Dalam artikel tsb di jelaskan lagi:
Syattariyah yang berkembang di Nusantara lewat bukunya Tuhfat
al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdat
al-wujud.,
Saya katakan: Ibnu taimiyah mengatakan:
فَإِنَّ صَاحِبَ هَذَا الْكِتَابِ الْمَذْكُورِ
الَّذِي هُوَ فُصُوصُ الْحُكْمِ وَأَمْثَالُهُ مِثْلُ صَاحِبِهِ القونوي
والتلمساني وَابْنِ سَبْعِينَ والششتري وَابْنِ الْفَارِضِ وَأَتْبَاعِهِمْ ؛
مَذْهَبُهُمْ الَّذِي هُمْ عَلَيْهِ: أَنَّ الْوُجُودَ وَاحِدٌ ؛ وَيُسَمَّوْنَ
أَهْلَ وَحْدَةِ الْوُجُودِ وَيَدَّعُونَ التَّحْقِيقَ وَالْعِرْفَانَ وَهُمْ
يَجْعَلُونَ وُجُودَ الْخَالِقِ عَيْنَ وُجُودِ الْمَخْلُوقَاتِ فَكُلُّ مَا
يَتَّصِفُ بِهِ الْمَخْلُوقَاتُ مِنْ حَسَنٍ وَقَبِيحٍ وَمَدْحٍ وَذَمٍّ إنَّمَا
الْمُتَّصِفُ بِهِ عِنْدَهُمْ: عَيْنُ الْخَالِقِ وَلَيْسَ لِلْخَالِقِ عِنْدَهُمْ
وُجُودٌ مُبَايِنٌ لِوُجُودِ الْمَخْلُوقَاتِ مُنْفَصِلٌ عَنْهَا أَصْلًا ؛ بَلْ
عِنْدَهُمْ مَا ثَمَّ غَيْرُ أَصْلًا لِلْخَالِقِ وَلَا سِوَاهُ. وَمِنْ
كَلِمَاتِهِمْ: لَيْسَ إلَّا اللَّهُ. فَعُبَّادُ الْأَصْنَامِ لَمْ يَعْبُدُوا
غَيْرَهُ
Sesungguhnya pengarang kitab
Fususul hikam atau sesamanya
seperti temannya al Qaunawi dan
tilmisani, Ibnu sab`in , syastari, Ibnul Faridh dan pengikut- pengikutnya. Madzhab mereka
adalah wujud itu satu. mereka di beri nama
wahdatul wujud atau boleh di kata
manuggaling gusti. mereka mengaku telah tahkik dan ma`rifat. Mereka menyatakan
wujud pencipta adalah wujud nya
mahluk, yani satu. Sifat – sifatNya
baik, jelek, pujaan atau hinaan juga satu dan menyatu dengan mahluk,.,.
Mata Pencipta berpisah dengan mahluknya, menurut mereka pencipta tidak punya wujud yang
berbeda dengan wujudnya mahluk. Tiada lainNya menurut mereka. Di antara
perkataan mereka: hanya Allah yang ada. Penyembah berhala pun menyembah kepadaNya.
[1]
Jadi tarekat
syattariyah mengantarkan manusia ke wahdatul wujud maka termasuk
menyimpang dari jalur yang lurus. Sebab
di dunia ini tidak di perbolehkan di katakan bahwa Allah menyatu dan tiada
sesuatu kecuali Allah. Hal itu bertentangan dengan ayat:
اقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan,[2]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintah
kepada Nabi Muhammad dengan menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan.
Ber arti ada Allah pencipta yang memerintah dan ada
Muhammad yang di perintah. Jadi tidak dibenarkan manunggaling gusti disini.
Ada
ayat lagi:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang
Maha Besar.[3]
Ayat tersebut menyatakan Allah memerintah kepada Nabi
Muhammad untuk membaca tasbih dengan
menyebut nama Tuhan nya yang agung. Ber arti tidak boleh di katakan bahwa di
dunia ini hanya ada Allah , tidak ada bintang, bulan, langit, matahari. Sebab
menurut wahdatul wujud. Bulan itu Allah,
matahari itu Allah bahkan semutpun Allah. Akidah itu keliru dan bukan akidah
para nabi.
Lukman berkata:
. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari
arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang
tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.
Saya katakan: Bimbingan yang paling
layak di buat pegangan adalah
bimbingan guru yang masih hidup, bukan bimbingan dari arwah para wali. Lho
nyimpang lagi, siapakah yang menuntun anda sampai menyatakan bahwa arwah para
wali yang berada di banyak negara dan
tempatnya ada yang jauh dan dekat bisa membimbing kepada pengikut tarekat
syattariyah. mengapa bukan arwah para rasul saja yang membimbing. Mana dalilnya
dari al Quran atau hadis. Bila tidak ada maka tidak perlu di pakai, bahkan
lemparkan saja kalimat seperti itu.
Allah telah menyatakan:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu
jika kamu memang orang-orang yang benar.[4]
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ(37)إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا
تَخَيَّرُونَ
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah)
yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa
yang kamu sukai untukmu.[5]
Apakah mursyid syattariyah tahu arwah para wali ? Mereka membimbing atau
berkencan dengan sesamanya. Mungkin dia melihat jin jahat lalu dianggap wali
saleh. Pada hal roh itu tidak bisa di lihat, kita harus kembali kepada ayat:
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ
إِلَّا قَلِيلًا
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".[6]
وَقَالَ
ابْنُ مَسْعُودٍ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الرُّوحِ فَسَكَتَ حَتَّى نَزَلَتِ الْآيَةُ
*
Ibnu Mas`ud ra berkata: “
Nabi saw, ditanya tentang roh lalu diam
hingga ayat turun[7]
Rasulullah SAW sendiri tidak mengetahui roh, apakah
dia lebih tinggi martabatnya dari pada
Rasulullah SAW. Bila benar begitu, maka kita pilih teladan Rasulullah SAW saja
dari pada mursyid syattariyah. Allah berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. [8]
Dalam
artikel itu di jelaskan lagi:
Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat
untuk sampai kepada Allah SWT.
Saya
katakan: tehnis dzikir syattariyah menurut saya adalah kebid`ahan yang harus di
tolak, bagaimanakah bisa di katakan lebih cepat mendekat kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
. مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa
mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak terdapat dalam agama
maka dengan sendirinya tertolak * [9]
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
Barang siapa
yang menjalankan sesuatu yang tidak cocok dengan urusan kami maka tertolak.[10]
Bila tertolak, sudah tentu tambah jauh
dengan Allah, sayangnya pengikut dan
pelakunya tidak mengerti hal itu, lalu menganggap apa yang di katakan oleh
mursyidnya benar dan tidak di cocokkan lagi dengan ilmu hadis atau dalil dari Al Quran.
Ada cara cepat untuk mendekat kepada Allah
melalui hadis sbb:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ
بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا
افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ
حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ
وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ
الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ
يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ *
,Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah taala bersabda:” Barang siapa yg memusuhi waliKu, sungguh aku memberi izin
kepadanya untuk berperang, Tiada
kebaikan yg di lakukan oleh hambaKu yg lebih Kusenangi dari pada menjalankan
apa yg Kuwajibkan kepadanya Tiada hentinya seorang hamba mendekat kepadaKu
dengan ibadah – ibadah sunah hingga Aku
mencintainya. Bila Aku mencintainya, Akulah yg menjadi pendengarannya yg dibuat mendengar ( hingga dia akan
senang mendengar kebaikan dan benci mendengar kejelekan ) dan penglihatannya yg dibuat melihat, tangannya yg dibuat
menampar ( hingga tidak akan dibuat
menampar sesama muslim dan akan
dibuat bergerak di jalan Allah ),
menjadi kakinya yg dibuat berjalan,Bila dia minta kepadaku,akan
Ku beri. Bila minta perlindungan kepadaKu akan Ku lindungi.
Aku selalu mondar mandir untuk mencabut
rohnya karena dia tidak suka mati dan
Aku tidak mau menyakitinya.[11]
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Atau blog bahasa arabku http://mahrusaliindonesia.blogspot.com/
blog ke tiga
Mau
nanya hubungi kami:
088803080803.
081935056529
[1] 134/1 Majmu` fatawa
libni Taimiyah 134/1
[2] Al qalam 1
[3] Al haqqah 52
[4] As shoffat 156-157
[5] Al Qalam 37-38
[6] Al isra` 85
[7] Sahih Bukhori
[8] Al Ahzab 21
[9] HR Bukhori / Salat /
2499. Muslim / Aqdliah / 3242.
Abu dawud/Sunnah / 3990. Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad /
73,146,180,240,206,270/6
[10] Sahih Bukhori
[11] HR Bukhori / Roqoq/6502.
Artikel Terkait
Anda perlu belajar lagi, wahdatil wujud di syathariyah itu gak sama dg yg anda pahami. Anda akan menemukan jawaban wahdatil wujud bila menyelami ayat "idz ramaita fa laa ramaita fa innallaha rama"
BalasHapusAnda salah dalam memahami konsep wahdatil wujud. Belajar lagi ya mr.mantan. anda pasti akan kaget bila menyelami ayat "idz ramaita fa laa ramaita fa innallaha rama" . kecuali bila anda membiarkan diri anda larut dalam penafsiran yg penafsirnya sendiri juga tdk yakin kebenaran tafsirannya.
BalasHapusBagaimana yg benar wihdatul wujud itu hai Rozi
HapusPenjelasannya banyak tersebar di ayat alqur'an itu sendiri, dari yg paling simpel hingga yg filosofik, misalnya dalam ayat "innallaha ma'ana" artinya allah itu bersama kita, ini mengandung makna bhw kita tidur bersama allah, makan bersama allah, minum brsama allah, kerja brrsama allah, sakit bersama allah, mandi bersama allh, sepak bola bersama allah, bilyard bersama allah, haji bersama allah, bernafas bersama allah, tidak kerja kalau tdk dg allah, tdk shalat kalau tidak dg allah, tdk setir mobil kalau tdk dengan allah, tdk menulis kalau tdk brsama allah dan seterusnya. Meskipun begitu kebersamaan dg allah dalam segala kgatan tersebut tidak merubah seseorang tadi menjadi tuhan. Org tadi tetap menjadi manusia selamanya sampai mati.
HapusMungkin diskripsi ini bisa membantu walaupun tdk pas benar. Seseorang yg pernah nyantri di ponpes tebuireng , maka ia menjadi bagian utuh dari kesatuan kehidupan ponpes tebuiren, tinggalnya disitu, namanya tercatat di situ, makannya ya disitu, bernafasnya ya disitu, Tapi orang tersebut tidak lantas berubah menjadi ponpes tebuireng. Orang tersebut tetap jadi orang. Makanya dalam wahdatil wujud itu org tidak akan berubah jadi tuhan. Tetapi keberadaan tuhan itu benar2 dekat melebihi urat nadi leher nyata benar dapat dirasakan. Maka di sinilah ilmu ttg esanya dzat allah menjadi syarat mutlak diperlukan. Tanpa ilmu tauhid ini mustahil org mampu mencapainya.
BalasHapus