14 Januari 2010
Berikut ini adalah ringkasan manaqib beliau yang penulis peroleh dari keterangan keluarga. Terutama kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq dan beberapa petikan catatan yang penulis peroleh dari catatan – catatan Mbah Kyai Dalhar.
Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda’i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.
Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.
Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.
Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada uraiannya secara tersendiri.
Ta’lim dan rihlahnya
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta’dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.
Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi’iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa’id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.
Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar.
Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.
Riyadhah dan amaliahnya
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.
Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.
Karamahnya
Sebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :
* Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara
* Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau tersebut pernah bertempat tinggal
* Dll
Karya – karyanya
Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
Murid – muridnya
Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dll.
Wafatnya
Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.
Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis semoga menjadikan faham pada semua pihak. Penulis adalah cucu dari Mbah Kyai Dalhar dari jalur ibu. Adapun nasabnya yang sampai pada beliau dengan tartib adalah ibu penulis sendiri bernama Fitriyati binti KH Ahmad Abdul Haq bin KH Nahrowi Dalhar.[1]
Sumber : http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=129213379833
Komentarku ( Mahrus ali )
Saya ingin memberikan komentar kisah di atas sesuai dengan pengetahuan ajaran agama saya yang kadang tidak sesuai dengan ajaran tradisional . Maklum saya tidak mau memberi komentar dari pendapat saya , akan tetapi saya gunakan dalil yang tepat dari hadis dan al quran .
Komentar saya ini tidak husus kepada kiyai yang berperan dalam kisah di atas akan tetapi untuk siapapun yang hidup di masa saya atau sebelum atau sesudahnya . Saya ingin fair , proporsional , obyektif. Dalam kisah itu di jelaskan :
Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.
Komentarku ( Mahrus ali )
Kalau saya akan memilih yang bisa membikin saya tidak lelah , karena kuda itu memang bukan di gunakan untuk berjalan sendirian tapi juga untuk di naiki sendirian atau dua orang . Saya ingat firman Allah :
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ(8)
dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.[2]
Selain itu , seandainya saya di suruh naik oleh anak guru saya, saya tetap akan naik . kalau bisa , saya yang akan mengendalikannya . Atau bila kendaraan , maka saya akan menjadi sopirnya . Masak bila anak guru saya naik sepeda motor lalu saya di suruh naik , saya tidak mau tapi saya memilih berjalan saja. Saya kasihan pada anak guru saya ini , mungkin dia ingin menaikkan saya dan bisa enak bersama . Ringan sama di jinjing dan berat sama di pikul . Mungkin juga anak guru saya , ingin berjalan dengan cepat . Bila saya yang menuntun kuda , maka akan lama sampai di tempat dan ini menyakitkan hatinya . Saya juga ingat hadis sbb :
805- حَدِيْثُ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ وَالْفَضْلُ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، أَنَّهُ قَالَ: رَدِفْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عَرَفَاتٍ، فَلَمَّا بَلَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشِّعْبَ الأَيْسَرَ الَّذِي دُونَ الْمُزْدَلِفَةِ أَنَاخَ، فَبَالَ، ثُمَّ جَاءَ فَصَبَبْتُ عَلَيْهِ الْوَضُوءَ، فَتَوَضَّأَ وُضُوءًا خَفِيفًا فَقُلْتُ الصَّلاَةُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: الصَّلاَةُ أَمَامَكَ فَرَكِبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، حَتَّى أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ، فَصَلَّى، ثُمَّ رَدِفَ الْفَضْلُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ جَمْعٍ قَالَ كُرَيْبٌ: فَأَخْبَرَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ، عَنِ الْفَضْلِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يُلَبِّي حَتَّى بَلَغَ الْجَمْرَةَ
أَخْرَجَهُ اْلبُخَارِيّ فِي : 25 كِتَابُ اْلحَجِّ : 93 بَابُ النُّزُوْلِ بَيْنَ عَرَفَةَ وَجَمْعٍ
805.Usamah ibnu Zaid menuturkan: “Aku pernah membonceng di belakang kendaraan Rasulullah saw mulai dari Arafah hingga di dekat Muzdalifah. Beliau saw turun dan kencing. Ketika beliau saw datang kembali, maka aku menuangkan air wudhu kepada beliau saw dan beliau saw berwudhu dengan ringan.”
Aku berkata: “Ya Rasulullah, apaka engkau akan melakukan shalat?”
Sabda beliau saw: “Aku akan mengerjakan shalat di depan.” Beliau saw meneruskan perjalanannya sampai tiba di Muzdalifah. Di sana beliau saw melakukan shalat. Kemudian beliau saw membonceng di belakang kendaraan Fadl ibnu Abbas pada malam hari raya penyembelihan.”
Kuraib berkata: “Aku diberitahu oleh Abdullah ibnu Abbas bahwa Fadl berkata: “Ketika itu Rasulullah saw terus menerus mengucapkan kalimat talbiyah sampai tiba di jumrah Aqabah.” (Bukhari, 25, Kitabul Haji, 23, bab turun di antara Safa dan Muzdalifah).
Allu`lu` wal marjan 388/1Al albani berkata : sahih
Lihat di kitab karyanya : Sahih wa dho`if sunan Abu Dawud 421/4
Dalam hadis tsb , Usamah adalah anak budak yang di merdekakan oleh Nabi SAW , dia membonceng di belakang Nabi SAW dan dia juga tidak berjalan , tapi sama naik dan ini teladan yang baik.
Dalam artikel itu di jelaskan :
Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.
Komentarku ( Mahrus ali )
Setahu saya kitab dalailul khairat kitab yang penuh dengan kesyirikan dan di larang di Saudi arabia untuk di jual belikan . Lihat artikel Ust Abu Ubaidah sbb :
Shalawat Dibuat-Buat
Dalam pembukaannya hal. 2, al-Juzuli ( pengarang kitab Dalailul khairat ) mengatakan: “Tujuan penulisan kitab ini adalah memaparkan shalawat kepada Nabi dan keutamaan-keutamaannya. Kami menyebutkannya dengan membuang sanadnya agar mudah dihafal oleh pembaca. Hal itu merupakan suatu yang sangat penting sekali bagi orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah”.
Penulis ingin memberikan opini bahwa shalawat-shalawat yang dia utarakan terdapat dalam hadits-hadits yang shahih, padahal ternyata kebanyakannya adalah dusta, palsu dan tidak ada asalnya dalam agama, isinya juga sarat memuat lafadz-lafadz kesyirikan dan kebid’ahan yang seharusnya tidak muncul dari seorang yang sedikit saja memahami agama Islam!! Bahkan bukan hanya itu saja, penulis malah berani membuat-buat hadits palsu tentang keutamaan shalawat-shalawatnya dan menyandarkannya kepada Rasulullah, seperti pada hal. 111:
Dalam pembukaannya hal. 2, al-Juzuli ( pengarang kitab Dalailul khairat ) mengatakan: “Tujuan penulisan kitab ini adalah memaparkan shalawat kepada Nabi dan keutamaan-keutamaannya. Kami menyebutkannya dengan membuang sanadnya agar mudah dihafal oleh pembaca. Hal itu merupakan suatu yang sangat penting sekali bagi orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah”.
Penulis ingin memberikan opini bahwa shalawat-shalawat yang dia utarakan terdapat dalam hadits-hadits yang shahih, padahal ternyata kebanyakannya adalah dusta, palsu dan tidak ada asalnya dalam agama, isinya juga sarat memuat lafadz-lafadz kesyirikan dan kebid’ahan yang seharusnya tidak muncul dari seorang yang sedikit saja memahami agama Islam!! Bahkan bukan hanya itu saja, penulis malah berani membuat-buat hadits palsu tentang keutamaan shalawat-shalawatnya dan menyandarkannya kepada Rasulullah, seperti pada hal. 111:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : مَنْ قَرَأَ هَذِهِ الصَّلاَةَ مَرَّةً كَتَبَ اللهًُ لَهُ ثَوَابَ حَجَّةٍ مَقْبُوْلَةٍ وَثَوَابَ مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa membaca shalawat ini satu kali, maka Allah akan menilainya seperti pahala haji yang diterima dan pahala orang yang memerdekakan budak dari keturunan Ismail”.
Lebih ngeri lagi, penulis nekat memberanikan diri membuat hadits-hadits qudsi seperti pada hal. 111:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : يَا مَلاَئِكَتِيْ! هَذَا عَبْدٌ مِنْ عِبَادِيْ أَكْثَرَ الصَّلاَةَ عَلَى حَبِيْبِيْ ... لأُعْطِيَنَّهُ بِكُلِّ حَرْفٍ صَلَّى قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ
Allah berfirman: “Wahai para Malaikatku! Ini adalah hamba dari hambaku yang memperbanyak shalawat kepada kekasihku… Saya akan memberinya pada setiap huruf shalawat sebuah istana di surga…”.
Cukuplah sebagai dosa dan teguran apa yang disabdakan oleh Nabi dalam haditsnya yang mutawatir:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berdusta padaku dengan sengaja, maka hendaknya dia bersiap-siap mengambil tempat duduknya di Neraka”.
Aqidah Wahdatul Wujud dan Melecehkan Tauhid
Dalam shalawat Masyisyiyah, hal. 28-29 al-Juzuli mengatakan:
Dalam shalawat Masyisyiyah, hal. 28-29 al-Juzuli mengatakan:
اللَّهُمَّ زُجَّ بِيْ فِيْ بِحَارِ الأَحَدِيَّةِ وَانْشُلْنِيْ مِنْ أَوْحَالِ التَّوْحِيْدِ وَأَغْرِقْنِيْ فِيْ عَيْنِ بَحْرِ الْوَحْدَة ِحَتَّى لاَ أَرَى وَلاَ أَسْمَعَ وَلاَ أُحِسَّ إِلاَّ بِهَا
“Ya Allah! Tenggelamkanlah aku dalam lautan ahadiyah (wahdatul wujud), dan selamatkanlah aku dari lumuran lumpur tauhid, tenggelamkanlah aku dalam lautan wahdah sehingga aku tidak melihat, mendengar dan merasakan kecuali dengannya…”.
Perhatikanlah, bagaimana dia mensifati tauhid yang merupakan dakwah para rasul semenjak pertama hingga terakhir sebagai lumuran lumpur dan berdoa agar tenggelam dalam aqidah wahdatul wujud (Manunggaling Kawula Lan gusti), suatu aqidah yang sesat dan menyesatkan . Hanya kepada Allah, kita meminta perlindungan dari kehinaan dan kesesatan!!.
Demikianlah beberapa contoh petaka yang terdapat dalam buku Dalail Khairat. Kita berdoa kepada Allah agar menampakkan kepada kita kebenaran untuk kita ikuti dan menampakkan kebatilan agar kita jauhi. Dan shalawat serta salam bagi Nabi dan kekasih kita, Muhammad bin Abdillah berserta ara keluarganya.
Komentarku ( Mahrus ali )
Sebetulnya masih banyak , tapi saya cukupi itu saja agar tidak menjemukan untuk di baca atau di pahami .
Dalam artikel riwayat Mbah dalhar di sebutkan :
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.
Komentarku ( Mahrus ali )
Istilah ulama ahli hakikat ini mengesankan penulisnya tidak belajar di kalangan ahli hadis , tapi sekedar di pondok lokal salafiyah saja . Bila dia mau sedikit untuk meluangkan waktu dan tenaga atau pikirannya ke arah halaqah ahli hadis , dia akan paham banyak ilmu yang di perolehnya dari teman , ustadz ahli bid`ah itu keliru dan tidak layak untuk di pakai sendiri , apalagi untuk masarakat . Ilmu itu di kemas seolah benar tapi sangat keliru seperti ulama hakikat ini . Apa maksudnya ? Itu istilah setahu saya dari kalangan ahli tarekat atau tasawwuf di mana para sahabat , Imam Madzhab empat tidak kenal sama sekali dengan istilah itu .
Kemudian dalam kisah itu di sebutkan tentang nabi Hidlir dan saya sarankan anda membaca artikel yang membahas tentang nabi Khidir yang sudah wafat dan akan terus di alam barzah , tidak akan menemui kepada orang yang hidup , kiyai atau masarakat awam dan kata Ibnu Taimiyah yang datang itu bukan nabi Khidhir tapi setan atau jin yang menjelma menjadi Khidhir . Jangan tergiur dengan alur cerita , nanti anda akan mencari jalan kebenaran lalu keliru kesesatan. Bacalah artikel MANTAN KYAI NU: Gus Miek Bertemu KH. Dalhar, Watucongol 03 Jun 2011
Dalam artikel riwayat Mbah Dalhar itu di terangkan juga :
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya.
Komentarku ( Mahrus ali )
Menurut saya , tidak perlu makan tiga kurma seperti itu , tiada dalilnya dan terkesan menyiksa diri sendiri dengan sesuatu yang tidak ada pahala atau perintah dari Allah . Kita ini tidak ikut orang tapi ikut dalil . Ikutilah ayat ini :
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [3]
Dalam artikel itu di terangkan sbb :
Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Komentarku ( Mahrus ali )
Ini lucu sekali . Tanah haram Mekkah itu luas sekali . Bila Mbah Dalhar dekat dengan Masjidil haram mau pergi ke luar tanah haram akan memakan waktu banyak , sebab perjalanannya tidak kurang dari tujuh kilo meter.
Dalam artikel itu di terangkan :
Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.
Komentarku ( Mahrus ali )
Kalau berjaga semalan suntuk jangan di lakukan , tapi ikutilah ayat sbb :
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ(17)
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dzariyat 17
Artikel Terkait
hehe.. tambah lucu saja komentar ustadz ini.
BalasHapusakan aneh jika ustadz menyamakan mobil/motor roda 2 dg kuda, jelas beda wong di zaman yg berbeda pula. menurut saya QS.al a'raf 31 yg anda kutip di atas akan lebih tepat jika anda terapkan di diri anda sendiri, setelah sy melihat beberap gambar anda waktu di masjid (yg tanpa tegel) itu beserta anak didik anda.
untuk komentar anda yg menanggapi istilah 'ulama hakikat', saya jadi ingat iatilah yg sering anda dan teman2 anda yaitu 'mazhab salaf/salafi'. dr mana anda dan teman2 anda mendapatkan istilah itu,?
tentang Ibnu Taymiyah, sy sering menemukan artikel yg menghujatnya, pertanyaannya apa benar klo dia mengatakan Allah itu bersemayam di 'Arsy seperti halnya duduknya makhluk.
Al Bani itu siapa?? muhaddits?? kq pemikirannya rancu??
Kadang orang karena fanatusme golongan , budaya dan ajaran yang pernah di peroleh , lalu menganggap lucu komentar saya . Ya , memang segitulah ilmu pengetahuannya . Coba jarak antara Kebumen dan semarang itu 180 km , kalau naik kuda dengan lari yang cepat akan lebih tepat dan tidak begitu lelah, juga tidak menguras energi. Begitu juga putra guru yang duduk di atas kuda itu tidak jengkel . lalu apa gunanya kuda di bawa bila hanya di tuntun dan tidak di naiki . Mungkin bisa makan waktu beberapa hari untuk sampai Semarang.Untuk mengetahui dalil salat di atas tanah , lihat polemik salat tanpa alas mulai satu sampai ke tiga lima , bila anda tidak mau melihatnya anda akan tetap segitulah ilmu anda. UNtuk ulama hakikat, lihatlah di MANTAN KYAI NU: Gus Miek Bertemu KH. Dalhar, Watucongol 03 Jun 2011. Istilah ulama hakikat itu dulu saya tahu dari guru - guru saya ketika daya di kalangan ahli bid`ah dan syirik . Dan bila saya terus di sana , saya akan mendukung ilmu hakikat itu dan saya tidak berani menentangnya karena budaya di sana itu bukan kritis tapi taklid saja , guru mesti baiknya dan lebih pandai. Sekarang saya kembali kesana tidak bisa karena lampu sudah terang benderang dengan ajaran yang berdalil, bukan ajaran gelap gulita yang hanya mengandalkan akal pikiran dan sulit sekali menerima dalil. Malah di anggap dalilmenyesatkan orang banyak . Itu tanda kesesatan yang berbahaya. Seluruh artikel yang menghujat Ibnu Taimiyah adalah artikel dari syiah atau ahli bid`ah yang ngaku benar dengan ajarannya dan bila di kasih dalil akan bilang guruku lebih pandai . Lihat di MANTAN KYAI NU: Syi`ah dan salafy tobat mengkafirkan Ibnu Taimiyah 08 Jun 2011. Untuk jarak Kebumen dan Semarang 180 km , bila jalan kaki berapa hari sampai dan akan capek sekali ............
BalasHapuswah... kalo semua kiai dan ulama semenjak jaman walisongo kamu anggap ahli bid'ah dan masuk neraka...... brarti yang masuk surga cuma antum, jenggot antum dan orang saudi aja.... hahahaha... lucu banget.
BalasHapusemang yang punya surga antum !!!!
Apakah orang - orang yang menurut dalil termasuk ahli bid`ah dan syirik , lalu saya katakan mereka itu orang baik dan akan masuk ke surga ,lalu orang - orang yang komitmen dengan dalil yang di musuhi ahli bid`ah dan syirik itu orang jahat , teroris , extrimis dan akan masuk ke Neraka. Bila demikian , maka saya menggunakan ukuran penilaian dengan dalil atau dengan akal atau ajaran lingkungan yang berbasis tradisi leluhur ? Kita dalam menilai jelek atau baik , ukurannya hanya al quran dan sunnah . Bila di kabulkan , maka akan bermanfaat . Dan bila di bantahi , maka begitulah manusia bila ada ajaran yang lurus di ketengahkan.Lihat ayat berikut:
BalasHapusمَا يُقَالُ لَكَ إِلاَّ مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ
Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih.
Kesalahan bila di sampaikan , maka akan di dukung oleh banyak orang munafik, syirik dan orang - orang yang berlumuran dosa . Dan kebenaran bila di ketengahkan , maka orang - orang yang takut kepada janji Allah di akhirat akan tunduk , bersujud dan menangis .
Allohu a'lam.
BalasHapusKalau anda katakan wallohu a`lam , ber arti yang cocok dengan ajaran Allah dalam al Quran dan hadis itulah yang benar menurut Allah sekalipun salah menurut setan dan kaum munafikin atau kafirin. Tidak mungkin yang bertentangan dengan keduanya lalu di katakan benar menurut Allah . Jadi kebid`ahan dan kesyirikan adalah ajaran setan bukan ajaran Allah .
BalasHapusMas, kalo mau pengin semua sesuai dengan Al Qur'an & Hadist, yang total. (fasilitas internet ini pun bid'ah (ini pertama kali buatan orang kafir lho mas), mas'se sekarang kalo ke rusia jgn naik pesawat, naik kuda atau onta itu soalanya juga bid'ah lho mas itu buatan orang kafir lho mas.
BalasHapusDan banyak sekali hal2 yang bid'ah yang mungkin anda jalankan karena tidak sesual ajaran Islam.
Yang total kalo mau kembali ke Qur'an & Hadist Jangan setengah-setengah ya mas..!!!
Bacalah di artikel ini , yah .
BalasHapusMANTAN KYAI NU: Internet dan laptop bid`ah menurut orang bodoh
25 Jul 2011
Mantab sekali Pak Mahrus... sudah saatnya polusi-polusi dalam agama kita ini benar2 dibasmi. Semoga perlindungan Allah untuk anda selalu.
BalasHapussemoga Allah memberi petunjukNya kepadamu
BalasHapusbesok di akhirat,Rosulullah SAW akan memalingkan wajah beliau darimu(mahrus),Rosulullah tidak suka denganmu mahrus,walaupun kau bs berdalil dg Al-qur'an dan hadist Rosulullah SAW..lihat saja nanti di akhirat,mana yg lbih shohih..
BalasHapusmahrus,!kau akan tau nanti di akhirat,mana yg lebih benar..
BalasHapusUntuk Unknown, omonganmu sudah di jawab di blok dengan judul : Ahli bid`ah menyerang saya........
BalasHapusLalu identitasmu tidak jelas gitu , pakailah identitas yang jelas
bismillah..
BalasHapusto Unknown dkk, takutlah saudara kpd Allah,hati2 lah dalam memberi komentar
sungguh perkataan saudara mendahului Allah dan Rasulnya.
bacalah kitabullah dan hadist2 rasulullah dengan ikhlas dan jujur, ucapan saudara bukan akhlak seorang muslim dan sebaliknya membuka kejelakan saudara dan kelompok saudara di hadapan pembaca bahwa kelompok saudara adlh pengikut hawa nafsu dan menolak kebenaran.
Ingatlah firman allah dan Hadist Rasulullah:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Israa`:36)
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)
“Bukankah yang menenggelamkan manusia ke neraka di atas hidung-hidung mereka tidak lain karena hasil lisan-lisan mereka?” (HR. At-Tirmidziydari Mu’adz bin Jabal)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” (HR. Al-Bukhariy no.6018 dan Muslim no.47)
Wasallam
benar apa yang anda katakan , jazakallohu khaira
BalasHapusAssalamualaikum Wr Wb. Dari hadits tentang keutamanaan Al Mu'awidzatain, Imam Ahmad berkata: Al Walid bin Muslim berkata kepada kami, Ibnu Jarir berkata kepada kami dari Al Qasim Abu Abdurrahman, dari Uqbah bin Amir, ia berkata: Ketika aku mengendalikan unta yang dinaiki Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau bersabda, “Wahai Uqbah, naiklah.” Saya lalu memuliakan Rasulullah SAW dengan tidak naik bersamanya. Tetapi beliau berkata lagi, “Wahai Uqbah, naiklah.” Saya takut akan maksiat (melawan perintah Rasulullah).” Rasulullah turun dari untanya dan saya naik (unta). Beliau bersabda, Wahai Uqbah, maukah engaku aku ajarkan dua surah yang baik dst…tentang kebaikan membaca Al Mu’awidzatain. Dari hadits tersebut kita bisa bertabayun terhadap KH Dalhar, bahwa:1) barangkali beliau ingin mencontoh perilaku Uqbah RA yang ingin memuliakan seseorang yang memang mulia dengan tidak duduk bersama diatas kuda. 2). Barangkali tunggangan diatas kuda memang hanya cukup untuk satu orang, sehingga Rasulullah SAW kemudian turun dari untanya guna memberikan bangku Beliau SAW kepada Uqbah. Jika unta saja tidak bisa dinaiki berdua, apalagi kuda yang tubuhnya lebih kecil dari unta? 3) Barangkali KH Dalhar telah diringankan langkah kakinya oleh Allah SWT untuk berjalan kaki jauh dari Kebumen-Semarang, sebagaimana dahulu Allah SWT ringankan langkah Nabi SAW serta kaum Muhajirin untuk hijrah dari Makkah ke Madinah. Wasalam
BalasHapusArti atau terjemahan hadis keliru dan banyak kau kurangi, makanya ulangi terjemahannya dan tunjukkan apakah hadis tsb sahih, lemah atau hasan?
BalasHapusassalamu alaikum.....
BalasHapusUlama zaman dahulu dan sekarang yang tetap pada kondisi Akhlak dan tuntunan Rasulullah saw, akan tetap harum terkenang karena diberkahi dan dirahmati oleh Allah.
BalasHapusIslam masuk ke Indonesia tercinta juga melalui akhlak Rahmatan Lil 'Alamin Rasulullah yang terpancar oleh akhlak kelembutan para Ulama atau para Wali kalo di daerah Jawa.
Sebagai contoh, dari beberapa tulisan nyatalah Kiai Dalhar merupakan sosok berakhlak mulia, lembut dan tidak sombong, dan masih banyak bukti yang bisa dikaji sehingga semakin menampakkan ketinggian ilmunya.
banyak contoh, orang yang baru tahu tentang satu ilmu maka akan berkoar-koar layaknya dia yang paling tahu.
sedang orang yang sudah mencapai ketinggian ilmu nampak jelas dari akhlaknya ( tidak sembrono, sabar, ikhlas dalam senyum dan berbicara, sopan, santun, dan masih banyak lagi,mereka betul-betul santun dan lembut dalam memberikan arahan, tidak akan terlupakan dari sosok seorang Ulama dan para Wali Allah.
Merekalah Ulama sebagai Pewaris para Nabi
Kamu tidak paham artikel di atas, pahamilah lagi. Saya bahas kekeliruannya menurut sariat, bukan akal - akalan. Mana yang keliru dalam artikel itu, kritiklah. Jangan diam, tapi tulislah dengan baik.
BalasHapusitulah manusia......munafik...diberi peringatan atau tidak sama saja...mereka akan tetap ingkar
BalasHapusAssalamu'alaikum wr.wb. Dengan hormat kami mengundang sang pemilik akun ini (Bp. Mahrus Ali), kami sangat menghargai anda dengan kajian-kajian yang anda lakukan itu yang membuat problematika umat muslim yang membaca. JADI, kamu secara resmi melalui akun ini untuk mengundang anda (Bp. Mahrus Ali) untuk hadir mengkaji bersama Al Quran dan Sunnah yang baik, benar dan bijak di Gedung Kanzus Sholawat, Jl. Dr. Wahidin Pekalongan, Bersama Maulana Al Habib Muhammad Luthfy bin Ali bin Hasyim bin Yahya dan para habaib. Atau Masjid Ar-Riyadh, Pasar Kliwon, Surakarta, bersama Al Habib Noval bin Muhammad Alaydrus, Al Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi serta para habaib. Jika anda berani dan berkenan silahkan datang di salah satu tempat yang sudah di berikan tadi. Terima kasih.
BalasHapusWassalamu'alaikum wr.wb.
Paling tpt suruh mereka/ pr habaib menjawab artikel di atas, dan taglah sy , mk sy akan jawab pula bila ada kesalahannya. Atau suruh bikin buku yg menjawab artikel sy atau ajaklah mereka ke tempat sy di Waru Sidoarjo untuk berdialog dh sy bila ingin kebenaran.
Hapus