Sabtu, Mei 07, 2011

Wali perempuan yang menikahkan bukan kiyai , Naib atau kakaknya.

Di tulis oleh H Mahrus ali


         Dlm pernikahan  biasanya di dahului dengan bacaan Al qur`an, kalimat sambutan dari keluarga lelaki dan perempuan , ceramah agama oleh  seorang ustad , baca syahadat bagi mempelai putra. Lalu di bacakan hutbah Nikah, lalu Ijab qabul . Biasanya Pak Naib yang mengawinkan.  Acara sedemikian ini kental dengan nuansa tradisional. Tiada tuntunannya. Sebetulmya yang berhak menikahkan adalah wali perempuan bukan Naib atau kiyai .Karena itu di masa Rasulullah SAW , Rasul tidak pernah di undang untuk menikahkan.   Rasul bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Setiap perempuan yang nikah tanpa izin walinya  maka nikahnya  tidak sah X3 . Bila bersetubuh dengannya , maka perempuan tersebut mendapat maskawinya karena telah  bersetubuh dengannya . Bila  para wali bercekcok ,( tidak mau  menjadi wali ) maka  pemerintah  adalah wali  bagi orng yang tidak punya wali
       Imam Turmudzi yang meriwayatkan hadis tersebut berkata :  Hadis tersebut masih hilaf di antara  ulama` ahli hadis .   Ibnu Hajar berkata dlm kitab Talkhis  sebagaian ulama` menyatakan hadis tersebut  lemah karena Ibnu Juraij  perawi hadis tsb bertemu dengan Azzuhri  perawi hadis tsb pula lalu  di tanya tentang hadis di atas tapi beliau menjawab: “ Aku tidak mengetahuinya dan ingkar kepadanya . Al baihaqi membicarakan  hadis tersebut dengan panjang lebar dlm  kitab Al Hilafiyat, begitu juga Ibnul Jauzi dlm kitab Tahkik
Al albani menyatakan  bahwa  hadis tersebut  sahih .
Komentarku :
Tapi di tempat lain , Al bani juga menyatakan ;  Yang populer adalah maukuf ( perkataan Ibnu Abbas  sendiri  bukan  dari Nabi   ) Ya`ni lemah  tidak bisa di buat pegangan. Al albani berkata :
تَفَرَّدَ بِهِ الْقَوَارِيْرِي مَرْفُوْعًا وَاْلقَوَارِيْرِي ثِقَةٌ إِلاَّ أَنَّ الْمَشْهُوْرُ ِبَهذَا اْلاِسْنَادِ مَوْقُوْفٌ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ "
Al Qawariri secara  sendirian  meriwayatkan hadis tsb secara marfu` dan ia terpercaya , namun  yang mashur sanad ini adalah maukuf kepada Ibnu Abbas ( bukan hadis dan tidak bisa di buat pegangan  ) .
Al baihaqi  berkata : 
وَالْمَحْفُوظُ الْمَوْقُوفُ
Yang terpelihara adalah maukuf ( bukan hadis Nabi    ) .   Karena itu tidak bisa di  buat pegangan  , apa lagi  di katakan sahih , tambah keliru .
Seluruh sanadnya hanya dari satu jalur yaitu sbb :
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
…………..Dari Ibnu Juraij   dari Sulaiman bin Musa  dari Zuhri  dari Urwah dari Aisyah dari Nabi   ……………………
 Saya  tidak menjumpai sanad lainnya untuk redaksi  hadis seperti itu . ……….. . seluruhnya  dari jalur itu ……….., Bahkan Ibnu Hajar menyatakan :
 وَكُلُّهَا مَعْلُولَةٌ .
Seluruh riwayatnya  adalah cacat 

Muhammad Al amin  berkata :
Sulaiman bin Musa di nyatakan terpercaya  oleh sebagian ulama , begitu juga Ibnu Ma`in dari Zuhri .
Tapi Abu hatim menyatakan bahwa  Sulaiman bin Musa kacau dalam sebagian hadisnya .
Imam  Bukhari menyatakan : Banyak hadis mungkarnya
Imam Nasa`I menyatakan : Hadis – hadisnya tidak kuat .
Jadi Sulaiman bin Musa meriwayatkan hadis ini dari Az zuhri jelas tidak bisa di terima
Dimanakah sahabat – sahabat  az zuhri yang terpercaya tentang hadis terpenting dalam bab nikah dan inilah yang di butuhkan banyak orang . Sulaiman mendengar hadis tsb dari Zuhri masih di perbencangkan di kalangan ulama .
Dalam kitab al ilal  Abu hatim berkata  kepada anaknya  408/1 Saya bertanya  kepada Imam Ahmad bin hambal tentang hadis Sulaiman bin Musa dari Zuhri  dari Urwah dari Aisyah  dari Nabi   …………… Tiada nikah kecuali dengan  wali
Lalu aku menuturkan kisah Ibnu Aliyyah  , lalu berkata :
Ibnu Juraij  menulis kitab yang terdapat hadis – hadis riwayatnya  dari guru – gurunya  .
Aku berjumpa dengan Atha` , lalu aku berjumpa dengan fulan . Bila hadis tsb terpelihara , maka  hadis itu akan di masukkan dalam kitab karyanya dan kitab induknya …….

Di katakan  : Dia tidak sendirian , bahkan ada hadis pendukungnya yang di riwayatkan oleh Hajjaj bin Artha , tapi lemah  dan Hajjaj termasuk perawi yang suka menyelinapkan perawi lemah  dan tidak pernah melihat Zuhri , dia mengaku demikian sebagaimana keterangan  di kitab tahdzib .
Lalu di dukung oleh riwayat Ja`far bin Rabiah , tapi Abu Dawud berkata : Dia tidak pernah mendengar dari Zuhri
Jadi hadis tsb , permasalahannya di kembalikan kepada Ibnu Musa. Karena  itu , Tirmidzi cukup menghasankan    Dan ini menunjukkan sanadnya yang lemah . 

Komentarku :
Syekh Muqbil  Al wadi`I murid Al bani mengatakan :
غَالِبُ تَحْسِيْنَاتِ التِّرْمِذِي ضِعَافٌ.
Kebanyakan hadis yang di hasankan oleh Tirmidzi adalah lemah . 

Jadi penghasanan Tirmidzi itu belum bisa di buat pegangan atau landasan mutlak .

Sungguh Imam Al albani menyatakan hadis tsb  adalah hasan  
Hadis tsb adalah hasan  , bukan  sahih ,. Masih jauh  sekali di nyatakan sahih , sekalipun telah di nyatakan oleh segolongan ulama   seperti Ibnu Ma`in  sebagaimana  di riwayatkan oleh Ibnu Ady 
Al Hakim  juga berkata  : Ia sahih menurut  sarat perawi sahih Bukhari dan  Muslim .
Pada  hal Sulaiman  sendiri bukan perawi Bukhari

Komentarku : Jadi pernyataan al albani yang pernah menjadi dosen di Universitas Islam Medinah ini juga berbeda, hadis tsb sahih, hasan , maukuf ( lemah ). Hal itu menunjukkan sulitnya memberikan penilaian  suatu hadis dan banyak ulama yang keliru dalam  hal ini . Untuk saya sendiri tetap saya katakan lemah karena perawi Sulaiman bin Musa yang di nilai Bukhari  sebagai perawi yang mungkarul hadis , atau tidak kuat  sebagaimana di katakan oleh Imam Nasai dan  Imam Bukhari dan Muslim  tidak memasukkannya dalam kitab sahih mereka .

       Hadis tersebut menjelaskan bahwa perkawinan tanpa wali tidak sah , mestinya  bila terjadi setubuh antara dua mempelai berarti dihukumi zina, tapi mengapa kok diperbolehkan , malah perempuan mendapat maskawin.  Imam  Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud  tidak menyatakan hadis tersebut sahih. Jadi seorang sulthon ( penguasa ) menjadi wali tidak memiliki dalil yang kuat. Karena  itu ,di masa khilafah Abu bakar  tidak pernah beliau mengawinkan sebagai ganti wali perempuan, begitu juga Umar, Usman dan Ali  sebagaimana  yang di lakukan oleh Naib atau kiyai, ustad dll. . Para sahabat yang lainpun yang  menjadi wali tidak pernah mewakilkan kepada wali lain. Imam  Madzhab empat juga tidak pernah menjalankan.
         Situasi  pernikahan yang kita lihat saat ini telah menyalahi tuntunan dan serong. Karena itu seorang wali hendaknya mengawinkan putrinya sendiri. Dialah yang  mengijabi  walaupun dengan bahasa Indonesia, jawa dll.
     Imam  ahmad menyatakan :Bila ayah tiada maka  saudara lelakinya yang mengawinkan si mempelai putri   Ya`ni bila ayah mati , tapi bila ayah tidak mau , ber arti masih punya hak untuk menjadi wali dan jangan langsung diwakili  sebab ayah mesti punya kepentingan yang akan bermanfaat  kepada anak perempuannya di saat dia tidak mau mengawinkan. Jadi tidak boleh kakak perempuan menjadi wali bila ayah masih hidup  dan bila  ternyata  harus di wakili oleh kakaknya  , maka tidak di benarkan dan tidak ada dalilnya  .   Yang  menikahkan harus seorang wali , inilah pendapat Umar bin Al Khotthob , Ali bin Abu Tholib , Abdullah bin Abbas , Abu Hurairah , Said bin Al Musayyab , Al Hasan Al Basri ,Syuraih , Ibrahim , Annakhoi ,  Umar bin Abdul aziz , Sufyan Ats sauri . Auzai , Abdullah bin Mubarak , Malik , Syafi`I , Ishak , Ahmad dll . kata Turmudzi   Allah berfirman  :
               قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصبَّالِحِينَ
Berkatalah dia (Wali ): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
   Disini  Allah memberikan gambaran pernikahan yang sah yaitu si wali yang menikahkan kepada putrinya. Jadi sang ayah langsung berkata  kepada mempelai : “ Saya  mengawinkan putriku bernama  …………. Dengan kamu  dengan maskawin ……………..  Jangan sekali  - kali sang ayah mewakilkan kepada Naib atau kiyai atau kakak menjadi wali tanpa minta izin kepada ayahnya . . Tidak ada aturannya dalam hadis maupun Al Quran tentang hal itu . Allah berfirman lagi :

وَلاَ  تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman.  ( Al Baqarah 221 )    Rasul bersabda sbb :
َإِنِّي أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي
  Sesungguhnya  akulah yang mengawinkan putriku dengan Abul ash bin Arrabi` ,lalu dia bicara dengan ku dengan benar 
     Jadi para wali tidak diperkenankan untuk mengawinkan putrinya dengan lelaki yang musrik , karena lelaki mukmin lebih baik  , seakidah , bisa saling menghormat dan satu tujuan . Dia bisa membikin harmunis rumah tangga . Lihat dalam ayat tersebut , hanya wali  yang di larang , bukan kiyai atau Naib.

Harus wali sendiri  dalam akad nikah sebagaimana pendapat Said bin Al Musayyab , hasan basri , Syuraih , Ibrahim an nakhoi , Umar bin  Abd aziz , Sofyan at tsauri , Auzai , Abdullah bin Al  Mubarak , Imam Malik , Imam Syafi`I, Imam Ahmad  dan Ishak . 


Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H berkata :
Hadis pemerintah/ sulthon  menjadi Wali lemah karena ada perawi bernama  Sulaiman bin Musa
صَدُوْقٌ فِيْهِ لَيِّنٌ وَخُوْلِطَ قَبْلَ مَوْتِهِ بِقَلِيْلٍ
Dia perawi yang selalu  berkata benar tapi lemah dan hafalannya kabur menjelang  meninggalnya. 
Imam Nasai menyatakan  : Dia tidak kuat dan Imam Bukhari berkata ; Banyak mungkar riwayatnya .

Hadis tsb juga di riwayatkan oleh Thabrani  dari Jabir , namun Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H berkata :
وَفِيْهِ عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ الرِّقِّي وَهُوَ مَتْرُوكٌ وَقَدْ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
Sanadnya  terdapat Amar bin Usman Arriqqi   . Dia perawi yang di tinggalkan ulama . Ia telah  di katakan terpercaya  oleh Ibnu Hibban .

Komentarku :  Pernyataan Ibnu Hibban terpercaya kepada seorang perawi  itu masih perlu di kaji ulang . Al albani menyatakan  :
وَيُعْرَفُ أَنَّ تَوْثِيْقَ ابْنِ حِبَّانَ لِلرَّجُلِ بِمُجَرَّدِ ذِكْرِهِ فِي هَذَا اْلكِتَابِ مِنْ أَدْنَى دَرَجَاتِ التَّوْثِيْقِ
Telah di maklumin Ibnu Hibban menyatakan terperpaya kepada seorang lelaki karena di sebut dalam kitab ini termasuk derajat yang terendah 
وَلِهَذَا نَجِدُ الْمُحَقِّقِيْنَ مِنَ الْمُحَدِّثِيْنَ كَالذَّهَبِي وَالْعَسْقَلاَنِي وَغَيْرِهِمَا لاَ يُوَثِّقُوْنَ مَنْ تَفَرَّدَ بِتَوْثِيْقِهِ ابْنُ حِبَّانَ
Karena Ini ,para ahli – ahli hadis  yang  ahli tahkik  seperti Imam Dzahabi dan al asqalani  tidak mau mendukung atau menyetujui kepada kepada orang – orang yang telah di percaya  oleh Ibnu Hibban  sendiri . 

اَلْخُلاَصَةُ أَنَّ تَوْثِيْقَ ابْنِ حِبَّانَ يَجِبُ أَنْ يَتَلَقَّى بِكَثِيْرٍ مِنَ التَّحَفُّظِ وَالْحَذَرِ لِمُخَالَفَتِهِ اْلعُلَمَاءِ فِي تَوْثِيْقِهِ ِللْمَجْهُوْلِيْنَ

Kesimpulan : Pernyataan terpercaya  dari Ibnu Hibban  kepada seorang perawi perlu di perhatikan , hati – hati yang sangat karena banyak menyalahi ulama  dalam masalah menyatakan  terpercaya terhadap perawi – perawi yang tidak di ketahu identitasnya . 
Redaksi Asy-Syariah menyatakan : 
( Hadis tsb di riwayatkan  oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abu ‘Awanah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Albani dalam Al-Irwa` (no. 1840) dan guru besar kami Al-Wadi’i dalam Ash-Shahihul Musnad (2/493)).

Komentarku :  Di sahihkan  oleh siapapun tetap jalur sanadnya ada  perawi bernama  Sulaiman bin Musa yang lemah  bahkan Imam Bukhari menyatakan  mungkar hadisnya.


Ash-Shan’ani rahimahullahu berkata dalam Subulus Salam (3/187): “Hadits ini menunjukkan bahwa sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali dalam pernikahan, baik karena memang tidak ada walinya atau walinya ada namun tidak mau menikahkannya7.”

Komentarku : Dasarnya hanya hadis lemah  itu , dan tiada  hadis lain yang mendukungnya. Bila walinya tidak mau mengawinkan karena ada  sebab yang tidak di inginkan lalu  di ganti dengan  na`ib atau kiyai , ini jelas tidak di benarkan . Mestinya harus di carikan lelaki yang di setujui oleh pihak penganten wanita dan wali. Jangan langsung  wali di tinggalkan , lalu di ganti dengan  wali naib dari KUA. Jadi pernyataan Shan`ani  yang menyatakan bila wali tidak mau  , lalu di ganti  sulton adalah pendapat peribadi tanpa dalil . Sekarang tunjukkan dalil di mana  ada wanita  sahabat yang  di kawinkan oleh Umar , Abu Bakar atau Usman  saat menjadi khalifah atau salah satu dari aparat bawahannya . Yang penting kita belum menjumpai dalilnya  atau realita  di kalangan generasi pertama .
Bukahri , Muslim  tidak berani memasukkan hadis tsb dalam kitab sahihnya .

Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H. berkata :

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِاِذْنِ وَلِىٍّ مُرْشٍد أَوْ سُلْطَانٍ.

……….. Dari Ibnu Abbas  ra berkata : Rasulullah     bersabda : Tiada nikah kecuali dengan izin wali mursyid atau sulthon ( penguasa )  

Kelemahan dalam sanad tersebut  perawi bernama Abdullah bin Usman bin Khutsaim adalah perawi yang  di perbencangkan oleh ulama , ada yang mengatakan terpercaya  , ada juga yang menyatakan tidak .
Ali ibnul madini menyatakan  :
اِبْنُ خُثَيْمٍ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ .
Ibnu Khutsaim adalah perawi yang hadisnya mungkar .
Ibnu Ma`in menyatakan :
أَحَادِيْثُهُ لَيْسَتْ بِالْقَوِيَّةِ .
Hadis – hadsisnya tidak kuat . 
Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H. berkata :
رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي اْلاَوْسَطِ وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ.
HR Thabrani  dalam mu`jam Ausat dan perawi – perawinya adalah perawi sahih Bukhari .

Komentar penulis:
Tidak tepat apa yang beliau katakan  karena Abdullah bin Dawud  bukan  perawi Bukhari tapi perawi Abu dawud dan Baihaqi
Bisyir bin Al Mufaddhol juga bukan murid Sofyan dan Ahmad bin Al qasim bukan perawi Bukhari dan Muslim . Dan kelirulah orang yang mengatakan begitu .
Iman Thabrani berakata tentang sanad hadis tsb  : .

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ : نَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ اْلقَوَارِيْرِي قَالَ : نَا عَبْدُ اللهِ بْنُ دَاوُدَ ، وَبِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي ، كُلُّهُمْ عَنْ سُفْيَانَ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ ، عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :...............
Imam Thabrani berkata : Bercerita kepada kami  Ubaidillah bin Umar Al qawariri  lalu  berkata : Bercerita kepada kami Abdullah bin Dawud , Bisyir bin Al Mufaddhol dan Abd Rahman bin mahdi – seluruhnya  dari Sofyan dari Abdullah bin Usman bin Khutsaim dari Sa`id bin Jubair  dari Ibnu Abbas berkata :  Rasulullah    bersabda : ………………………………. Sebagaimana  hadis pemerintah menjadi wali tadi …..

Imam Thabrani berkata :
J.       لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْنَدًا عَنْ سُفْيَانَ إِلاَّ ابْنُ دَاوُدَ ، وَبِشْرٌ ، وَابْنُ مَهْدِي ، تَفَرَّدَ بِهِ : اْلقَوَارِيْرِي
Hadis ini di riwayatkan secara musnad  dari Sofyan hanya  oleh Ibnu Dawud , Bisyir dan Ibnu mahdi – hanya  Al qawariri yang meriwayatkannya  dan tiada perawi lainnya . 

Malah admin di www.islamweb.net/mengatakan :
رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي اْلأَوْسَطِ وَفِيْهِ يَعْقُوْبٌ غَيْرُ مُسَمًّى فَإِنَ كَانَ هُوَ التَّوْأَمَ فَقَدْ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِيْنٍ وَإِنْ كَانَ غَيرَهُ فَلَمْ أَعْرِفْهُ،وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
Hr Thabrani dalam kitab al ausat  , tapi sanadnya ADA PERAWI yang tidak di sebutkan namanya yaitu Ya`qub . Bila dia Ya`qub yang kembar , maka  sungguh  Ibnu Hibban menyatakan terpercaya padanya   dan Ibnu Ma`in melemahkannya  . Bila lainnya  , maka aku  tidak kenal kepadanya   dan perawi – perawi selain dia  terpercaya .
Hadis tsb juga di riwayatkan  oleh Imam Thabrani . Bila  ada perawi yang di selinapkan biasanya  perawi lemah agar  di anggap hadis tsb tidak cacat . Apalagi  panilaian Ibnu Hibban dalam hal menyatakan seorang perawi terpercaya masih di ragukan dan perlu di kaji ulang . Jadi bila masih hilaf begini  ber arti masih remang – remang dan tidak bisa di jadikan hujjah . Dan kita pindah saja kepada hadis – hadis yang sahih  yaitu  walinya yang asli yang harus mengawinkannya  dan memang itulah ajaran yang tidak hilaf lagi . Apalagi masalah perkawinan yang bila  sah akan membawa keberkahan dan hubungan nya adalah hubungan  suami istri yang syar`I  ,.  Tapi  bila tidak sah , maka  hubungannya adalah perzinaan sekalipun mendapat surat nikah dari negara manapun .  .

Imam baihaqi menyatakan dalam kitab ma`rifah  :
 Kisah Azzuhri tidak mengerti tentang hadis  sulton boleh jadi hakim atau wali adalah lemah  sebagaimana  di katakan  Imam Ahmad atau Ibnu Main  maka  kabar  itu harus di terima dan hadis tsb tidak lemah lagi .
Komentar penulis buku :
Sekali pun begitu , jalur hadis tsb tetap melalui Sulaiman bin Musa yang lemah itu. Apalagi Al Qawariri  yang meriwayatkan secara sendirian dan tiada  sanad lain yang mendukungnya  dan ini indikasi lemahnya.
Ibnu Hajar berkata :
وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ مُخْتَلِفَ ْالإِسْنَادِ وَالْمَتْنِ ،
Sungguh hadis tsb di riwayatkan dalam keadaan kacau redaksi dan sanadnya 

Ada yang menggunakan sanad sbb :

قَالَ الطَبْرَانِي فِي " مُعْجَمِهِ اْلأَوْسَطِ " حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الرَّازِيّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّاسِ بْنِ الْوَلِيدِ الرِّيبُونِيُّ ثَنَا عُمَرُ بْنُ عُثْمَانَ الرَّقِّيِّ ثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ اْلأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا

Ali bin Abu Bakar Al Haitami, wafat 807 H.berkata :

وَفِيْهِ عَمْرو بْنُ عُثْمَانَ الرِّقِّي وَهُوَ مَتْرُوْكٌ وَِقَدْ وَثَّقَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Sanadnya  terdapat perawi bernama  Amar bin Usman Arriqqi yang di tinggalkan ulama ahli hadis , sungguh Ibnu Hibban menyatakan bahwa dia adalah perawi  yang terpercaya .

Komentarku : Penilaian IbnU Hibban menurut kebanyakan  ahli hadis masih lemah sekali dan perlu di kaji ulang . Juga tidak bisa di pakai untuk landasan .
Imam Syafii berkata :
- ( أخبرنا ) : ابْنُ عُيَيْنَةَ عن عَمْرُو بْنُ دِينارٍ عن عَبْد الرحمنِ ابْن مَعْبَدٍ :
Telah memberi tahu kepada kami Ibnu Uyainah  dari Amar bin Dinar  dari Abd rahman bin Ma`bad  berkata :
J.       أنَّ عُمَرَ رَدَّ نِكَاحَ امْرأةٍ نَكَحَتْ بغير إذْنِ وَلِيِّ
Sesungguhnya  Umar ra menolak / tidak menerima  nikah seorang perempuan tanpa izin walinya . 
Al albani berkata :
   Perawi – perawinya adalah terpercaya – juga perawi – perawi Bukhari dan Muslim  selain Ibnu Ma`bad . Sungguh Ibnu Abi Hatim mencantumkannya  dalam  295/2/2 , lalu berkata :
Abd rahman bin ma`bad bin Umair pernah meriwayatkan dari Umar  dan Ali lalu dari dia di riwayatkan  oleh Amar bin Dinar al makki . Atsar yang  munqathi`  - terputus sanadnya  - lemah . 
Komentar penulis buku :
 Syaikh Muflih menyatakan seperti itu , lalu di tambah Imam Bukhari juga memberi keterangan tambahan  - Dia adalah keponakan Ubaid bin Umar al laitsi yang meriwayatkan  dari Umar dan  Ali lalu di riwayatkan kepada  Amar bin  Dinar al Makki – sanad mungqathi`
 Abd Rahman bin ma`bad juga di cantumkan oleh Ibnu Hibban  dalam kumpulan tabi`in  yang terpercaya  dan  tidak menyebutkan  kalimat  munqarthi` itu .
Menurut ku , Imam Bukhari menyatakan  bahwa atsar tersebut adalah mungqathi`  lemah

Al Hakim berkata : Abd Rahman bin Ma`bad tidak memiliki  murid kecuali Amar bin Dinar , demikian  keterangan dalam sebagian naskah Mizan . Ibnu Hibban  juga mencantumkannya tanpa menyebut kalimat mungqatrhi`  . Dalam  kitab Tsiqat ibnu Hibban  juga kalimat mungqathi` itu  tidak ada   Namun Imam Bukhari dalam kitab Tarikh menyebut  Abd Rahman tadi dengan  kalimat mungqathi`  di akhirnya . 

Dan memang dalam  kitab Tahdzib Ibnu Hajar dan Dzahabi Amar bin Dinar tidak punya guru bernama Abd Rahman bin ma`bad itu .

Jadi saya masih belum bisa memutuskan  nilai atau derajat atsar  tsb karena ada yang mengatakan lemah dan ada yang sahih . Dan yang lebih teliti biasanya Bukhari  dari pada Ibnu Hibban  dalam menilai perawi hadis . Jadi katakanlah lemah .  Dan  pantas sekali saat khilafah Umar tidak ada  wanita yang kawin tanpa izin walinya . Masak saat itu ada wanita yang berani kawin tanpa wali . Imam Syafii  berkata :

- ( أخبرنا ) : مُسْلِمٌ وعَبْدُ المَجِيدِ عن ابْنِ جُرَيجٍ قال :
 - عَمْرُو بْنُ دِيْنَارٍ نَكَحَتْ امْرأةٌ مِنْ بَني بَكْرٍ بْنِ كِنَانَةَ يُقَالُ لَهَا آمِنَةُ بِنْتُ أَبِي ثُمَامَةُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُضَرِّسٍ فَكَتَبَ عَلْقَمَةُ بْنُ عَلْقَمَةَ الْعِتْوَارِيُّ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزيزِ إذْ هُوَ وَالي الْمَدِيْنَةِ : إِنِِّي وَلِيُّهَا وَإِنَّهَا نَكَحَتْ بغير أَمْرِي فَرَدَّهُ عُمَرُ وَقَدْ أَصَابَهَا قَالَ : فَأَيُّ امْرأةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَلاَ نِكاَحَ لَهَا ِلأَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ وَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا صَدَاقُ مِثْلِهاَ بِمَا أَصَابَ مِنْها بِمَا قَضَى لَهَا النَّيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Imam Syafi`I berkata :  Muslim  dan Abd majid  meriwayatkan  dari Ibnu Juraij berkata : Amar bin Dinar berkata  :  Seorang perempuan dari Banu Bakar bin Kinanah  bernama  Aminah binti Abu Tsumamah menikah dengan  seorang lelaki bernama Umar bin Abdullah bin Mudhorris .
Lantas Al qomah bin Al Qomah al itwari menulis  surat kepada Umar bin Abd Aziz – karena  dia menjadi  penguasa  ( wali kota ) medinah :
Sesungguhnya aku walinya , dia kawin tanpa perintah ku .
Umar bin  Abd aziz mengembalikannya kepada  Al qomah  namun sudah di setubuhi .
Umar berkata :  Setiap wanita yang kawin tanpa  izin dari walinya  , maka  kawinnya  tidak sah , sebab  Nabi    menyatakan nikahnya  tidak sah . Bila  telah bersetubuh dengannya  , maka  dia mendapat maskawinnya  dan itulah putusan Nabi SAW  untuk nya  . 

Kisah  itu tidak benar sekalipun Imam Syafii mencantumkannya dalam kitab musnadnya  sebab manusia itu tidak benar terus , juga  tidak salah terus . Dan generasi sekarangpun juga tidak beda dengan generasi dulu .
Imam Bukhari menyatakan   salah satu perawinya  adalah Abd Majid yang murji`ah . Al Humaidi membicarakannya .
Abu hatim berkata  : Abd Majid tidak kuat hafalannya  , hadisnya boleh di tulis .
Di katakan  : Dia adalah murji`ah , dia  perawi yang di tinggalkan ulama
Imam Bukhari  tidak menggunakannya sebagai perawi hadis dalam kitab sahihnya  .
Menurut Muhammad bin Yahya  dia adalah lemah
Ibnu Sa`ad berkata : Banyak hadisnya , dia perawi lemah  dan murji`ah
Ibnu Hibban menyatakan : Dia suka memutar balikkan kabar , lalu meriwayatkan hadis – hadis mungkar dari orang – orang terkenal . Jadi harus di tinggalkan 

J.       لاَ يُعْرَفُ مِنْ حَدِيْثٍ آخَرَ بِهَذَا ْالإِسْنَادِ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى عَنِ الزُّهْرِي عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ غَيْرُ هَذَا الْحَدِيْثِ، اِنْتَهَى كَلاَمُه

Tidak di ketahui hadis lain  dari  sanad Ibnu Juraij  dari Sulaiman bin Musa  dari Zuhri  dari Urwah  dari Aisyah  selain  hadis itu  ( yaitu  hadis pemerintah menjadi wali sekalipun ada  wali orang tua nya  . 

Dalam www.ahlalhdeeth.com terdapat keterangan sbb :

أولاً : لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَتَزَوَّجَ بِامْرَأَةٍ مِنْ غَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا بِكْراً كَانَتْ أَمْ ثَيِّباً وَذَلِكَ قَوْلُ جُمْهُوْرِ اْلعُلَمَاءِ مِنْهُمْ الشَّافِعِي وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ مُسْتَدِلِّيْنَ بِأَدِلَّةٍ مِنْهَا :

Tidak halal  bagi seorang lelaki untuk kawin dengan wanita tanpa seizin dengan walinya  baik gadis atau janda  dan itulah pendapat  mayoritas ulama  di antaranya  Imam syafi1i  , imam Malik , Imam Ahmad . Dalilnya sbb :

فَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ
 maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya  ( Para wali di larang menghalangi anak perempuannya  untuk kawin dengan bekas suaminya )
وَلاَ  تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
 Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman.   ( Para  wali tidak boleh menikahkan anak perempuannya  dengan  lelaki musrik )
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ(32)

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

وَوَجْهُ الدِّلاَلَةِ مِنَ اْلآيَاتِ وَاضِحٌ فِي اشْتِرَاطِ اْلوَلِيِّ فِي النِّكَاحِ حَيْثُ خَاطَبَهُ اللهُ تَعَالَى بِعَقْدِ نِكَاحِ مَوْلِيَتِهِ ، وَلَوْ كَانَ اْلأَمْرُ لَهَا دُوْنَهُ لَمَا احْتِيْجَ لِخِطَابِهِ .
وَمِنْ فِقْهِ اْلإِمَامِ البُّخَارِي رَحِمَهُ اللهُ أَنَّهُ بَوَّبَ عَلَى هَذِهِ اْلآيَاتِ قَوْلُهُ : " بَابُ مَنْ قَالَ " لاَ نِكَاحَ ِإلاَّ بِوَلِيٍّ "

Segi pengambilan dalil dari ayat tsb jelas sekali keberadaan seorang wali sebagai sarat dalam pernikahan , di mana Allah telah berfirman untuk wali  agar melakukan akad nikah anak perempuannya atau hamba perempuannya . Bila  perempuan bisa kawin tanpa wali maka tidak perlu wali di khithabi oleh Allah .
Dalam fikih Imam Bukhari  rahimahullah , beliau membikin bab untuk ayat – ayat tsb  sbb :  Bab orang yang berkata  : Tidak sah nikah tanpa wali . 

وَشَرْطُ اْلوَلِيِّ فِي النِّكَاحِ هُوَ مَذْهَبُ اْلإِمَامِ الشَّافِعِي، وَمَالِكٍ، وَأَحْمَدَ، وَالشَّعْبِي، وَالزُّهْرِي، وَجَمَاهِيْرِ أَهْلِ اْلعِلْمِ. اُنْظُرْ: حَاشِيَةَ الرَّوْضِ اْلمُرَبَّعِ (6/262)

Wali dalam akad nikah merupakan sarat  adalah madzhab Imam Syafi`I , Malik , Ahmad , Sya`bi , Zuhri  dan mayoritas ulama   . Lihat Hasyiyah ar raudh al murabba` 262/6 

Jadi untuk kiyai , Naib , pemerintah  tidak di perkenankan  untuk menjadi wali atau menikahkan , meng ijabi dan tiada dalilnya dalam hal ini . Harus wali anak perempuan  yang mengijabi akad nikah , dan tidak boleh di wakilkan . Bila di wakilkan  harus bertanggung jawab dan harus ada dalilnya . Imam Bukhari membikin bab :

بَاب السُّلْطَانُ وَلِيٌّ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Bab : Sulthon adalah wali  karena sabda Nabi    :  Aku kawinkan perempuan itu untukmu dengan mahar  hafalan quranmu . 
 Setahu  saya hanya Rasulullah    yang bisa menjadi wali dan secara realita  tiada sahabat  atau penguasa  ketika  pemerintahan khilafah yang memberanikan diri untuk mengangkangi wali perempuan atau meng ijabi anak  orang dalam pernikahan . Dan inilah  realita di mana  masa sahabat dulu  hanya  wali perempuan yang bisa melakukan akad nikah bukan  naib , kiyai atau kakak lelakinya. Jangan  melakukan sesuatu tanpa  dalil , jadinya akan melakukan kebid`ahan .
Kursi Pelaminan

Kursi pelaminan

Pelaminan gaya arab

Kursi pelaminan gaya mandarin

Pelaminan gaya minang

Pelaminan gaya Aceh

Kursi pelaminan seperti itu israf dan bisa menarik kemaksiatan . Itu bukan adat Islam tapi adat tradisonal lingkungan yang penuh dengan kemungkaran dan kebid`ahan.





Artikel Terkait

11 komentar:

  1. betul kiyai, disamping membuang-buang biaya yang besar, pelaminan seperti itu juga bid'ah karena pada zaman Nabi tidak ada.

    BalasHapus
  2. Semoga Allah menambah hidayah kita ,

    BalasHapus
  3. assalamu 'alaikum... saya mau sedikit tanya pak... gimana klo walinya yg bkn mukmin.. karena dlm qs. at taubah 9:23 ada larangan menjadikan bapa dan saudara sbg wali bila lbh cendrung pada ke kafiran... terima kasih .

    BalasHapus
  4. Cari kerabatnya , pamannya yang mukmin juga boleh menjadi wali

    BalasHapus
  5. maaf... pak kiai... bkn saya berandai2... tapi jika seluruh keluarga dia seperti ayat di atas keadaannya.. bagaimana, soalnya orang yg menerima sebagia hukum dan meninggalkan sebagian aja dikatakan kafirun haq 4;150-151, sementara keadaan di indonesia hukum masih hukum thaghut.. dan kebanyakan orang masih ridho dg hukum di indonesia... gimana pak...?

    BalasHapus
  6. di al mumtahanah ayat 10.. menjelaskan ttg wanita mukmin.. yg diuji dg mencerai suami karena kafir, bahkan kita dibolehkan utk menikahinya dg membayar mahar... sementara pembahasan diatas tentang wali pemerintah boleh tdknya utk menikahkan wanita mukin yg mau menikah, sementara wali nasab tdk ada yg seaqidah.. jadi tolong di jelaskan korelasinya antara hadits di atas dg ayat yg bapa anjurkan tadi....

    BalasHapus
  7. Pemerintah kita ini tidak Islami. Dan wali nasab bila tidak ada, ambil saja pamannya sebagai wali, bila tidak ada, maka saudara lelakinya.

    BalasHapus
  8. Assalamu'alaykum, Smoga Allah merahmati antum dan keluarga,

    bagaimana jika ayah wanita meninggal dunia, wanita tersebut memeiliki kakak kandung se Ayah lain ibu, yang berkewajiban menjadi wali bagi wanita tersebut, namun kakak kandungnya tersebut tidak ingin menghadiri pernikahan wanita tersebut, dan memberikan persetujuan perwalian nikan melalui selembar surat yang dibumbuhi materai, yang isinya menyetujui sepenuhnya pernikahan wanita tersebut, bagaimana hukum nikah wanita tersebut, atas jawabannya saya ucapkan ..Jazakallahu khairan.

    BalasHapus
  9. Untuk Bpk Deden Wja, cara itu tiada tuntunannya, karena itu. Jangan pergi tapi nikahkan dulu sekalipun di rumah tanpa walimah dan nanti setelah itu pergilah sekalipun anda sebagai wali tidak menghadiri walimah

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan