oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Kajian Sirah oleh Al-Buthi, hingga kajian dan Kuliah Singkat di Mujamma’ Abun Nur Al-Islamy yang dipimpin oleh Syaikh Kaftaro. Dimana kurang lebih ada 25 orang mahasiswa/i Indonesia yang turut menikmati pendidikan di sekolah-sekolah tersebut.
4. Hafez Asad sebelum wafatnya, mengundang Al-Buthi ke kediamannya. Ia berpesan agar saat wafat, Al-Buthi sukahati menjadi imam. Al-Buthi pun menunaikan pesan Asad. Hingga peran ini, banyak yang berpendapat, Hafez Asad telah melunak dari paham Syi’ah Rafidhah-nya. Dan terbukti, dukungan Syiria terhadap Libanon melawan Israel semakin menguat.
Sumber: http://www.facebook.com/nandang.burhanudin/info?ref=ts
Komentarku ( Mahrus
ali):
Niat
baik dengan menjalankan apa yang diharamkan oleh Allah adalah kekeliruan bukan
kebenaran. Sama dengan mendekat kepada Fir`aun, maka harus menjadi munafik bukan mukmin yang selalu berkata benar,
menjunjungnya bukan menjelekkannya sehingga rakyat akan menganggap baik kepada
Firaun dan tidak akan memasuhinya. Asad presiden
Suria amendekat kepada Al Buthi agar mendapat legimitasi rakyat dengan baik dan
tidak dicitrakan buruk . Dia butuh itu, dan tidak ingin kehilangan wibawanya. Ini
keuntungan besar bagi Asad dan kerugian bagi keagamaan Al Buthi yang menjadi
teman akrab presiden yang zalim.Dia menyalahi ayat ini:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ
لَا تُنْصَرُونَ(113)
Dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu
disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun
selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Hud.
Pendekatan kepada presiden rezim komunis ini
bukan teori dakwah para Nabi SAW tapi ingin keduniaan dengan baju akhirat, ikut
nimbrung dalam kemungkaran rezim dengan alasan mau memperbaikinya. Lihat saja
akhir hayatnya, dia memuji kesatriaan tentara rezim komunis dalam menumpas kaum
mujahidin.
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Atau blog bahasa arabku http://mahrusaliindonesia.blogspot.com/
Blog ke tiga
Peringatan:
Mesin pencari diblog tidak berfungsi, pergilah ke google lalu tulislah: mantan kiyai nu lalu teks yang kamu cari
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan