WASHINGTON (voa-islam.com) – ISIS
menguras habis energi negara-negara Barat, khususnya AS dan Uni Eropa. Pertemuan
KTT negara industri maju yang tergabung dalam G7, salah satu agendanya, membahas
keamanan global, dan intinya tentang strategi memerangi ISIS.
Di jantung pusat kekuasaan
AS, Gedung Putih, yang berada di Washington DC, terjadi hiruk-pikuk yang memanas terkait dengan kebijakan Presiden Barack Obama
menghadapi ISIS. Pertemuan pekan lalu, Presiden
Obama dengan sejumlah pejabat bidang politik,
intelijen, dan keamanan, di mana para ahli strategi mengkritik strategi
Presiden AS Barack Obama.
Semua strategi perang yang
dijalankan tujuan hanya dengan komitmen memerangi dan mengalahkan ISIS melalui aliansi militer. Sudah ribuan ton dan ribuan
rudal yang dijatuhkan kepada posisi-posisi ISIS.
AS mendukung dengan senjata kepada rezim Syi’ah di Baghdad, dan berdampak kerugian besar terhadap ISIS, tapi
ini tidak berarti ISIS kalah.
Menurut pejabat intelijen
dan keamanan AS lebih dari 10.000 pejuang ISIS
diperkirakan tewas, dan secara gerakan menyurut. Namun, ISIS masih membuat kemajuan di Irak dan Suriah. Dengan
jatuhnya ibukota provinsi Anbar, Ramadi menggambarkan ISIS,
belum tamat.
Dibagian lain, sidang DPR AS
Sub-Komite Timur Tengah dan Afrika Utara,
mengatakan kerugian ISIS di medan tempur tidak menunjukan kekalahannya, sebaliknya
perkembangan yang terakhir, ISIS justru
tumbuh dan memperkuat posisinya di Irak dan Suriah.
Pemboman yang dipimpin
AS berlangsung selama berbulan-bulan, dan
lebih dari 4.000 serangan udara dilancarkan kepada posisi ISIS.
Lebih dari 10.000 pejuang ISIS diperkirakan
tewas, namun belum dapat mengakhiri ISIS.
ISIS terus berkembang seperti ‘jamur’ di musim
hujan. Berdatangan orang-orang yang mencari ‘kematian’, tanpa ragu bergabung
dengan ISIS.
Angka-angka jumlah tewasnya
pejuang ISIS tidak bisa memberi gambaran
lengkap dari kenyataan di lapangan di Irak dan Suriah. Dalam beberapa bulan
terakhir, kekuatan ISIS
telah berkembang bersama dengan kekuatan lokal dalam skala yang lebih luas. Keterlibatan
suku-suku Sunni di Irak, semakin menambah kemampuan militer ISIS,
menghadapi pasukan Irak dan milisi Syi’ah.
Menurut kalangan intelijen
dan fihak keamanan AS, pejuang ISIS berhasil
melakukan langkah paling penting, yaitu
berhasil merekrut lebih banyak pejuang, terutama dari kalangan pemuda
Sunni Irak.
Ini akibat pemerintah Irak
gagal mencegah milisi teroris Syi'ah
yang membakar dan membunuh orang hanya karena mereka Sunni. Semua tindakan AS
dan Perdana Menteri Irak al-Abadi yang tergantung kepada milisi Syi’ah, justru semakin memperkuat ISIs.
Kesalahan Washington
terletak pada mengadopsi kebijakan yang mendukung Teheran yang ikut campur
dalam urusan dalam negeri Irak, dan Iran memoblisasi milisi Syi’ah dan
Garda Republik bertempur di Anbar, dan sejumlah wilayah lainnya di Irak. Tindakan
Teheran dan Bagdad yang mendapatkan dukungan Washington
itu, semakin meneguhkan suku-suku di Anbar bergabung kepada ISIS.
Washington melalui Duta
Besar AS di Irak, berusaha mendekati suku-suku Sunni di Anbar, agar mendukung
dan bekerja sama dengan aliansi pimpinan AS menghadapi ISIS, namun Duta Besar AS mundur setelah pihak
Perdana Menteri Irak al-Abadi keberatan.
Washington tentaranya dan pemerintahannya sudah letih, dan kehilangan semangat berperang. Washington hanya ingin duduk manis di kursi belakang Baghdad. Washington ingin menjadikan Bagdad sebagai ‘proxy’ (tangannya) menghadapi ISIS.
Tapi, sekarang Washangton telah
kehilangan kontrol dan di bawah tekanan Iran.
Semua orang mengharapkan AS
memimpin dalam perang melawan ISIS, tapi sekarang AS dikendalikan oleh Iran.
Apa yang dikatakan selama
pertemuan antara Obama dengan pejabat tinggi dibidang politik, intelijen dan
keamanan, dan Obama mendengarkan
pandangan Pejabat Dewan Keamanan
Nasional (NSC) Anthony Cordesman bahwa Iran mempunyai tujuan strategis di Irak
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan