Benar-benar berlawanan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaighi wa
sallam. Masa’ Said Aqil Siradj pemimpin NU (Nahdlatul Ulama) ajak mewaspadai
orang berjenggot.
Seperti diberitakan tempo.co, Said Aqil Siradj meminta warga nahdliyin
untuk mewaspadai organisasi transinternasional yang sangat berbahaya bagi NKRI.
Salah satu ciri pengikut organisasi transinternasional yaitu dengan berjanggut.
“Ciri (orangnya) yang berjanggut-janggut itu,” tegas KH Said Aqil Siradj
di Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa
Barat, Kamis (07/02).
Karena Siradj tidak menunjuk langsung kelompok yang dimaksud, namun
menunjuk ciri orangnya yang berjanggut-janggut, maka tentu saja menjadikan
tudingannya itu sama dengan mengarah kepada siapa saja yang berjanggut atau
berjenggot. Padahal memelihara jenggot itu justru mentaati perintah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana hadits-hadits berikut ini.
Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا
اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim
no. 623)
Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah
jenggot.” (HR. Muslim no. 625)
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ
وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)
Hadits keempat, dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى
خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah
Majusi.” (HR. Muslim no. 626)
Hadits kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari
no. 5893)
Hadits keenam, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى
، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah
kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Kesimpulannya
ada lima
riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا
وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot tersebut sebagaimana
adanya.” (Lihat Syarh An Nawawi ‘alam Muslim, 1/416, Mawqi’ Al Islam-Maktabah
Syamilah 5)
(http://rumaysho.com )
***
Berikut ini reaksi atas ucapan
Siradj, berita ucapan Siradj, dan uraian tentang perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk memelihara jenggot.
***
FUI: Said Aqil Ngawur, Minta Waspadai Muslim Berjanggut
Said agil_83456324723itoday - Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al
Khaththath mengecam pernyataan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU), Said Aqil
Siradj, yang meminta warga NU mewaspadai
Muslim berjanggut.
“Said Aqil kok bahas janggut? Kalau ajaran transinternasional itu ajaran
Nabi Muhammad, berarti harus dijalankan. Misalnya shalat, haji, atau puasa, itu
ajaran transinternasional yang harus dijalankan,” tegas Al Khaththath kepada
itoday(08/02).
Menurut Al Kaththath, tidak seharusnya Said Aqil menuding pihak-pihak
yang sebenarnya meneladani Nabi Muhammad sebagai kelompok yang membahayakan
NKRI. “Said Aqil ngawur. Saya heran mengapa ada kiai yang menolak ajaran
transinternasional. Memang yang bersangkutan tidak shalat, puasa atau haji? Ibadah
ibadah itu juga ajaran transinternasional,” tegas Al Khaththath.
Diberitakan sebelumnya, Said Aqil Siradj meminta warga nahdliyin untuk
mewaspadai organisasi transinternasional yang sangat berbahaya bagi NKRI. Salah
satu ciri pengikut organisasi transinternasional yaitu dengan berjanggut.
“Ciri (orangnya) yang berjanggut-janggut itu,” tegas KH Said Aqil Siradj
di Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa
Barat, Kamis (07/02).
Reporter: Achsin/ Friday, 08 February 2013 17:14 F. Hadiatmodjo
Read more about Ngawur by Www.Itoday.Co.Id
***
KAMIS, 07 FEBRUARI 2013 | 14:44 WIB
NU Anggap Islam Transinternasional Ancam NKRI
TEMPO.CO, Purwakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Agil
Siradj menengarai adanya gerakan dari organisasi Islam transinternasional yang
membahayakan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Ciri (orangnya) yang
berjanggut-janggut itu,” kata Agil saat ditemui Temposeusai berceramah pada
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah
Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis, 7 Februari 2013.
Namun, dia tak mau menyebutkan secara eksplisit nama-nama organisasi
Islam transinternasional yang bergerak di Indonesia itu. Agil hanya
menyebutkan, ciri-ciri orang yang bergerak dalam organisasi itu selalu ingin
mengidentikkan Islam dengan Arab. “Pengertian itu jelas keliru,” ujar kiai yang
dekat dengan almarhum Gus Dur ini.
Agil menegaskan, mayoritas umat Islam di Indonesia, terutama jamiah
Nahdlatul Ulama yang beranggotakan 60 juta orang, tidak tertarik sama sekali
dengan gerakan Islam transinternasional itu. Sebaliknya, NU senantiasa akan
memagari NKRI dari segala rongrongan aliran keagamaan yang tidak sesuai dengan
asas Ahlusunnah-waljamaah.
Agil juga menyatakan ketidaksetujuannya jika Islam dijadikan ideologi
politik. “(Islam) tidak usah dijadikan ideologi poitik,” ucapnya. Jika Islam
dijadikan ideologi politik, suatu ketika akan berdampak negatif. “Contohnya, ada
pimpinan partai Islam ditangkap KPK, kan
jadi memalukan Islam,” ujarnya.
NANANG SUTISNA
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/07/173459743/NU-Anggap-Islam-Transinternasional-Ancam-NKRI
***
KENAPA TIDAK MAU BERJENGGOT? MAU JENGGOTIN HATI DULU??
DALIL-DALIL MENGENAI JENGGOT
Kalau sudah melihat orang yang berjenggot, pasti sebagian orang merasa
aneh dan selalu mengait-ngaitkan dengan Amrozi, cs. Jadi, seolah-olah orang
yang berjenggot adalah orang yang sesat yang harus dijauhi dan disingkarkan
dari masyarakat. Itulah salah satu ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang terzholimi. Berikut kami akan membahas mengenai hukum memelihara jenggot
dan pada posting berikutnya kami akan menyanggah beberapa kerancuan mengenai
masalah jenggot. Semoga bermanfaat.
Jenggot (lihyah) adalah rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu. Jadi,
semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan
sisi-sisi pipi disebut lihyah (jenggot) kecuali kumis. (Lihat Minal Hadin
Nabawi I’faul Liha, ‘Abdullah bin Abdul Hamid dengan edisi terjemahan ‘Jenggot
Yes, Isbal No’, hal. 17)
Nabi Saja Berjenggot
Memelihara dan membiarkan jenggot merupakan syari’at Islam dan ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Marilah kita lihat bagaimana bentuk fisik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjenggot.
Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan,
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang
berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih
sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah
mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di
Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu
wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya
terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al
Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al
Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di
atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot. Lalu pantaskah orang
berjenggot dicela?!
Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim
no. 623)
Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah
jenggot.” (HR. Muslim no. 625)
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ
وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)
Hadits keempat, dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى
خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah
Majusi.” (HR. Muslim no. 626)
Hadits kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari
no. 5893)
Hadits keenam, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى
، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah
kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Kesimpulannya
ada lima
riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا
وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot tersebut sebagaimana adanya.”
(Lihat Syarh An Nawawi ‘alam Muslim, 1/416, Mawqi’ Al Islam-Maktabah Syamilah 5)
Di samping hadits-hadits yang menggunakan kata perintah di atas, memelihara
jenggot juga merupakan sunnah fithroh. Dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu
‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ
وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ
الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ
وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
“Ada sepuluh macam fitroh,
yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air
ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Muslim no. 627)
Jika seseorang mencukur jenggot, berarti dia telah keluar dari fitroh
yang telah Allah fitrohkan bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman,
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ
اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
penggantian pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum [30] : 30)
Selain dalil-dalil di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur.
Ketika Kisro (penguasa Persia)
mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,”Celaka
kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, ”Tuan
kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara
jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal
Hadin Nabawi I’faul Liha)
Lihatlah saudaraku, dalam hadits yang telah kami bawakan di atas
menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah. Memangkasnya dicela
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut kaedah dalam Ilmu Ushul Fiqh, ”Al
Amru lil wujub” yaitu setiap perintah menunjukkan suatu kewajiban. Sehingga memelihara jenggot yang tepat bukan
hanya sekedar anjuran, namun suatu kewajiban. Di samping itu, maksud memelihara
jenggot adalah untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan Majusi serta perbuatan
ini adalah fithroh manusia yang dilarang untuk diubah.
Berdasar hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi
kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits namun tidak
semua, Nabi kaitkan dengan menyelisihi Musyrikin dan Majusi. Sehingga tidaklah
benar anggapan bahwa perintah memelihara jenggot dikaitkan dengan menyelisihi
Yahudi.
Maka sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan perintah Nabi dan
celaan beliau terhadap orang-orang yang memangkas jenggotnya. Jadi yang lebih
tepat dilakukan adalah memelihara jenggot dan memendekkan kumis.
Catatan:
Namun, apakah kumis harus dipotong habis ataukah cukup dipendekkan saja?
Berikut ini adalah intisari dari perkataan Al Qodhi Iyadh yang dinukil oleh An
Nawawi dalam Syarh Muslim, 1/416.
Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa kumis harus dicukur habis karena
hal ini berdasarkan makna tekstual (zhohir) dari hadits yang menggunakan lafazh
ahfuu dan ilhakuu. Inilah pendapat ulama-ulama Kufah. Ulama lainnya melarang
untuk mencukur habis kumis. Ulama-ulama yang berpendapat demikian menganggap
bahwa lafazh ihfa’, jazzu, dan qossu adalah bermakna sama yaitu memotong kumis
tersebut hingga nampak ujung bibir. Sebagian ulama lainnya memilih antara dua
cara ini, boleh yang pertama, boleh juga yang kedua.
Pendapat yang dipilih oleh An Nawawi dan insya Allah inilah pendapat
yang kuat dan lebih hati-hati adalah memendekkan kumis hingga nampak ujung
bibir. Wallahu a’lam bish showab.
Pembahasan ini masih akan dilengkapi pembahasan selanjutnya yang akan
menjawab beberapa kerancuan tentang jenggot. Semoga Allah mudahkan.
ULAMA SYAFI’IYAH MENGHARAMKAN MEMANGKAS JENGGOT
Bahasan berikut adalah berisi penjelasan mengenai haramnya memangkas
jenggot bahkan hal ini disuarakan oleh ulama Syafi’iyah yang jadi rujukan Kyai
atau Ulama di negeri kita. Simak dalam tulisan sederhana berikut.
Bukti Perintah Memelihara Jenggot dalam Hadits
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”
Dalam lafazh lain,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah
jenggot.”
Dalam lafazh lainnya lagi,
أَنَّهُ
أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” [HR. Muslim no. 259]
Hadits kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى
خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah
Majusi.” [HR. Muslim no. 260]
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” [HR. Bukhari
no. 5893]
Hadits keempat, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى
، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah
kumis.” [HR. Bukhari no. 5892]
Ulama besar Syafi’iyah, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya
ada lima
riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا
وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot sebagaimana adanya.”[Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151] Artinya menurut Imam Nawawi merapikan atau
memendekkan jenggot pun tidak dibolehkan.
Alasan Terlarang Memangkas Jenggot
Berikut adalah beberapa alasan lainnya mengapa jenggot dilarang dipangkas
dan tetap harus dibiarkan sebagaimana adanya.
Pertama: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah lewat,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى
خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah
Majusi.”
Kedua: Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) wanita. Kita
ketahui bersama bahwa secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga jika ada
seorang pria yang memangkas jenggotnya
hingga bersih, maka dia akan serupa dengan wanita.[Hal ini tidak menunjukkan
bahwa orang yang tidak memiliki jenggot -secara alami- menjadi tercela. Perlu
dipahami bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi orang yang memang
ditakdirkan memiliki jenggot.] Padahal dalam hadits disebutkan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita.” [HR. Bukhari no. 5885.] Imam Al Ghozali berkata, “Dengan
jenggot inilah yang membedakan pria dari wanita.”[Ihya’ Ulumuddin, 1/144.]
Ketiga: Mencukur jenggot berarti telah menyelisihi fitroh manusia. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ
وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ
الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ
وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
“Ada
sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq
(menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut
bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” [HR. Muslim
no. 261.]
Di antara definisi fitroh adalah ajaran para Nabi, sebagaimana yang
dipahami oleh kebanyakan ulama.[Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/147-148]
Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para Nabi. Kita dapat melihat pada
Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil. Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa
beliau memiliki jenggot. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي
وَلَا بِرَأْسِي
“Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan
jangan (pula) kepalaku.“ (QS. Thaha: 94).
Dengan demikian, orang yang memangkas jenggotnya berarti telah
menyeleweng dari fitroh manusia yaitu menyeleweng dari ajaran para Nabi
‘alaihimush sholaatu was salaam.
Bukti dari Ulama Syafi’iyah
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm berpendapat bahwa memangkas jenggot itu
diharamkan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar Rif’ah ketika menyanggah ulama
yang mengatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh. Begitu pula Az Zarkasyi
dan Al Hulaimiy dalam Syu’abul Iman menegaskan haramnya memangkas jenggot. Juga
Ustadz Al Qoffal Asy Syasyi dalam Mahasinus Syari’ah mengharamkan memangkas
jenggot. [Lihat I’anatuth Tholibin, 2/386.]
Sebagaimana dinukil sebelumnya, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya
ada lima
riwayat yang menggunakan lafazh “أَعْفُوا
وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا”.
Semua lafazh ini bermakna membiarkan jenggot tersebut sebagaimana adanya.”[Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151.] Artinya jenggot dibiarkan lebat dan tidak
dipangkas sama sekali.
Mengenai hadits perintah memelihara jenggot dalam hadits Ibnu ‘Umar, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan “خَالَفُوا
الْمُشْرِكِينَ” (selisilah orang-orang musyrik). Dan
dalam riwayat Muslim disebut “خَالَفُوا
الْمَجُوس” (selisilah Majusi). Jadi yang dimaksud adalah orang
Majusi dalam hadits Ibnu ‘Umar. Ibnu Hajar rahimahullah katakan bahwa dahulu
orang Majusi biasa memendekkan jenggot mereka dan sebagian mereka memangkas
jenggotnya hingga habis.[Fathul Bari, 10/349.]
Bahkan Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan ulama)
akan haramnya memangkas jenggot. Beliau mengatakan,
واتفقوا أن حلق جميع اللحية مثلة لا تجوز
“Para ulama sepakat bahwa memangkas
habis jenggot tidak dibolehkan.” [Marotibul Ijma’, 157.]
HUKUM MERAPIKAN JENGGOT
Sebagian ulama memang ada yang membolehkan memotong jenggot jika telah
lebih dari satu genggaman[Namun yang dipotong adalah bagian bawah genggaman dan
bukan atasnya. Misalnya kita memegang jenggot yang cukup lebat dengan satu
genggaman tangan, maka sisa di bawah yang lebih dari satu genggaman boleh
dipotong menurut mereka.]. Mereka adalah ulama Hanafiyah dan Hambali.[Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 35/224.] Dalil yang jadi pegangan adalah riwayat dari
Ibnu ‘Umar yang disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ
اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ
“Ibnu ‘Umar biasa ketika berhaji atau melaksanakan umroh, beliau
menggenggam jenggotnya dan selebihnya dari genggaman tadi, beliau potong.” [HR.
Bukhari no. 6892.]
Ulama-ulama tersebut pun mengatakan bahwa Ibnu ‘Umar yang membawakan
hadits “biarkanlah jenggot” melakukan seperti ini dan beliau lebih tahu apa
yang beliau riwayatkan.
Untuk menanggapi pernyataan ulama-ulama tersebut, ada beberapa sanggahan
berikut.
1. Ibnu ‘Umar hanya memendekkan jenggotnya ketika tahallul ihrom dan
haji saja, bukan setiap waktu. Maka tidak tepat perbuatan beliau menjadi dalil
bagi orang yang memendekkan jenggotnya setiap saat bahkan jenggotnya dipangkas
habis hingga mengkilap bersih.
2. Perbuatan Ibnu ‘Umar muncul karena beliau memahami firman Allah
ketika manasik,
مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ
“Dengan mencukur rambut kepala dan memendekkannya.” (QS. Al Fath: 27).
Beliau menafsirkan ayat ini bahwa ketika manasik hendaklah mencukur
rambut kepala dan memendekkan jenggot.
3. Kita sudah melihat riwayat dari Ibnu ‘Umar yang berisi perintah
membiarkan jenggot (artinya tidak dirapikan sama sekali). Sebagaimana riwayat
dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” [HR. Bukhari
no. 5893]
Apabila perkataan atau perbuatan sahabat menyelisihi apa yang ia
riwayatkan, maka yang jadi tolak ukur tentu saja haditsnya, bukan pada
pemahaman atau perbuatannya. Jadi yang tepat, kembalikanlah pada sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu membiarkan jenggot sebagaimana adanya
hingga lebat.
Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah wajib membiarkan
jenggot apa adanya tanpa memangkas atau memendekkannya dalam rangka mengamalkan
hadits-hadits yang memerintahkan untuk membiarkan jenggot sebagaimana adanya.[Lihat
Shahih Fiqih Sunnah, 1/102-103.] Demikianlah yang menjadi pendapat Imam Nawawi
sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya[Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 35/225.].
Adapun memotong kurang dari satu genggaman, sama sekali tidak ada satu
ulama pun yang membolehkannya sebagaimana kata Ibnu ‘Abidin.[Idem.] Namun
demikianlah sungguh aneh orang di
sekitar kita, jenggotnya belum sampai 1 cm saja, malah sudah dipangkas hingga
habis. Jadi perbuatan Ibnu ‘Umar bukanlah alasan untuk merapikan jenggot. Wallahu
waliyyut taufiq.
KERANCUAN SEPUTAR JENGGOT
Sebagian orang ada yang memunculkan kerancuan mengenai jenggot, ”Sekarang
ini orang-orang Cina, para biksu, dan Yahudi ortodok juga memanjangkan jenggot.
Kalau demikian memakai jenggot juga dapat dikatakan tasyabuh (menyerupai) orang
kafir. Sehingga sekarang kita harus menyelisihi mereka dengan mencukur jenggot.”
Kerancuan di atas telah dijawab oleh beberapa penjelasan ulama berikut.
Pertama: Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam ta’liq (komentar)
beliau terhadap kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim, hal. 220, karangan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Beliau rahimahullah mengatakan, ”Ini sungguh kekeliruan yang besar. Karena
larangan ini berkaitan dengan memelihara jenggot. Jika saat ini orang-orang
kafir menyerupai kita, maka tetap saja kita tidak boleh berpaling dari apa yang
telah diperintahkan walaupun mereka menyamai kita. Di samping memelihara
jenggot untuk menyelisihi orang kafir, memelihara jenggot adalah termasuk
fitroh (yang tidak boleh diubah sebagaimana penjelasan di atas, pen). Sebagaimana
disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada sepuluh fitroh, di antaranya memelihara (membiarkan)
jenggot’. Maka dalam masalah memelihara jenggot ada dua perintah yaitu untuk
menyelisihi orang kafir dan juga termasuk fithroh.”
Kedua: Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi
fatwa di Saudi Arabia,
semacam komite fatwa MUI di Indonesia) no. 2258.
Pertanyaan: “Saya pernah mendengar bahwa memelihara (membiarkan) jenggot
adalah wajib. Apakah pendapat ini benar? Jika ini benar, aku mohon agar
dijelaskan mengenai sebab wajibnya hal ini. Dari yang saya ketahui ketika
membaca salah satu buku bahwa sebab wajibnya memelihara jenggot adalah karena
kita diharuskan melakukan yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan orang
kafir (maksudnya kita diperintahkan menyelisihi orang kafir, pen). Akan tetapi
saat ini orang-orang kafir malah memelihara jenggot, sehingga saya merasa tidak
puas dengan alasan ini. Aku mohon agar aku diberi penjelasan mengenai sebab
kenapa kita diperintahkan memelihara jenggot?”
Jawaban:
Alhamdulillah wahdah wash sholatu was salamu ‘ala rosulihi wa aalihi wa
shohbihi wa sallam. Wa ba’du
Sesungguhnya memelihara (membiarkan) jenggot adalah wajib dan
mencukurnya adalah haram. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Bukhari, Muslim, dan selainnya dari shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Selisilah orang musyrik, biarkanlah jenggot
dan pendekkanlah kumis.” Begitu juga dalam riwayat Ahmad dan Muslim dari Abu
Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Pendekkanlah
kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (Hal ini
berarti) terus menerus dalam mencukur jenggot termasuk al kabair (dosa besar). Maka
wajib bagi seseorang untuk menasehati orang yang mencukur jenggot dan
mengingkarinya. …
Dan bukanlah maksud menyelisihi majusi dan orang musyrik adalah
menyelisihi mereka di semua hal termasuk di dalamnya adalah hal yang benar yang
sesuai dengan fithroh dan akhlaq yang mulia. Akan tetapi yang dimaksudkan
dengan menyelisihi mereka adalah menyelisihi apa yang ada pada mereka yang
telah menyimpang dari kebenaran dan yang telah keluar dari fithroh yang selamat
serta akhlaq yang mulia.
Dan sesuatu yang telah diselisihi oleh orang majusi, orang musyrik, dan
orang kafir lainnya adalah dalam masalah mencukur jenggot. Dengan melakukan hal
ini, mereka telah menyimpang dari kebenaran dan keluar dari fithroh yang bersih
serta telah menyelisihi ciri khas para Nabi dan Rasul. Maka menyelisihi mereka
dalam hal ini adalah wajib yaitu dengan memelihara (membiarkan) jenggot dan
memendekkan kumis. Hal ini dilakukan dalam rangka mengikuti petunjuk para Nabi
dan Rasul dan mengikuti apa yang dituntunkan oleh fitroh yang bersih (selamat).
Telah terdapat dalil pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ada
sepuluh macam fitrah, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq
(menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut
bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Ahmad, Muslim
dan lainnya) …
Jika (pada saat ini) orang kafir malah memelihara jenggot, maka ini
bukan berarti boleh bagi kaum muslimin untuk mencukur jenggot mereka. Sebagaimana
dalam penjelasan di atas bahwasanya bukanlah yang dimaksudkan adalah
menyelisihi mereka dalam segala hal. Namun, yang dimaksudkan adalah menyelisihi
mereka pada hal-hal yang mereka telah menyimpang dari kebenaran dan telah
keluar dari fithroh yang selamat.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa
shohbihi wa sallam.
Yang menandatangani fatwa ini:
Anggota : Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua : Abdur Rozaq Afifi
Ketua : Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Ketiga: Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no.
4988 (yang sengaja kami ringkas agar tidak terlalu panjang)
Memelihara jenggot termasuk tuntutan fitroh sebagaimana terdapat pada
kurun pertama. Memelihara jenggot juga merupakan syari’at Nabi-nabi terdahulu
sebagaimana merupakan syari’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syari’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah umum bagi semua makhluk dan wajib bagi mereka untuk melaksanakannya
hingga hari kiamat. Allah telah berfirman mengenai Nabi Musa dan saudaranya
Harun ‘alaihimas salam serta kepada kaumnya Bani Israil ketika mereka menyembah
anak sapi,
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ
يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (90) قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ
حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (91) قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ
رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا (92) أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي (93) قَالَ
يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ
تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي (94)
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai
kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan
sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan
ta’atilah perintahku”. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak
lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami”. Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang
menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak
mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun
menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku.
sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah
memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”.” (QS. Thoha : 90-94)
Maka lihatlah, memelihara jenggot adalah sesuatu yang disyari’atkan pada
syari’at Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam. Kemudian Nabi Isa ‘alaihis salam
membenarkan ajaran yang ada pada Taurat, maka lihyah (jenggot) juga merupakan
syari’at Nabi Isa ‘alaihis salam. Mereka semua (Nabi Musa, Harun dan Isa) adalah
para rasul Bani Israil yaitu Yahudi dan Nashrani. Jadi, tatkala orang Yahudi
dan Nashrani meninggalkan memelihara jenggot, maka mereka telah salah (rusak) sebagaimana
mereka telah rusak tatkala meninggalkan ajaran tauhid dan syari’at Nabi-nabi
mereka. Mereka juga telah menggugurkan perjanjian yang seharusnya mereka ambil
yaitu untuk mengimani Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa
saja dari Yahudi dan Nashrani yang kembali pada ajaran yang sesuai dengan
syari’at setiap Nabi di antaranya adalah memelihara jenggot, maka kita tidaklah
menyelisihi mereka dalam hal ini karena mereka telah kembali kepada sebagian
kebenaran. Sebagaimana pula kita tidaklah menyelisihi mereka jika mereka
kembali pada tauhid dan kembali beriman kepada Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bahkan jika memang mereka beriman, kita akan menolong (menguatkan)
mereka dan memujinya disebabkan keimanan ini serta kita akan saling tolong
menolong dalam kebaikan dan takwa.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa
shohbihi wa sallam.
Yang menandatangani fatwa ini:
Anggota : Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua : Abdur Rozaq Afifi
Ketua : Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Semoga perkataan ulama dan fatwa-fatwa di atas bisa menjawab sedikit
kerancuan yang menyebar di tengah-tengah masyarakat mengenai jenggot.
Semoga Allah selalu memberikan kita keistiqomahan hingga maut menjemput.
Mudah-mudahan Allah mematikan kita dalam keadaan terbaik, dalam keadaan
melakukan ketaatan pada-Nya.
Hanya Allah yang senantiasa memberi taufik.
Sumber: http://rumaysho.com
http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/03/08/kenapa-tidak-mau-berjenggot-mau-jenggotin-hati-dulu/ Maret 8, 2012
(nahimunkar.com).
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan