Ibnu
Taimiyyah menulis : Yang ada aa lihat ust.
Memaksakan diri dengan membuat suatu kaidah pembeda antara sholat wajib n
sunnah..
Di mana sholat sunnah boleh pakai tikar
sementara sholat wajib haram pakai tikar..
Malah ini melahirkan pertanyaan baru.. Dari sisi ushul fiqh nya, apa dasar pembedanya?
2. Bagaimana mengetahui jenis2 pembedaan hukum yg seperti ini?
3. Maka tentu menjadi wajiblah adanya penegasan nabi atas 2 keadaan ini agar unat tidak salah faham atas masalahnya
Malah ini melahirkan pertanyaan baru.. Dari sisi ushul fiqh nya, apa dasar pembedanya?
2. Bagaimana mengetahui jenis2 pembedaan hukum yg seperti ini?
3. Maka tentu menjadi wajiblah adanya penegasan nabi atas 2 keadaan ini agar unat tidak salah faham atas masalahnya
Anda menyatakan:
Yang ada aa lihat ust.
Memaksakan diri dengan membuat suatu kaidah pembeda antara sholat wajib n
sunnah..
Di mana sholat sunnah boleh pakai tikar
sementara sholat wajib haram pakai tikar..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Siapa yang memaksakan diri ?
anda atau saya. Kalau saya cukup sami`na
wa atha`na. Karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya menjalankan shalat wajib di tanah selama hidup mereka dan tidak
pernah walau sekali menjalankan shalat di atas tikar sekalipun tikar saat ada.
Maka saya ikut gitu sj, saya tidak menentang , tidak mendebat beliau dengan
berbagai argumen. Yang penting bagi saya dalilnya gitu ya sudah , harus di
ikuti. Saya ingat ayat:
ياقوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَن يُصِيبَكُم
مِّثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ ۚ وَمَا
قَوْمُ لُوطٍ مِّنكُم بِبَعِيدٍ
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku
(dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti
yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak
(pula) jauh (tempatnya) dari kamu. 89
Hud
Kadang kalimat
Syiqaqi itu di artikan
menyelisihi
أيسر التفاسير للجزائري - (ج 2 / ص 186)
{ لا يجرمنكم شقاقي } : أي
لا تكسبنكم مخالفتي أن يحل بكم من العذاب ما حل يقوم نوح والأقوام من بعدهم
Jangan sampai anda menyelisihi aku membikin anda
kalian tertima azab yang pernah di
alami oleh kaum Nuh dan kaum – kaum
setelahnya. Aisarut tafasir 186/2
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam selama hidupnya melakukan jamaah
tanpa tikar. Kita dengan sengaja menyelishi sunnah yg mulia ini dengan
terus menerus melakukan jamaah di atas karpet. Dan ini adalah perbuatan yg hina
sekali dan menentang sunah yg mulia.
Bila disuruh sujud di tanah akan
marah, marah untuk mengikuti tuntunan dan puas untuk menyalahi tuntunan. Bila di
suruh sujud di sajadah dg tegas akan mengatakan: “siap”. Bahkan tanpa ada
dalilpun mau. Tanpa di perintahpun dia akan menjalankan. Bila dilarang, akan
marah. Hakikatnya sedemikian ini sama dengam marah pada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, sama dengan marah kepada Allah dan menggembirakan setan.
Ingatlah firmanNya:
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهَ وَمَنْ
تَوَلَّى فَمَآ اَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا.
"Barangsiapa yang mentaati Rasul,
sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan), maka Kami tidak
mengutusmu untuk jadi pemelihara bagi mereka". An-Nisa', 4:80.
Anda menyatakan lagi:
Yang ada aa lihat ust.
Memaksakan diri dengan membuat suatu kaidah pembeda antara sholat wajib n
sunnah..
Di mana sholat sunnah boleh pakai tikar
sementara sholat wajib haram pakai tikar..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itu bukan kaidah, tapi sy bicara realita. Bila shalat wajib,
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya tanpa tikar, langsung ke tanah. Ustadz Manshur al Buraidi mengatakan:
أجمع العلماء أنه لا يجوز
أن يصلي أحد فريضةً على الدابة من غير عذر ، وأنه لا يجوز له ترك القبلة إلا فى شدة الخوف8،
لحديث عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ ، قَالَ : رَأَيْتُ
النَّبِيّ وَهُوَ عَلَى الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ ،
يُومِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ ، وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ
اللَّهِ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ
.رواه البخاري ومسلم . وروى ابن عُمَرَ وَجَابِر مثله ،
وَقَالَ جَابِر : فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّىَ
الْمَكْتُوبَةَ نَزَلَ ، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
Ulama telah ijma` tidak diperkenankan menjalankan shalat wajib di atas
binatang ( unta atau lainnya ) tanpa ada uzur. Tidak diperkenankan meninggalkan
menghadap kiblat kecuali dalam keada an sangat takut karena ada hadis
Amir bin Rabi`ah yang berkata: Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjalankan shalat sunat di atas kendaraannya
dengan berisarat dengan kepalanya dan menghadap kemana saja. Namun hal
itu tidak di lakukan oleh beliau dalam shalat wajib. HR Bukhari dan Muslim.Ibnu Umar dan Jabir juga meriwayatkan hadis yang sama denganya.
Jabir sendiri berkata: Bila berkehendak untuk menjalankan shalat wajib, maka beliau turun dan menghadap kiblat.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=215277
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika menjalankan shalat sunat di kendaraan tapi ketika melakukan shalat wajib beliau turun untuk sujud ke tanah tanpa sajadah. Disini malah Jabir sendiri yang meriwayatkannya.
Kalau disamakan antara tuntunan shalat wajib dan shalat sunnah maka shalat wajib boleh dikarpet, boleh di atas kendaraan. Ia jelas akan menentang hadis riwayat Bukhari dan Muslim itu.
Bila menyamakan antara shalat wajib dan sunah , maka anda harus memperbolehkan shalat wajib dikendaraan dan anda akan menyelisihi tuntunan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sama dengan kehendakmu. Jadi penyamaan tuntunan shalat sunat dan wajib itu bukan atas dasar hadis sahih tapi dasar dari pikiranmu sendiri yang benturan dengan hadis sahih tadi. Jadi harus di bedakan antara keduanya , tidak boleh disamakan. Bila disamakan, anda tdk akan punya dalil, anda menyatakan spt itu hanya bermodal perkiraan bukan dalil. Saya ingat ayat ini:
إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى اْلأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ
رَبِّهِمُ الْهُدَى
Mereka
tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh
hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari
Tuhan mereka. ( 23 / Annajm ).
فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 150)
الْمُرَادُ مِنْ هَذَا اْلحَدِيْثِ
هَاهُنَا : أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي
اْلمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ ، فَأَمَّا صَلاَةُ
الْفَرِيْضَةِ عَلَى اْلأَرْضِ فَوَاجِبٌ لاَ يَسْقُطُ إِلاَّ فِي صَلاَةِ شِدَّةِ
اْلخَوْفِ ، كما قال تعالى: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً }
[البقرة :239] .
Ibnu Rajab berkata dalam kitab
Fathul bari
150/3 sbb:
Maksud hadis tsb ( hadis Nabi turun
dari kendaraan ketika menjalankan salat wajib ) adalah sesungguhnya Nabi SAW
tidak akan menjalankan salat wajib kecuali di tanah dengan menghadap kiblat.
Untuk menjalankan salat fardhu di atas tanah ( langsung bukan di sajadah atau
keramik ) adalah wajib kecuali dalam salat waktu peperangan atau keadaan yang
menakutkan sebagaimana firman Allah taala sbb:
Jika kamu dalam keadaan takut
(bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ternyata Ibnu Rajab juga tidak
menyamakan tuntunan shalat wajib dan
sunah. Bila antara keduanya di samakan maka hadis tsb di buang dulu, di cancel,
di non aktifkan dulu, hadis itu di
anggap tidak ada. Lalu di ganti dengan pemahaman keliru anda yang menyamakan
antara tuntunan shalat sunah dan wajib, tidak boleh beda. Boleh mengerjakan
shalat wajib di kendaraan , boleh di karpet, lalu anda mengatakan shalat di tanah ghuluw. Shalat di sajadah dan
keramik paling benar. Itulah pendapat yg menyimpang, jangan diikuti, buang
saja, ittiba`lah dan ikutilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yg selalu menjalankan shalat wajib di tanah.
Begitulah nasibnya agama bila di
pegang oleh ahlul ahwa` bukan ahlul hadis, suka dalil akal – akalan bukan hadis
sahih atau ayat.
حَيْثُمَا
أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja kamu menjumpai waktu salat telah tiba ,
salatlah dan bumi adalah tempat sujudmu. Bukhori 3172
Menurut riwayat Muslim sbb:
صحيح مسلم - (ج 3 / ص 106)
ثُمَّ الْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ
فَحَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ
Lantas bumilah sebagai tempat
sujudmu ( bukan karpet ) , dimana saja kamu menjumpai waktu salat, salatlah.
Kalimat fa sholli adalah fi`il amar
– perintah, harus di taati , jangan sampai menyelisihinya dengan melakukan
shalat di sajadah , tikar atau marmer. Dan marmer saat itu sdh ada, tp Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah menjalankan shalat di marmer.
Dalam
Ushulul fiqh di jelaskan:
اْلأَمْرُ بِالشَّيْءِ نَهْيٌ عَنْ
ضِدِّهِ
Perintah sesuatu adalah larangan
untuk mengerjakan lawannya .
Bila kita diperintahkan untuk
melakukan salat di tanah langsung , maka sudah tentu kita harus taat dan
menjalankannnya dan kita tidak boleh melakukan salat di atas karpet ,
koran , tegel atau marmer, apalagi ranjang . Menurut kaidah itu adalah haram
shalat dikarpet dan ranjang dan wajib shalat di tanah karena taat pada perintah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Jadi jelas, kewajiban shalat wajib
di tanah juga cocok dengan kaidah ushul fiqih.
Hadis tsb juga menunjukkan shalat
wajib karena beliau bersabda : Dimana saja kamu menjumpai waktu shalat tiba “
Kalimat ini ter arah pd shalat wajib, bukan shalat sunat. Lalu dikasih
sarat yaitu tanah lah sebagai tempat
sujudmu, bukan sajadah, keramik, marmer, kain , tikar dll.
Bila bersujud di marmer, kramik atau
tikar, jelas menyalahi hadis tsb sebagai landasan tertulis dan menyalahi
peraktek Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan sahabatnya yg selalu menjalankan shalat tanpa
tikar
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan