Kamis, Juni 23, 2011

Pengiriman Fatihah





 Di tulis oleh H Mahrus ali
Pengiriman fatihah kepada mayat ini perkara baru dan tidak di lakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabat atau ulama  salaf dahulu . Selama saya hidup di Mekkah , saya tidak menjumpai ulama  yang baca fatihah untuk mayat kecuali ulama Indonesia yang mukim di sana dan dia dari golongan NU . Untuk  orang – orang Indonesia yang dari golongan Muhammadiyah , LDII atau al Irsyad , saya belum menjumpainya.
     Tiada hadis atau ayat yang menerangkan sampainya pahala Fatihah kepada mayat , Dalam enceplopedi fatwa komisi fatwa  Saudia  terdapat keterangan  sbb:
  Pertanyaan : Suatu negara yang pernah di jajah oleh kolonial  selalu menggunakan adat budaya mengheningkan cipta untuk memulai atau mengakhiri pertemuan resmi . Mereka di minta untuk berdiri sejenak  untuk memberikan penghurmatan kepada roh – orang – orang yang gugur . bagaimanakah  sikap Islam dalam hal tersebut , membolehkan atau mengharamkan , apakah ada ayat atau hadis yang menjelaskan hal itu ? Apakah ini bertentangan dengan baca  al fatihah untuk mayat  atau itu sebagai gantinya , atau bid`ah lain ?
   Jawab : Melakukan peringatan untuk mengenang pahlawan yang gugur dalam pengusiran penjajah  atau berhenti sejenak untuk menghurmati arwah mereka  adalah bid`ah yang mungkar , tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah SAW, empat khloifah  , para sahabat  atau  tokoh – tokoh kaumj muslimin pada  kurun pertama  yang sudah di nyatakan  oleh Nabi SAW  sebagai kurun terbaik . Sungguh ada hadis dati Nabi SAW  sbb :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak terdapat dalam agama maka dengan sendirinya tertolak  [1] 
 Ada riwayat lain yang menyatakan :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
Barang siapa yang menjalankan sesuatu yang tidak cocok dengan urusan kami maka tertolak .[2] 
  Paling menguntungkan dan kebaikan adalah mengikuti  Rasulullah SAW , para  khulafaur rasyidin dan tidak mengikuti budaya kaum kafir yang jelas bersebrangan dengan ajaran Islam.


 Untuk baca fatihah komisi fatwa menyatakan :
ثالثاً: لمَ ْيَثْبُتْ عَنِ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَرَأَ سُوْرَةَ الْفَاتِحَةِ أَوْ غَيْرَهَا مَِنَ اْلقُرْآنِ عَلىَ أَرْوَاحِ الشُّهَدَاءِ، أَوْ غَيْرَهُمْ مِنَ اْلأَمْوَاتِ، وَهُوَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ، وَقَدْ كَانَ كَثِيْراً مَّا يَزُوْرُ اْلقُبُوْرِ، وَلمَ ْيَثْبُتْ أَنَّهُ قَرَأَ عَلَى مَنْ فِيْهَا قُرْآناً، إِنَّمَا كَانَ َيْستَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ، َويَدْعُوْ لَهُمْ بِالرَّحْمَةِ
 Tiada hadis yang menerangkan dari Nabi SAW  bahwa beliau membacakan fatihah atau  surat lainnya untuk arwah pada  pahlawan yang gugur  atau mayat – mayat lainnya . Pada hal  beliau sangat belas kasih kepada  mereka . Sungguh beliau sering berziarah kubur , tapi beliau tidak pernah membacakan al Quran . Beliau  hanya memintakan ampun kepada kaum mukmin dan berdoa  agar mereka di beri rahmat . [3]
Syekh Saleh Al Utsaimin berkata :
أَنَّ ثَوَابَ اْلعِبَادَةْ اْلبَدَنِيَّةِ لاَ يَصِلُ إِلَيْهِ بِحَالٍ وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ عِنْدَ أَصْحَابِ الشَّافِعِي وَمَالِكٍ
Sesungguhnya pahala ibadah badaniyah ( ibadah yang di lakukan oleh tubuh dan anggautanya )  tidak akan  sampai kepada mayat  dan itulah  pendapat yang populer  di kalangan pengikut Syafii dan Imam Malik [4]

3 dan 4 Fatwa Madzhab Maliki dan Hambali:


Artinya:” Telah menjawab seperti kedua jawaban di atas
mufti Madzhab Maliki dan Mufti Madzhab Hambali”.


Selama hidupnya Rasulullah SAW dan para sahabat tidak pernah membaca fatihah untuk mayat dan  tuntunan itu saja yang kita pakai . Allah berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[5]
Di ayat lain , Allah menyatakan :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan kami tidak mengutus seseorang  Rasul , melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah. [6]
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan  Rasul  (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.[7]
Dalam suatu hadis di jelaskan sbb :
ثُمَّ قَالَ لِأَبِي قَتَادَةَ احْفَظْ عَلَيْنَا مِيضَأَتَكَ فَسَيَكُونُ لَهَا نَبَأٌ ثُمَّ أَذَّنَ بِلَالٌ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى الْغَدَاةَ فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ قَالَ وَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكِبْنَا مَعَهُ قَالَ فَجَعَلَ بَعْضُنَا يَهْمِسُ إِلَى بَعْضٍ مَا كَفَّارَةُ مَا صَنَعْنَا بِتَفْرِيطِنَا فِي صَلَاتِنَا ثُمَّ قَالَ أَمَا لَكُمْ فِيَّ أُسْوَةٌ ثُمَّ قَالَ أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةِ الْأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا فَإِذَا كَانَ الْغَدُ فَلْيُصَلِّهَا عِنْدَ وَقْتِهَا

  Rasulullah  s.a.w berkata kepada Abu Qatadah: Jagalah bejanamu ini  karena  akan terjadi suatu peristiwa kelak. Kemudian Bilal mengumandangkan azan, lalu   Rasulullah  s.a.w salat  dua rakaat ( fajar) , selepas itu   Rasulullah  s.a.w menunaikan salat  Subuh sebagaimana yang baginda lakukan sehari-hari. Abu Qatadah berkata lagi: Setelah itu meneruskan perjalanan dengan menunggangi tunggangan masing-masing. Sambil berjalan kami berbisik sesama kami: Apakah kafarat yaitu denda yang harus kita bayar  karena  perbuatan kita mengabaikan  salat ? Tetapi bisikan kami didengar oleh   Rasulullah . Lalu baginda bersabda: Bukankah aku ini adalah contoh bagi kamu? Sesungguhnya tertidur itu bukanlah  mengabaikan. Mengabaikan ialah orang yang tidak mengerjakan salat  sehingga masuk waktu salat  yang lain.  Barangsiapa   yang tertidur maka hendaklah  salat  ketika bangun. Pada masa yang akan datang hendaklah mengerjakan salat  ketika masuk waktunya.  [8]
Said bin Yasar  berkata ; Aku  berpergian bersama Abdullah bin Umar di jalan Mekkah .Ketika aku takut Subuh ,aku turun ,aku melakukan salat witir ,  lalu aku pergi kepadanya .
Beliau bertanya kepadaku :” Dimanakah kamu ? “.
Aku menjawab : “Ketika aku takut Subuh ,aku turun untuk melakukan witir “.  Abdullah ra  berkata :”
أَلَيْسَ لَكَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىاللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِسْوَةٌ حَسَنَةٌ فَقُلْتُ بَلَى وَاللَّهِ قَالَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّىاللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ *
Bukankah    Rasulullah  saw   sebagai teladanmu yang baik “. Aku berkata :”tentu , demi Allah “.  Dia berkata :” sesungguhnya   Rasulullah  saw,   melakukan witir di atas  unta  “. [9]



[1] HR Bukhori / Salat / 2499. Muslim / Aqdliah / 3242. Abu dawud/Sunnah / 3990. Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad / 73,146,180,240,206,270/6
[2] Sahih Bukhori
[3] Lajnah da`imah lil buhuts al ilmiyah wal ifta` assa`udiyah ‎ 4023
[4] Kumpulan fatwa Al utsaimin Jilid ke 7 / 378
[5] Ali Imran    31
[6] Annisa` 64
[7] Annisa`  69

[8] Muttafaq  alaih  , Bukhori  560
[9]  Muttafaq  alaih , Bukhori 999
Artikel Terkait

7 komentar:

  1. Menghadiahkan Fatihah, atau
    Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau
    shadaqah, atau Qadha puasanya
    dll, itu semua sampai
    kepada Mayyit, dg Nash
    yang Jelas dlm Shahih Muslim
    hadits no.1149, bahwa “seorang
    wanita bersedekah untuk Ibunya
    yang telah wafat dan
    diperbolehkan oleh Rasul saw”,
    dan adapula riwayat Shahihain
    Bukhari dan Muslim bahwa
    “seorang sahabat menghajikan
    untuk Ibunya yang telah wafat”,
    dan Rasulullah SAW pun
    menghadiahkan Sembelihan
    Beliau SAW saat Idul Adha untuk
    dirinya dan utk ummatnya,
    “Wahai Allah terimalah
    sembelihan ini dari Muhammad
    dan keluarga Muhammad dan
    dr Ummat Muhammad” (Shahih
    Muslim hadits no.1967).
    Dan hal ini (pengiriman amal
    untuk mayyit itu sampai kepada
    mayyit) merupakan Jumhur
    (kesepakatan) Ulama seluruh
    madzhab dan tak ada yang
    memungkiri.

    Kita bisa melihat bagaimana para
    Huffadh (Huffadh adalah Jamak
    dari Al hafidh, yaitu ahli hadits
    yang telah hafal 100.000 hadits
    (seratus ribu) hadits berikut
    sanad dan hukum matannya)
    dan para Imam imam mengirim
    hadiah pada Rasul saw :
    Berkata Imam A lhafidh Al
    Muhaddits Ali bin Almuwaffiq
    rahimahullah : “aku 60 kali
    melaksanakan haji dengan
    berjalan kaki, dan kuhadiahkan
    pahala dari itu 30 haji untuk
    Rasulullah saw”.
    Berkata Al Imam Alhafidh Al
    Muhaddits Abul Abbas
    Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy
    Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin
    Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji
    yang pahalanya untuk Rasulullah
    saw dan aku menyembelih
    Qurban 12.000 ekor untuk
    Rasulullah saw, dan aku
    khatamkan 12.000 kali khatam
    Alqur’an untuk Rasulullah saw,
    dan kujadikan seluruh amalku
    untuk Rasulullah saw”.
    murid dari Imam Bukhari
    rahimahullah, dan ia menyimpan
    70 ribu masalah yang dijawab
    oleh Imam Malik, beliau lahir
    pada 218 H dan wafat pada
    313H
    Berkata Al Imam Al Hafidh Abu
    Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti
    Abul Abbas dan aku haji pula 7X
    untuk rasulullah saw, dan aku
    mengkhatamkan Alqur’an 700
    kali khatam untuk Rasulullah
    saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal
    111).Menghadiahkan Fatihah, atau
    Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau
    shadaqah, atau Qadha puasanya
    dll, itu semua sampai
    kepada Mayyit, dg Nash
    yang Jelas dlm Shahih Muslim
    hadits no.1149, bahwa “seorang
    wanita bersedekah untuk Ibunya
    yang telah wafat dan
    diperbolehkan oleh Rasul saw”,
    dan adapula riwayat Shahihain
    Bukhari dan Muslim bahwa
    “seorang sahabat menghajikan
    untuk Ibunya yang telah wafat”,
    dan Rasulullah SAW pun
    menghadiahkan Sembelihan
    Beliau SAW saat Idul Adha untuk
    dirinya dan utk ummatnya,
    “Wahai Allah terimalah
    sembelihan ini dari Muhammad
    dan keluarga Muhammad dan
    dr Ummat Muhammad” (Shahih
    Muslim hadits no.1967).
    Dan hal ini (pengiriman amal
    untuk mayyit itu sampai kepada
    mayyit) merupakan Jumhur
    (kesepakatan) Ulama seluruh
    madzhab dan tak ada yang
    memungkiri.

    Kita bisa melihat bagaimana para
    Huffadh (Huffadh adalah Jamak
    dari Al hafidh, yaitu ahli hadits
    yang telah hafal 100.000 hadits
    (seratus ribu) hadits berikut
    sanad dan hukum matannya)
    dan para Imam imam mengirim
    hadiah pada Rasul saw :
    Berkata Imam A lhafidh Al
    Muhaddits Ali bin Almuwaffiq
    rahimahullah : “aku 60 kali
    melaksanakan haji dengan
    berjalan kaki, dan kuhadiahkan
    pahala dari itu 30 haji untuk
    Rasulullah saw”.
    Berkata Al Imam Alhafidh Al
    Muhaddits Abul Abbas
    Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy
    Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin
    Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji
    yang pahalanya untuk Rasulullah
    saw dan aku menyembelih
    Qurban 12.000 ekor untuk
    Rasulullah saw, dan aku
    khatamkan 12.000 kali khatam
    Alqur’an untuk Rasulullah saw,
    dan kujadikan seluruh amalku
    untuk Rasulullah saw”.
    murid dari Imam Bukhari
    rahimahullah, dan ia menyimpan
    70 ribu masalah yang dijawab
    oleh Imam Malik, beliau lahir
    pada 218 H dan wafat pada
    313H
    Berkata Al Imam Al Hafidh Abu
    Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti
    Abul Abbas dan aku haji pula 7X
    untuk rasulullah saw, dan aku
    mengkhatamkan Alqur’an 700
    kali khatam untuk Rasulullah
    saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal
    111).

    BalasHapus
  2. Dalil - dalilmu tiada yang menyatakan bahwa kirim Fatihah atau bacaan al quran sampai pada mayat atau pada orang yang hidup yang dikirimi fatihah. Seluruh dalil itu tiada kaitannya dengan pengiriman Fatihah atau tahlilan. Imam Syafii saja- Imammu yang kamu tentang , bukan imam Wahabi loh= menyatakan tidak sampai pahala bacaan al quran kepada mayat. Dan tiada para sahabat , ulama dulu yang kirim fatihah untuk mayat. Tapi ............. jawaban lengkapnya nanti dulu ..........masih antri karena banyak komentar yang perlu di jawab.

    BalasHapus
  3. UNTUK MUHAMMAD IRFAN,

    ANDAI SEMUA DALIL YANG ANDA SEBUTKAN ITU UNTUK SEMUA AMALAN SUDAH TENTU AKAN BERBAHAYA. jadi coba fokus ke KIRIM ALFATIHAH ATAU BACA QURAN saja tidak bisa disamakan antara makan dan minum juga sebaliknya.

    BalasHapus
  4. عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ أنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إنَّ أمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإنَّ لِيْ مَخْزَفًا فَُأشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بَهَ عَنْهَا. رواه الترمذي

    Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada matifaatnya jika akan bersedekah untuknya?" Rasulullah menjawab, "Ya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR Tirimidzi).

    سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ
    “Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saua bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu.” (HR Abu Dawud).

    Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah (tokoh wahabi anutan Muhammadiyah) dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.

    Imam Syafii di kitab Dalil Al-Falihin juz 6 hal. 103 yaitu: “Disunnahkan membaca sebagian ayat al-Qur’an di dekat mayit,dan lebih baik lagi jika mereka (pelayat) membaca al-Qur’an sampai khatam" Dan banyak riwayat shohih bahwa Imam Syafii pernah berziarah di makam Laits bin Sa’ad. Beliau memujinya, dan membaca al-Qur’an sekali khatam di dekat makmnya. Lalu beliau berkata, “Saya berharap semoga hal ini terus berlanjut dan senantiasa dilakukan (kitab Al-Dakhiroh Al-Tsaminah hal. 64)

    BalasHapus
  5. Hadis yang anda bikin dasar itu lemah sekali, karena redaksinya kacau antara satu riwayat dan lainnya. Boleh di baca lagi disini:
    Menghajikan orang lain, dalilnya lemah

    BalasHapus
  6. Bedakan antara antara menghadiahkan pahala kpd simayit dengan hukum mengirimkan surat alfatihah ϑαņ amalan2 lain tidak ada dasarnya alias bid'ah

    Para ulama ahlussunnah sepakat oran meningal juga dpt menerima manfaat dri usaha orang yang masih hidup dgn catatan

    1. Orang yang tlah meninggal itu pernah memiliki andil ketika hidupnya dlm perbuatan tersebut

    2. Perbuatan² baik ϑαņ shalih, apabila dikerjakan oleh orang yang masih hidup dengan niat taqarrub kpd الله kemudian dihadiahkan pahalanya kpd mayit, اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ pahala itu akan sampai kpdnya

    Maka apakah itu? Yang akan sampai kepada si mayit adalah pahala. Amalan yang memang ditegaskan didalam dalil syar'I yang tlah antum sebutkan.

    Adapun amalan mengirimkan surah alfatihah / mengirimkan bacaan alqur'an kpd mayit maka dsni tidaklah disyari'atkan bahkan termasuk bid'ah

    Mengambil faedah dri kitab Manhaj al imam asy syafi'I ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ fii itsbaat al aqidah syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab al Aqil.

    BalasHapus
  7. jika mengirim ganjaran itu baik pastilah rosululloh memerintahkan kepada sahabatnya dan tidak ada riwayat yang mengatakan pahala sampai ke mayyit jika dikirim....

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan