Judul tsb mengutip dari kalimat KH Bisri Mustgofa dalam artikelnya " Semua bid'ah sesat, mengapa ada bid'ah hasanah dan bid’ah sayyiah?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Mendirikan pondok pesantren sekedar sarana untuk mengajarkan ilmu agama Islam, bukan ajaran kebid`ahan dan tabligh atau menyampaikan ajaran Allah bukan ajaran setan adalah di perintahkan bukan dilarang dalam al quran sbb:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[1]
Di ayat lain di katakan:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. ( Al ahzab 39 )
Mendirikan pondok pesantren, sekolah,dan majlis ta`lim seluruhnya sebagai sarana untuk menjalankan perintahNya dan sarana untuk menghindari laranganNya. Dan ia adalah sarana bagi pelajar untuk menuntut ilmu yang benar sebagaimana ayat:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka ( yang pergi perang ) telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ( Attaubah 122 ).
Ayat itu memerintahkan untuk menuntut ilmu lalu bisa di sampaikan kepada masarakat awam dan Allah juga akan mengangkat derajat orang yang berilmu sebagaimana ayat:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [2]
Namun bila ilmu yang di dapatinya adalah kebid`ahan dan kesyirikan bukan sunah dan tauhid, maka sudah tentu derajatnya menurut Allah hina sekalipun menurut setan – setan manusia mulia, menurut Allah derajatnya di bawah dan menurut mereka diatas. Allah berfirman lagi:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.[3]
Ulama itu paling takut kepada Allah bukan takut kepada manusia berani pada Allah, melanggar laranganNya dan mengabaikan perintahNya. Ini ulama yang terlaknat bukan ulama yang mendapat rahmat. Ini ulama terjelek bukan ulama terbaik.
Nafik bin Abdul Haris berjumpa dengan Umar ra di Usfan. Umar telah mengangkatnya menjadi gubernur Mekkah. Umar berkata kepadanya: “Siapakah wakilmu di Mekkah bila kamu pergi ke sini”?. Dia menjawab: “ Aku wakilkan urusanku kepada Ibnu Abzi seorang lelaki dari maula kami “.
Umar berkata:” Apakah kamu juga mewakilkan urusan ini kepada maula”. [4].
Nafik berkata:” Dia qari, mengerti kewajiban dan ahli dalam mengajarkan ilmu ”.
Umar berkata:” Sesungguhnya Rasul bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْقُرْآنِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ آخَرِينَ *
“Allah mengangkat beberapakaum kaum dengan Al Quran dan menurunkan kaum lain dengannya “.[5]
Namun realitanya tidak demikian, jarang sekali pondok pesantren yang ajarannya mengacu kepada al quran dan hadis.Tapi fokus kepada kitab – kitab fikih Akibatnya selalu tidak cocok dengan keduanya dan selalu anti kepada ahli hadis. Ini konsekwensi yang kita hadapi. Bila mereka di kasih ajaran yang bersumber dari keduanya yang tidak cocok dengan ajaran pesantren akan di buang langsung. Mereka di kasih tuntunan di anggap tontonan. Bila di kasih kebid`ahan di anggap kebenaran yang paling tepat. Para santrinya cocok dengan kalangan ahli bid`ah dan anti kepada ahli hadis, lalu mengatakan bahwa ahli bid`ah berpikiran luas dan ahli hadis selalu kaku. Saya ingat perkataan Imam Ahmad dalam kisah sbb:
وَقَدْ ذُكِرَ عِنْدَ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ: أَهْلُ الْحَدِيْثِ قَوْمُ سُوْءٍ ! فَقَالَ أَحْمَدُ: زِنْدِيْقٌ ! زِنْدِيْقٌ ! زِنْدِيْقٌ
Di sebutkan di muka Imam Ahmad bahwa Ibnu Qatilah berkata:
Ahli hadis adalah orang – orang jelek.
Imam Ahmad berkata: Dia kafir zindiq x3
Ibnu Taimiyah pernah menyatakan:
إذْ الْوَلِيُّ لاَ يَكُونُ وَلِيًّا ِللهِ إِلاَّ بِمُتَابَعَةِ الرَّسُولِ بَاطِنًا وَظَاهِرًا ؛ فَعَلَى قَدْرِ الْمُتَابَعَةِ لِلرَّسُولِ: يَكُونُ قَدْرُ الْوِلاَيَةِ ِللهِ.
Karena seorang wali tidak akan menjadi wali kecuali harus ittiba kepada Rasulullah lahir dan batinnya. Jadi kewalian seseorang tergantung kadar ittibanya kepada Rasulullah .
Umumnya di pesantren selalu di adakan acara burdahan, dibaan, berzanjian dan manakiban dan empat kitab itu di Saudi arabia di katakan kitab yang penuh dengan kesirikan. Saya sudah menjelaskan tentang kesirikan tsb di buku – buku karya saya dan di sini tidak usah di ulang lagi. Boleh anda lihat dalam buku mantam kiyai NU ………………….. Di sana akan anda tahu sesuatu yang dulunya di anggap benar ternyata penuh dengan kesesatan.
Bila pesantren ahli bid`ah memiliki murid sedikit maka pengasuhnya akan bertanggung jawab kelak di akhirat, apalagi punya murid banyak. Hal ini juga berlaku kepada pengarang buku ahli bid`ah, penceramah dan guru – guru di sekolahan. Belum tentu apa yang anda ajarkan dari leluhur itu benar. Tapi hendaknya di cocokkan dengan quran dan hadis. Suatu misal berwudu dengan mengusap kepala bagian muka saja , itu mana dalilnya, bukankah peraktek Rasulullah mengusap seluruh kepala sebagaimana hadis sbb:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قِيلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ *
Dari Abdullah bin Zaid bin Aa'sim al-Ansari r.a katanya: Beliau telah ditanya: Tunjukkan kepada kami cara Rasulullah s.a.w berwudu.
Beliau pun meminta bejana air, lalu menuangkan air ke tapak tangan dan mencuci nya tiga kali. Kemudian memasukkan tangan ke dalam bejana untuk menyauk air dengan tangannya dan berkumur serta memasukkan air ke dalam hidung dengan air yang sama tiga kali. Kemudian menyauk air sekali lagi lalu mencuci muka tiga kali.Beliau menyauk lagi dengan tangannya lalu mencuci tangan hingga kedua siku dua kali. Beliau menyauk lagi lalu menyapu kepala dengan kedua tangannya dari depan kepala ke arah belakang dan menyapu dengan kedua tangannya kembali ke arah depan kepala, kemudian beliau mencuci kedua kakinya hingga ke dua mata kaki. Beliau berkata: Beginilah cara Rasulullah s.a.w mengambil ataudu[6]
Dalam hadis itu di jelaskan tata cara mengusap kepala yaitu mulai dengan mengusap kepala dari muka kebelakang lalu dari belakang kepala kembali kemuka lagi. Cara ini, jarang di gunakan kalangan ahli b id`ah, lalu ikut siapakah mereka dalam berwudu. Bahkan di perkenankan mengusap sebagian kepala. Ini bertentangan dengan ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, [7]
Ajaran Allah punya sifat wajib dua puluh dan sifat muhal dua puluh, siapakah yang berani mengatakan seperti itu, apakah ada dalilnya. Jelas tidak ada dan itulah kekeliruan yang nyata. Di situ tidak ada sifat tawwab Allah Maha menerima Tobat. Allah punya tangan, kaki dan mata. Allah maha belas kasih, Allah lathif. Dan masih banyak yang lain dan saya pernah membahas masalah sifat - sifat Allah menurut al quran yang lebih dari apa yang anda duga.
Pergilah ke blog ke2 www.mantankyainu2.blogspot.com
Artikel Terkait
pada hakikatnya, yang mengatakan pesantren, sekolah, Hp, kendaraan,...sebagai bid'ah (dalam pengertian syar'i) ,...DAPAT DIPASTIKAN DIA ITU SAMA SEKALI TIDAK MENGERTI APA ITU BID'AH?
BalasHapus