Syaikh Musthofa bin Ismail al sulaimani
ـ
إلا أن دعوى الإجماع لا تصح مع وجود المخالف , وفاقًا للحافظ في "الفتح"
(3/368) وخلافًا للإمام النووي في "المجموع" (6/104) .
Hanya sj dakwa
Ijma` itu tidak sah sebab adanya orang
yg beda pendapat- cocok dengan al Hafidh Ibn Hajar dlm kitab al fath 3/368 dan beda dengan Imam Nawawi dlm kitab majmu` 6/104.
Komentarku ( Mahrus ali ):
فتح
الباري لابن حجر (3/ 368)
وَفِي
نَقْلِ الْإِجْمَاعِ مَعَ ذَلِكَ نَظَرٌ لِأَنَّ إِبْرَاهِيمَ بْنَ عُلَيَّةَ
وَأَبَا بَكْرِ بْنَ كَيْسَانَ الْأَصَمَّ قَالَا إِنَّ وُجُوبَهَا نُسِخَ
وَاسْتُدِلَّ لَهُمَا بِمَا رَوَى النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ
Ibnu Hajar berkata: Dalam mengutip ijma dalam masalah itu
masih perlu dipertimbangkan. Sebab Ibrahim bin Ulayyah dan Abu bakar bin Kisan
al asham berkata : Kewajiban zakat
fitrah itu di mansukh, lalu berdalil dengan
hadis riwayat Nasai dll.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itu sekedar pendapat dua orang itu yang mungkin salah
mungkin benar. Imam Nawawi malah menyatakan pendapat yg berbeda dari dua orang tsb tdk di anggap dlm kitab majmu`
6/104.
. Dan Ibnu Hajar sendiri di Fathul bari 3/368 juga tidak cocok dengan pendapat dua
orang itu.
Bila pendapat dua orang itu di ikuti, maka kita akan membuang hadis yg mewajibkan zakat fitrah yg muttafaq alaih
itu. Jadi kita mengikuti pendapat dan membuang hadis. Kita mengikuti pendapat
tsb untuk menentang hadis – sama dengan
menentang Allah. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sendiri juga tidak menyatakan memansukh kewajiban zakat
fitrah. Dan tiada sahabat yg menyatakan sedemikan.
Ada
hadis lagi sbb:
573- حَدِيْثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
، قَالَ: كُنَّا نُعْطِيَهَا، فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ
شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ وَجَاءَتِ
السَّمْرَاءُ، قَالَ: أَرَى مُدًّا مِنْ هَذَا يَعْدِلُ مُدَّيْنِ
أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ فِى : 24 كِتَابُ الزَّكَاةِ : 75 بَابُ صَاعٍ مِنْ
زَبِيْبٍ
573.Abu Said Al Khudri
menuturkan: “Di zaman Nabi saw, kami mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu
sha’ makanan, atau satu sha’ buah kurma, atau
satu sha’ gandum, atau satu sha’ kismis. Setelah Mu’awiyah datang , maka
ia berkata: “Menurutku, satu mud dari gandum jenis yang ini sama dengan dua mud dari gandum jenis lainnya.”
(Bukhari, 24, Kitab zakat, 75, bab satu sha’ kismis).
Allu`lu` wal marjan 272/1 Al
albani berkata : Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya : irwa`ul
ghilil fii takhriji ahaditsi manaris sabil 337/3
Untuk hadis tsb sekalipun muttafaq alaih tapi hakikatnya adalah lemah karena dari segi redaksi hadis
kacau sekali antara satu riwayat yg sahih dengan riwayat yang sahih lagi. Jadi saling menyalahkan dan tidak
saling mendukung. Di situ dikatakan empat macam makanan yg bisa di buat zakat
fitrah, ada yg menyatakan lima macam, bahkan ada yg tiga macam. Pada hal hadis itu dari satu orang yaitu Abu Said al Khudri. Bila kita
mensahihkan hadis itu, maka akan bertentangan dengan hadis muttafaq
alaih lagi dari Ibnu Umar yg menyatakan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah satu sha` kurma atau satu
sha` gandum. ( bukan yg lain ) . lainnya tidak disebut oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam untuk zakat fitrah yg wajib ini.
Dalam hadis Abu Said malah diperbolehkan keju, kismis atau
makanan qamhun ( sebangsa gandum ). Tambahan ini jelas beda sengat.
Kekacauan redaksi inilah yg membikin faktor utama kelemahan hadis itu.
Dari segi sanad, terdapat
tafarrud fis sanad pada seorang perawi bernama Iyadh pertengahan tabiin tingkat
3 wafat pd tahun 100 H. Jadi dimasa beliau hadis itu tdk dikenal, bahkan beliau
sendiri yg tahu. Ribuan tabiin sampai mati tidak tahu hadis itu, lalu
bagaiamana para sahabat dan tabiin
mengamalkannya. Seorang yg tahu hadis bisa mengamalkan. Namun orang yg tidak
tahu bagaimana bisa mengamalkannya. Begitu juga
dimasa sahabat, tidk popuper hadis itu, nyeleneh dan hanya Abu said sendiri yg tahu. Dan ini termasuk sisi
kelemahnya.
-
كراهية المتقدمين لرواية الغريب:
كان المتقدمون من علماء الحديث يكرهون
رواية الغرائب وما تفرد به الرواة، ويعدونه من شَرِّ الحديث، كما قال الإمام مالك
رحمه الله: "شَرُّ العلم الغريبُ، وخيرُ العلم الظاهرُ الذي قد رواه
الناس" 1،
Hukum hanya seorang perawi yang
meriwayatkan hadis.( tafarrud )
1. Ulama hadis dahulu
tidak suka atau benci terhadap riwayat
gharib ( nyeleneh )
Ulama
hadis dahulu benci terhadap terhadap riwayat – riwayat yang gharib (
nyeleneh ) dan hadis yang
di riwayatkan oleh seorang perawi , lalu di anggap sebagai
hadis yang terjelek sebagaimana
di katakan oleh Imam Malik
rahimahullah: Ilmu terjelek adalah
yang gharib dan ilmu yang
terbaik adalah yang tampak yang
di riwayatkan oleh manusia. ( banyak ). 1
Jadi kita kembali kpd hadis
Ibnu Umar yg muttafaq alaih untuk membayar zakat fitrah dengan kurma atau gandum
Zakat fitrah dengan beras
menentang hadis itu, dan taat pd hawa nafsu orang banyak. Ingatlah ayat ini:
ثُمَّ
جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.. Jatsiyah 18
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan