Senin, September 19, 2011

Kisah mantan Hindu yang masuk Islam

Bukan Emosi, Melainkan Logika Rasional yang Antarkan Abdallah pada Islam

Rabu, 14 September 2011 14:54 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Ketika memutuskan memeluk Islam, ia tak mendapat dukungan dan panduan khusus dari Muslim lain. Namun tekadnya bulat untuk tetap belajar dan berkontribusi dalam dakwah demi bisa membantu mualaf lain menjalani transisinya dengan lebih mudah.

Itulah Abdallah, lelaki berdarah India yang lahir dan besar di Toronto. Kehidupan dia sebelum Muslim adalah campuran antara India, agama Hindu dan budaya barat ala Kanada. "Sehingga ketika saya besar, saya masih mengenal baik budaya, bahasa saya dan juga agama orang tua," tuturnya.

Ia juga kerap mendatangi kuil, selalu pergi ke kemah musim panas, sekolah Minggu dan mengikuti kegiatan keagamana. "Jadi saya melalui semua adat istiadat dan ritual baik milik orang tua saya di rumah maupun di sekolah," ungkapnya.

Sewaktu menjadi pelajar, Abdallah mengaku tipe yang serius, terutama saat duduk di bangku SMA. Namun ia juga tetap suka bersenang-senang. "Saya sangat suka musik, bahkan pada usia 11 tahun saya bisa bermain gitar," katanya.

Perjalanannya menuju Islam, menurut Abdallah jauh dari kebanyakan mualaf lain. "Saya merasa tidak memiliki masalah secara emosional yang mendorong saya menuju kebenaran," tuturya. "Hanya saja sewaktu muda saya sudah merasa tidak cocok dengan agama orang tua," imbuhnya.

Meski, ungkapnya, ada suatu saat ia begitu membela dan taat terhadap agama orang tuanya. "Saya begitu taat seperti kerang. Namun saat itu yang terasa kosong, karena saya sadar bahwa saya hanya mencoba membela diri dan berpikir orang-orang akan menyerang keyakinan ini dari berbagai aspek," ujarnya.

Abdallah sulit menerima gagasan banyak tuhan untuk disembah. "Itu rasanya tidak cocok untuk saya. Selain itu banyak pemaparan berbeda yang sama sekali tak logis apalagi ilmiah," ujarnya. "Saya tidak puas dengan kebenaran yang saya yakini saat itu."

Ia pun memutuskan untuk meninggalkan agama orang tua pada usia remaja. Keluar dari Hindu ia pun menuju Injil. "Saya membaca kitab itu dan begitu indah karena saat itu ada konsep satu Tuhan. Kalau tidak salah saya temukan itu pada Kitab Perjanjian Lama," tutur Abdallah.

Tuhan yang Abdallah kenal dari Injil, menurutnya sangat baik hati dan di saat bersamaan, hadir konsep nabi, seorang manusia pembawa pesan tuhan dan ia bukanlah entitas Esa. "Bisa saya bilang konsep itu sangat menarik hati saya. Setelah itu pencarian saya terus berjalan."

Ia pun membuka bagian Kitab Perjanjian Baru. "Lagi-lagi saya bahagia dengan nilai-nilai yang saya temukan. Saya jatuh cinta dengan karakter Yesus. Namun sosok dia sebagai entitas lain Tuhan, sulit saya terima dalam hati, tidak cocok bagi saya," tuturnya.

Saat itulah ia mulai menolak semua agama dan menjadi atheis untuk beberapa saat. Namun ia pun sulit untuk bisa menerima konsep atheisme. "Karena saya tahun, dari dalam hati ataupun dari logika yang saya temukan di sekitar, semua ini pasti diciptakan oleh sesuatu yang luar biasa. Jadi saya pun terus berjalan dari satu agama ke agama lain, Budha, Katholik, kuil Sikh, bahkan juga kembali berdoa bersama orang tua saya," ungkapnya.

Satu-satunya agama yang tak pernah ia usik dan ia lihat saat itu adalah Islam. Mengapa? "Orang tua saya dari India dan tinggal di kota Muslim di sana. Jadi ketika kami dewasa kami bersentuhan dengan Islam, meski mungkin bukan ajarannya, melaikan gaya hidup Muslim di sana," tutur Abdallah.

Ia merasa memiliki pehamaman selip. "Setiap kali berpikir tentang Islam maka saya memiliki pandangan mereka adalah teroris, atau menindas hak wanita. Itulah yang menahan saya untuk melihat agama itu lebih jauh," ujarnya.

Sebenarnya ia memiliki beberapa teman Muslim di SMA, bahkan ada yang menjadi teman baiknya. Namun karena mereka bukan tipe yang taat beribadah, Abdallah mengaku tak menangkap pesan-pesan Islam lewat perilaku mereka.

Akhirnya saat ia masuk universitas, Abdallah menemukan tempat di mana ia bisa membuka diri dari gagasan apapun. "Saya bisa mempertanyakan apapun dan bahkan diri saya," ujarnya. Hingga akhirnya ia menemukan buku tentang sains dalam Al Qur'an saat hendak menulis tugas akhir untuk gelar sarjana. "Baru itulah saya benar-benar mengkritisi dan melihat apa yang diajarkan oleh Islam."

Saat mengkaji, Abdaallah mengaku dalam kondisi sangat rasional. Ia ingin berpikir berdasar fakta alih-alih emosi. "Karena saya telah melibatkan banyak emosi dalam aktivitas keagamanan sebelumnya dan tak ada yang mengena, sementara yang saya pahami, kebenaran bukan hanya perkara emosi, tapi juga mengandung komponen logis dan rasional," paparnya.

Pada momen penentuan itulah justru Abdallah menemukan pencerahan. "Semua bahan bacaan mengenai sains dalam Al Qur'an mulai mendorong saya dengan kuat. Tapi yang pasti momen penentuan itu terjadi ketika akhirnya saya mengucapkan syahadat," aku Abdallah.

Kehidupan seusai Memeluk Islam


"Setelah menjadi Muslim, Abdallah bercerita kepada orang tuanya dan orang-orang di dekatnya. Ia juga mulai memelihara janggut. "Mereka pun memiliki pandangan selip terhadap saya, seperti yang pernah saya punya," ungkapnya.

Namun Abdallah tak menyalahkan mereka. "Sebenarnya itu disebabkan murni ketidaktahuan dan tak ada seorang pun yang menjelaskan kepada mereka, tak ada yang merangkul mereka untuk memaparkan seperti apa kebenaran dan betapa indahnya Islam itu," kata Abdallah.

Begitupun saat orangtuanya sedikit bereaksi negatif, Abddalah melihat itu sekedar reaksi  emosi. "Mereka toh akhirnya tidak memandang rendah ketika saya akhirnya menjadi orang lebih baik dan mengapa saya memutuskan berubah," ujarnya.

Saat menjadi Muslim, Abddalah tidak menemukan jaringan dukungan atau bahkan web sosial yang bisa memandunya sebagai Mualaf. "Tak ada mesin besar untuk menyebarluaskan kebenaran tentang agama. Karena itu saya berpikir kontribusi pribadi saya akan bermanfaat, sekaligus jalan bagi saya untuk memahami agama ini setiap hari," ujanya.

"Saya melakukan ini agar bisa memberi panduan pula bagi mualaf lain, membantu mereka melakukan transisi semulus dan semudah mungkin dan membuat mereka memahami bahwa ketika mereka menjadi Muslim, mereka tak akan kehilangan identitas."

Abdallah ingin memastikan bahwa mereka masih tetap diri mereka yang dulu dengan kesukaan, ketertarikan dan hobi masing-masing.

"Saya pikir hal terbesar yang saya dapat dari Islam adalah kepuasan dalam hati. Saya akhirnya memahami mengapa saya di sini dan mengapa alam semesta diciptakan. Saya merasa menyatu dan sejalan dengan alam di sekitar saya, menyatu dengan setiap manusia, bahkan makhluk-makhluk tuhan," ungkap Abdallah.

"Sungguh menimbulkan perasaan indah setiap kali bangun pagi, mengingat Tuhan dan mengingat anugerah yang telah Ia berikan kepada manusia. Itulah yang memunculkan sikap hormat saya terhadap setiap manusia, setiap makhluk, hewan, tumbuhan, apa saja. Islam adalah sistem kebenaran di banyak hal. Saya kini belajar untuk lebih menghormati orang tua, tetangga saya, orang-orang dari keyakinan lain dan dari budaya lain,

"Saya kira ini adalah jenis rasa hormat yang diperlukan, terutama di kekinian di mana kita masih perlu menyembuhkan luka dari masa lalu,"
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Onislam.net
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Dalam artikel itu di jelaskan sbb :

"Sungguh menimbulkan perasaan indah setiap kali bangun pagi, mengingat Tuhan dan mengingat anugerah yang telah Ia berikan kepada manusia. Itulah yang memunculkan sikap hormat saya terhadap setiap manusia, setiap makhluk, hewan, tumbuhan, apa saja. Islam adalah sistem kebenaran di banyak hal. Saya kini belajar untuk lebih menghormati orang tua, tetangga saya, orang-orang dari keyakinan lain dan dari budaya lain,
Komentarku ( Mahrus ali )

  Bila  tetangga itu muslim bukan kafir , maka anda berhak untuk kasih sayang kepadanya bukan benci  atau masa bodoh dengannya  sebagaimana  ayat :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.[1]
Rasulullah SAW bersabda :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain , tidak menganiayanya ,menghinanya ,meremehkannya  . Takwa disini ,beliau memberikan isarat kepada dadanya  X3 [2]
Namun bila tetangga itu non muslim maka kamu tidak diperkenankan kasih sayang dengannya  sebagaimana ayat ::
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan  Rasul -Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung[3]

 Kamu  berhubungan dengan tetangga  non muslim itu bila  dia memperbaiki kamu , maka kamu juga berbuat baik dengannya , tapi tidak boleh kasih sayang dengannya  . apalagi menjadi teman akrab Allah berfirman :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.[4]
Dalam ayat lain , Allah menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu ( Non muslim ) karena mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.[5]


[1] Al Hujurat 10
[2] HR Muslim dalam kitab sahihnya   2564
[3] Al Mujadilah 22

[4] Al Mumtahinah 8
[5] Ali imran 118
Artikel Terkait

3 komentar:

  1. http://wirajhana-eka.blogspot.com/2008/08/bhavisya-purana-purana-hindu-yang.html

    BalasHapus
  2. Mngkin lari ke Islam setelah diiming imingi tentang kenikmatan surga...yaitu tujuan agama Islam. Hindu yg punya tujuan moksa mngkn jauh dr material yg diinginkan abdalah

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan