Selasa, Januari 14, 2014

Syari’at Islam Bertentangan Dengan Pluralisme”

Abu Shafwan Dirno  menyatakan:
Syari’at Islam Bertentangan Dengan Pluralisme”

1 VoteRisalah Mujahidin Edisi 6 Th. I Saffar 1428 H (Maret 2007 M), hal. 35-36.swaramuslim.net – Fenomena penolakan Syari’at Islam di lembaga negara, agaknya sudah sejak lama penggelayut di hati Pre
siden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak mengherankan, bila ternyata agenda pemerintahan SBY-JK banyak mengabaikan aspirasi umat Islam. Fakta bahwa SBY anti Syari’at Islam, diperoleh Risalah Mujahidin dari rekaman CD dialog antara (kandidat) Presiden RI ke-6 dengan sejumlah komunitas keturunan Cina (dan tokoh Kristen-Katholik). Dialog tersebut berlangsung di Hotel Reagent, Jakata, pada tanggal 1 Juni 2004. Sekadar menyegarkan ingatan, Pemilu Legislatif berlangsung pada 5 April 2004, sedangkan pilpres putaran pertama berlangsung 5 Juli 2004, dan pilpres putaran kedua berlangsung pada 20 September 2004. SBY-Kalla dilantik sebagai Presiden RI ke-6 Oktober 2004.DIALOG antara SBY dengan komunitas keturunan Cina yang berlangsung 1 Juni 2004, berarti terjadi setelah pemilu legislatif, dan pilpres putaran pertama berlangsung sebulan kemudian.Bisa disimpulkan, komunitas Cina yang berdialog dengan SBY sebagai kandidat Presiden RI ke-6 kala itu, adalah Cina non Muslim. Karena, masalah utama yang mereka tanyakan adalah berkenaan dengan komitmen SBY seputar penerapan Syari’at Islam. Dan SBY secara tegas memposisikan diri sebagai pluralis dan nasionalis yang tidak setuju Syari’at Islam.Dari dialog ini juga muncul kesan, bahwa PBB pimpinan Yusril Ihza Mahendra (kala itu, kini dipimpin MS Ka’ban), juga berada dalam posisi yang sama dengan SBY, yaitu menolak Syari’at Islam. Oleh karena itu, bisa dimengerti mengapa PBB pada pemilu 5 April 2004, perolehan suaranya terus menurun dibanding lima tahun sebelumnya.Komunitas Cina yang berdialog dengan SBY kala itu, dicitrakan dari kalangan pengusaha, yang sangat berpengaruh di dalam roda perekonomian nasional. Mereka, tokoh Cina (dan tokoh Kristen-Katholik), memberikan kesan bahwa keberhasilan Partai Demokrat, terutama di Jakarta, adalah hasil kerja keras mereka. Untuk itu, mereka menagih janji sekaligus memberikan pressure kepada SBY yang diperkirakan akan memenangkan pilpres.Tidak hanya itu, mereka juga menggertak : akan memutar haluan memilih Mega bila aspirasinya tidak diakomodasi.Perlu juga diketahui, jumlah keturunan Cina di Indonesia – sebagaimana disampaikan Duta Besar RI untuk Cina, Sudrajat– berjumlah lebih dari 10 juta orang. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keturunan Cina terbesar di dunia selain RRC. Oleh karena itu, untuk mempererat hubungan budaya, dalam memperingati Tahun Baru Imlek 2558 yang jatuh pada 18 Februari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menghadiri perayaan Imlek nasional di Arena Pekan Raya Jakarta, 28 Februari 2007 (Kompas Senin 22 Januari 2007, hal. 2, Kilas Politik & Hukum).Kalau terhadap penduduk berjumlah 10 juta saja SBY begitu sibuk – malah seperti terbungkuk-bungkuk– mengakomodasi aspirasinya, seharusnya terhadap jumlah penduduk yang jauh lebih besar, SBY pun mau memperlakukannya dengan lebih terhormat. Bila tidak, itu namanya diskriminasi, bahkan mendorong terjadinya tirani minoritas atas mayoritas. Juga, tidak sesuai dengan asas ke-bhineka-tunggal-ika-an atau pluralisme yang dipahami SBY selama ini.Sekiranya sikap anti-diskriminasi dijalankan secara konsisten, mengapa terjadi politik diskriminasi pemerintahan SBY-Kalla dalam kasus Poso berdarah misalnya, dengan tidak menegakkan hukum terhadap 16 orang otak konflik Poso, sebagaimana kesaksian terpidana mati pelaku pembantaian, Tibo. Sikap SBY terhadap kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, dengan berlepas tangan dan menilai peristiwa tersebut sebagai kebiadaban luar biasa. Tetapi setelah jadi Presiden, SBY tidak melakukan apapun untuk mengatasi berbagai kekejaman di tanah air, bahkan melestarikan kekejaman yang sama di Poso terhadap masyarakat yang tidak mengerti persoalan sebenarnya.Apabila SBY hendak bersungguh-sungguh menegakkan Pancasila dan konstitusi NKRI. Pertanyaannya, bukankah konstitusi dan Pancasila tidak melarang penegakan Syari’at Islam di lembaga negara? Mengapa pemerintahan SBY-Kalla, dari berbagai indikasi inkonstitusional, justru memerangi upaya penegakan Syari’at Islam, sebagaimana dikatakan di hadapan komunitas Cina dan Kristen di Jakarta itu? Apakah SBY-Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden bagi komunitas Kristen dan Cina atau bagi rakyat Indonesia seluruhnya?
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan