Iskandar Muhammadiyah Cut Neuheunmenulis:
Assalamualaikum wa rahmatullah.Sudah menjadi tradisi di Acéh umumnya, setiap ada orang yang meninggal dunia, dari hari pertama meninggal sampai hari ke tujuh diadakan Samadiyah, yaitu membaca Surat Al Ikhlas yang dimaksudkan pahalanya untuk orang yang meninggal.
Orang yang berkunjung ke rumah orang yang meninggal membaca surat Al-Ikhlas (samadiyah), berdasarkan hadits:
من
قراء قل هو الله احد الخ عشر الف مرة اعتقه الله عن النار ، رواه بخارى ومسلم
“Barangsiapa yang membaca: Qul huwallahu ahad - hingga
akhirnya - sepuluh ribu kali, niscaya dimerdekakan akannya oleh Allah daripada
api neraka.”Riwayat: Bukhari dan Muslim.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sy tidak menjumpai hadis tsb di sahih Bukhari atau Muslim, bahkan di seluruh kitab hadis yg saya miliki.
Anda menyatakan lagi :
من
قرأ قل هو الله احد الخ عشر الف مرة للميت اعتقه الله عن النار ، فتح الباري شرح
بخاري
“Barangsiapa yang membaca: Qul huwallahu ahad - hingga
akhirnya - sepuluh ribu kali untuk mayyit (orang meninggal), niscaya
dimerdekakan akannya oleh Allah daripada api neraka.”Fathul Bari Syarah Bukhari.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb tidak saya jumpai di kitab –kitab hadis atau syarahnya apalagi di fathul bari.
Di situ kan diterangkan baca qul huwallahu ahad lalu di hadiahkan kpd mayat. Hadiyah bacaan al quran pd mayat ini tiada dalilnya.
Imam Syafii sendiri
menyatakan pahala baca al Quran untuk mayat tidak sampai. Rasul dan para
sahabatnya tidak ada yang menghadiahkan fatihah untuk mayat.
Syekh Ibrahim berkata :
“ Syekh Abdul wahhab Al warraq, Abu Hafes berkata :
وَقَالَ الَأكْثَرُ
لَايَصِلُ إلَىالميِت ثوابُ القِراءةِوانّ ذَلكَ لِفَاعِله
Mayoritas ulama`
menyatakan: Pahala baca Al Quran tidak akan sampai ke mayat, ia hanya untuk
pembaca.
Syekh Muhammad bin Abd rohman Al Magrabi berkata :
أَمَّا قِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ الْعَزِيْزِ فَمِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَأَمَّا إِهْدَاؤُهُ
لِلنَّبِي صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يُنْقَلْ فِيْهِ أَثَرٌ مِمَّنْ يُعْتَدُّ
بِهِ بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يُمْنَعَ مِنْهُ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّهَجُّمِ
عَلَيْهِ فِيْمَا لمَ ْيَأْذَنْ فِيْهِ مَعَ أَنَّ ثَوَابَ التِّلاَوَةِ حَاصِلٌ
لَهُ بِأَصْلِ شَرْعِهِ صلى الله عليه وسلم وَجَمِيْعُ أَعْمَالِ أُمَّتِهِ فِي
مِيْزَانِهِ وَقَدْ أَمَرَناَ الله بالصلاة عليه وَحَِثَّ صلى الله عليه وسلم
عَلىَ ذَلِكَ
Membaca
al Quran termasuk taqarrub pada
Allah terbaik, bila pahalanya di hadiyahkan kepada Nabi saw tidak ada hadis
yang menjelaskannya dari perawi yang terpercaya. Bahkan layak sekali di larang
dan termasuk su`ul adab pada Nabi saw
karena melakukan hal yang tidak di restui oleh Nabi saw. Sekalipun Nabi
saw juga mendapat bagian dari pahala bacaan tersebut dan seluruh amal perbuatan
umatnya. Rasul hanya memerintah kepada kita untuk membaca
sholawat kepadanya.
Syekh Husnain Muhammad
Makhluf berkata:
- مَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ فِى الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ
الْمَحْضَةِ عَدَمُ وُصُوْلِ ثَوَابِهَا إِلَى الْمَيِّتِ وَلَوْ كَانَتْ
تَبَرُّعًا كَالصَّلَاةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ.
وَهَذَا هُوَ اْلمَشْهُوْرُ عِنْدَهُمْ
Menurut madzhab syafii
dalam ibadah fisik, pahalanya tidak bisa sampai kepada mayat sekalipun suka
rela di berikan kepadanya seperti salat, atau baca al Quran. Inilah yang mashur
di kalangan mereka.
- قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ اْلمَالِكِيَّةِ مَكْرُوْهَةٌ لِلْمَوْتَى
Membaca al Quran untuk
mayat menurut madzhab maliki makruh.
Bila kita
jalankan shamadiyah itu , kita
tdk punya dalil . Kita
menyelisihi ayat:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mengetahui dalilnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [1]
Bila kita melaksanakan
shamadiyah, kita akan beda dengan perilaku para sahabat dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ketika ada kematian. Tapi kita cocok dengan budaya Aceh Indonesia
sekarang bukan budaya sahabat di Medinah
dulu. Hal ini sangat keliru, tuntunan generasi terbaik kita tinggalkan lalu kita
mengambil tontonan dari budaya masarakat sekarang yg jelek dan bid`ah. Kita
ingat hadis sbb:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ»
Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada
masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Kita ini
diperintahkan untuk mengikuti budaya sahabat yg dulu agar kita di ridai oleh
Allah, bukan membuang budaya mereka
dengan mengambil budaya masarakat sekarang untuk mendapat kebencian Allah dan
kerelaan setan .Lihat ayat:
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ(100)
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar. 100 TobatTinggalkan kebid`ahan dan ambillah sunnah. Jangan sampai sunnah di tinggalkan lalu menegakkan kebid`ahan dan menjadi komplotan penegak kebid`ahan bukan kelompok penegak sunnah yg mulia. Menegakkan kebid`ahan sama dengan menghalangi orang dari jalan Allah untuk diajak ke jalan setan.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ
عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ
يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi
mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang
yang kafir itu dikumpulkan,[2]
Anda menyatakan: Bagaimana pendapat Yai mengenai Acara Samadiyah di Acéh yang mengamalkan hadits tersebut?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadisnya sj kedustaan , bukan kejujuran, tiada kitab yang mencantumkannya. Ia dari mulut ke telinga lalu merasuk ke hati yang sakit dan akan di tolak oleh hati yg tercerahi dengan sunnah. Buang sj kedustaan itu dn ambillah ayat atau hadis yg sahih.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan