Dalam dalil lain disebutkan:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ *
“Berhati-hatilah terhadap perkara baru. Sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (bid’ah dholalah)”. (Hadits Riwayat Abu Dawud / As-Sunnah /4607. Darimi /Muqaddimah /95).
Seluruh shahabat Rasulullah tidak kenal terhadap perkataan ‘Umar tadi kecuali satu orang. Kita punya konsep bila ada hilaf (perbedaan) maka harus dikembalikan kepada Al-Qur’an sebagaimana ayat:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى
اللهِ ذَلِكُمُ اللهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih,
maka putusannya
(terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku.
Kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali”.
(QS As-Syura: 10).“
Dan Al-Qur’an menyatakan agar kita ini tidak mengikuti perbedaan itu dimanapun dan kapanpun, tapi ikutilah ayat Allah bukan undang-undang Thaghut atau pendapat ulama’, profesor, sarjana dll. Allah -‘Azza wa Jalla- menyatakan:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah (hai Muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu!”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS Ali ‘Imran: 31).Di dalam ayat lain dijelaskan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوُلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ
اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرً
ا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah!”. (QS Al-Ahzab: 21).
Jadi hadits “Sebaik-baik bid’ah” ini tertolak, tidak usah dipakai karena segi redaksi hadits, sanadnya cacat dan ganjil, juga bertentangan dengan hadits shahih lainnya dan ayat bukan ayat-ayatan.
Bila kita mensahihkan lalu kita mengerjakan hadis di atas, kita tidak mengerti berapa rakaat tarawihnya saat itu. Sebab dalam hadis itu tidak ada keterangan rakaatnya. Lihat hadisnya sbb:
Dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az-Zubair dari Abdur Rahman bin Abd Qari, dia berkata: Aku keluar bersama ‘Umar bin Al-Khatthab RA pada suatu malam di bulan Ramadhan ke masjid. Tahu-tahu orang-orang sudah berkelompok-kelompok. Seorang lelaki melakukan sholat sendirian. Ada seorang lelaki yang menjadi imam dengan suatu kelompok. Akhirnya Umar bin Al-Khatthab berkata: “Bagaimanakah kalau aku mengumpulkan mereka dengan satu imam saja, akan lebih baik”. ‘Umar bin Al-Khattab sengaja berbuat seperti itu lalu mengangkat Ubay bin Ka’ab menjadi imam. Lantas aku keluar di malam lain, sedangkan orang-orang sedang melakukan sholat berjama’ah bersama satu imam. ‘Umar bin Al-Khattab berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini (Sholat Tarawih berjama’ah). Dan sholat di akhir malam lebih baik daripada tarawih berjamaah ini. Orang-orang sama melakukan tarawih”.
(Hadits riwayat Bukhari nomor 2010 & riwayat Malik nomor 252).
Jumlah rakaat dalam hadis tsb tidak dijelaskan. Sulit sekali untuk diperaktekkan seandainya hadis itu sahih.
Ada hadis sbb:
روى
مالك عن يزيد بن رومان قال: كان الناس يقومون في زمن عمر في رمضان بثلاث
وعشرين ركعة.
Imam Malik meriwayatkan
dari Yazid bin Ruman berkata: Orang – orang mengadakan tarawih 23 rakaat
di bulan Ramadhan di masa Umar.
رواه
البيهقي لكنه مرسل فإن يزيد بن رومان لم يدرك عمر
HR Al Baihaqi , tapi mursal. Sesungguhnya Yazid bin Ruman tidak menjumpai Umar.http://vb.tafsir.net/tafsir6547/#.VYWCrlK1_IU
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kisah itu lemah, sebab perawinya bernama Yazid bin Ruman tidak berjumpa dengan Umar , juga tidak semasa dengannya, lalu begaimana bisa berkisah spt itu Mestinya ada perawi lain terpercaya yang semasa dengan Umar lalu dia bercerita kepadanya , sehingga kisahnya bisa dipercaya. Kalau sanad yg terputus itu, maka kisah itu tdk akurat, rapuh sekali, tidak bisa dipercaya, layak didustakan dan tidak wajar untuk dibenarkan.
Ada hadis lagi sbb:
سنن
البيهقى (2/ 224)
4801- وَقَدْ
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ : الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ
بْنِ فَنْجُوَيْهِ الدِّينَوَرِىُّ بِالدَّامِغَانِ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ السُّنِّىُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْبَغَوِىُّ حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ الْجَعْدِ أَخْبَرَنَا
ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ خُصَيْفَةَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ
قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ
عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً - قَالَ - وَكَانُوا
يَقْرَءُونَ بِالْمِئِينِ ، وَكَانُوا يَتَوَكَّئُونَ عَلَى عُصِيِّهِمْ فِى
عَهْدِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ شِدَّةِ الْقِيَامِ.
Assa `ib bin Zaid
berkata: Mereka ( para sahabat ) melakukan qiyamullail pada
era Umar bin Al Khattab ra di
bulan Ramadhan dua puluh rakaat . Beliau berkata:
Mereka membaca seratus ayat. Mereka juga bersandar kepada tongkat – tongkat mereka di masa Usman bin Affan ra karena sangat lama berdiri.
وإسناده صحيح كما قال النووي في المجموع ورواه مالك في الموطأ.
Sanadnya
sahih sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dlm kitab al Majmu` . Ia juga diriwayatkan
oleh Imam Malik dlm kitab al Muwattha`.
نصب الراية (2/ 154)
رجال هذا الاسناد كلهم ثقات، ذكرها "المحقق
النيموي الهندي" في "آثار السنن" ص 54 ج 2 رجلاً رجلاً.
نصب الراية (2/ 154)
Imam Ibn Hajar berkata: Perawi –
perawi sanad tsb terpercaya seluruhnya . Demikian di sebutkan oleh
Komentarku ( Mahrus ali ):
Imam Malik meriwayatkan hadis tsb
dlm muwattha` sepengetahuanku adalah 11 Rakaat bukan dua puluh rakaat. Imam
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud , Ibn Majah, Nasai dan Imam Ahmad tidak
mencantumkannya dalam kitab sunan mereka
atau kitab musnadnya. Bila Imam Nawawi
menyatakan hadis tsb sahih, maka mereka pengarang kutubut tis`ah itu tidak berani menyatakan hadis tsb sahih.
Ia hadis mauquf bukan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tapi dari Assa`ib bin Yazid. Setahu sy hanya
dia seorang yang meriwayatkannya. Tiada sahabat yang lain yang tahu
tentang perintah Umar ini.
Di masa Abu bakar menjadi Khalifah,
tarawih ditiadakan sebagaimana masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Di masa Umar pun hakikatnya tidak ada Tarawih dan Umar tidak mengadakannya bila di teliti dari hadis – hadis sahih bukan dari
omongan orang. Lihat atsar dari Assa ib
lagi yang beda dengan atsar itu sbb:
الموطأ - رواية يحيى الليثي (1/ 115)
-
وحدثني عن مالك عن
محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أنه قال :أمر عمر بن الخطاب أبي بن كعب وتميما
الداري أن يقوما للناس بإحدى عشرة ركعة قال وقد كان القارئ يقرأ بالمئين حتى كنا
نعتمد على العصي من طول القيام وما كنا ننصرف إلا في فروع الفجر
-
-
……….., Assa`ib
berkata: Umar bin Al khatthab memerintah kepada
Ubay bin Ka`ab dan Tamim ad dari agar
menjadi imam manusia dalam tarawih sebelas rakaat .
-
Dia
berkata: Sungguh seorang qari ( imam ) membaca
seratusan ayat, hingga kita
bersandar dengan tongkat karena berdiri yg panjang . Dan kita tidak bubar kecuali ketika permulaan
terbitnya fajar.
-
الشافي في شرح مسند
الشافعي (2/ 267)
-
وفي رواية القعنبي
عنه "بزوغ الفجر" (2).
-
...menurutriwayat
al qa`nabi dari dia ………… terbitnya
fajar.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan