حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِسْمَعِيلَ الطَّالَقَانِيُّ وَهَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ الْمَعْنَى وَاحِدٌ قَالَ إِسْحَقُ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَزْرَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ
Bercerita kepada kami Ishak bin Ismail at tholaqani dan Hannad bin Assirri – ma`nanya satu. Ishak berkata: Bercerita kepada kami Abdhan bin Sulaiman dari Ibnu Abi Arubah dari Qatadah dari Azrah dari Sa`id bin Jubair dari Ibnu Abbas ra berkata: Sesungguhnya Nabi SAW mendengar seorang lelaki berkata:
لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ
Ya Allah,aku memenuhi panggilan haji kepadamu atas nama Syubrumah.
Rasulullah SAW bertanya: Siapakah Syubrumah ?
Dia menjawab: “ Saudaraku atau kerabatku ( keraguan dari perawi hadis ).
Rasulullah SAW bertanya: “ Apakah kamu sudah menjalankan haji ?”.
Dia menjawab:” Belum”.
Rasulullah SAW bersabda:"Berhajilah untuk dirimu,lalu berhajilah untuk Syubrumah".[1]
HR Abu dawud 1811 Imam Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya.
Al albani menyatakan sahih, sahih Abu dawud 341/1
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ibnu Hajar berkata:
وَأَمَّا الطَّحَاوِيُّ فَقَالَ: الصَّحِيحُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ ، وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: رَفْعُهُ خَطَأٌ ، وَقَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: لَا يَثْبُتُ رَفْعُهُ
Adapun Imam Thahawi berkata: Yang tepat adalah mauquf ( bukan nabi yang bersabda tapi Ibnu Abbas sendiri ).
Imam Ahmad bin Hambal menyatakan: keliru sekali bila di katakan hadis marfu`. Ibnul Mundzir berkata: Tidak benar ia hadis marfu`. ( Jadi lemah dan tidak boleh di buat hujjah ). [2]
Ibnu Hajar berkata lagi:
وَتَوَقَّفَ بَعْضُهُمْ عَلَى تَصْحِيحِهِ بِأَنَّ قَتَادَةَ لَمْ يُصَرِّحْ بِسَمَاعِهِ مِنْ عُزْرَةَ فَيُنْظَرُ فِي ذَلِكَ.
Sebagian ulama enggan menyatakan sahih pada hadis tsb karena Qatadah sebagai perawinya tidak menyatakan pernah mendengar dari Azrah, jadi masih perlu di kaji ulang.[3]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Memang qatadah terkenal sebagai mudallis – suka menyelinapkan perawi lemah.
فَقَوْلُ النَّسَائِى فِى " التَّمْيِيْزِ ": عَزْرَةُ الَّذِى رَوَى عَنْهُ قَتَادَةُ. لَيْسَ بِذَاكَ الْقَوِىِّ ;
Perkataan Imam Nasai dalam kitab Tamyiz, Azrah yang menjadi guru Qatadah tidak kuat. [4]
Jadi sanad hadis tsb jelas cacat dan tidak bisa di katakan sahih.
Ibnu Hajar berkata:
صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ. وَالرَّاجِحُ عِنْدَ أَحْمَدَ وَ قْفُهُ.
Ibnu Hibban menyatakan hadis tsb sahih, namun yang tepat adalah maukuf. [5]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ibnu Hibban dan Al Hakim terkenal dengan ahli hadis yang mudah sekali mensahihkan hadis dan tidak boleh percaya seratus persen kepadanya, kata Al Bani.
Al baihaqi berkata:
إِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ وَلَيْسَ فِى هَذَا اْلبَابِ أَصَحُّ مِنْهُ.
Sanad hadis tentang mewakilkan haji tadi adalah sahih, tiada hadis lain yang lebih sahih dari padanya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bila sanad tersebut sahih pada hal masih cacat karena Qatadah yang mudallis dan Azrah yang lemah. Jadi setelah ini, tidak boleh di katakan sahih lagi sanadnya. [6] Juga tidak ada jalur periwayatannya yang sahih, seluruhnya sepengetahuan saya cacat.
وَقَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ: إِنَّ أَحْمَدَ حَكَمَ فِى رِوَايَةِ ابْنِهِ صَالِحٍ عَنْهُ أَنَّهُ مَرْفُوْعٌ ، فَيَكُوْنُ قَدْ اطَّلَعَ عَلَى ثِقَةٍ رَفَعَهُ ، قَالَ: وَ قَدْ رَفَعَهُ جَمَاعَةٌ.
Ibnu taimiyah berkata: Sesungguhnya Imam Ahmad yang menyatakan riwayat anaknya saleh bahwa hadis tsb marfu`, seolah beliau telah menjumpai perawi terpercaya yang memarfukkannya. Beliau berkata: Jamaah ahli hadis telah menyatakan marfu`.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Imam Ahmad sendiri pernah menyatakan keliru hadis tsb di marfukkan, dan yang tepat adalah maukuf [7] Andaikan hadis tsb marfu` sanadnya masih lemah sebagaimana keterangan yang lampau.
وَقَدْ قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ: إِنَّ هَذَا (الْخَبَرَ) لَيْسَ بِثَابِتٍ ؛ لِأََنَّ سَعِيْدَ بْنَ أَبِي عَرُوبَة كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا الحَدِيْثَ بِالْبَصْرَةِ فَيَجْعَلَ هَذَا الْكَلَامَ مِنْ قَوْلِ ابْن عَبَّاسٍ وَلَا يُسْنِدُهُ ، وَبِالْكُوْفَةِ يَجْعَلُهُ مُسْندًا.
Sesungguhnya sebagian ahlul ilmi berkata: Sesungguhnya hadis tsb ( Syubrumah ) tidak sahih, sebab said bin Abu Arubah menceritakan hadis tsb di Basrah, lalu di nyatakan bahkwa hadis tsb dari perkataan Ibnu Ibbas, bukan Nabi .Ketika di Kufah berganti lagi lalu di katakan bahwa hadis tsb adalah perkataan Nabi bukan Ibnu Abbas.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi pernyataan tsb jelas menunjukkan bahwa hadis ( Syubrumah ) itu bukan hadis tapi maukuf kepada Ibnu Abbas dan tidak boleh di buat pegangan lagi apalagi landasan hukum.
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرَ: ثِقَةٌ حَافِظٌ ، لَهُ تَصَانِيْفُ ، كَثِيْرُ التَّدْلِيْسِ ، وَ اخْتَلَطَ ، وَ كَانَ مِنْ أَثْبَتِ النَّاسِ فِى قَتَادَةَ
Martabat Said bin Abu Arubah sebagai perawinya menurut Ibnu Hajar: Dia terpercaya, hafidh, banyak karangannya, sering tadlis – menyelinapkan perawi lemah agar di katakan sahih, kabur hapalannya, termasuk orang yang paling tepat dalam meriwayatkan hadis Qatadah. [8]
Dalam kitab Bulughul maram terdapat keterangan sbb:
ضَعِيْفٌ. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ ( 1811 )، وَابْنُ مَاجَه ( 2903 )، وَابْنُ حِبَّانَ ( 962 )، وَهَذَا الْحَدِيْثُ اخْتُلِفَ فِيْهِ كَثِيْرًا، لَكِنْ أَعَلَّهُ أَئِمَّةٌ كِبَارٌ كَأَحْمَدَ، وَالطَّحَاوِي، وَالدَّارَقُطْنِي، وَابْنِ دَقِيْقِ الْعِيْدِ، وَغَيْرِهِمْ، فَالْقَوْلُ إِنْ شَاءَ اللهُ قَوْلُهُمْ.
Hadis lemah, HR Abu Dawud 1811, Ibnu Majah 2903, Ibnu Hibban 962. Hadis tsb masih sangat di perselisihkan. Kebanyakan imam yang besar sebagaimana Imam Ahmad, Thahawi < Daroquthni dan Ibnu Daqiqil id menyatakan hadis tsb cacat. dan perkataan yang benar adalah perkataan mereka. [9]
Ibnu Abu arubah yang mudallis.
قَالَ أَبُوْ دَاوُدَ: سَمِعْتُ صَالِحًا الْخَنْدَقِى ، قاَلَ: سَمِعْتُ وَكِيْعًا قَالَ: كُنَّا نَدْخُلُ عَلَى سَعِيْدٍ ابْنِ أَبِى عَرُوْبَةَ فَنَسْمَعَ ، فَمَا كَانَ مِنْ صَحِيْحٍ حَدِيْثِهِ أَخَذْنَاهُ ، وَ مَالَمْ يَكُنْ صَحِيْحًا طَرَحْنَاهُ.
Abu Dawud berkata: Aku mendengar Saleh Al Khondaqi berkata: Aku masuk ke rumah Waki` yang berkata: Kami pernah masuk ke rumah Said bin Abu Arubah – salah satu perawi hadis Syubrumah tadi, lalu kita mendengar riwayatnya. Bila sahih kita ambil dan bila tidak sahih kita buang. [10]
وَقَالَ الذُّهْلِى ، عَنْ عَبْدِ اْلوَهَّابِ الْخَفَّافِ: خُوْلِطَ سَعِيْدٌ سَنَةَ ثَمَانٍ وَ أَرْبَعِيْنَ ، وَعَاشَ بَعْدَمَا خُوْلِطَ تِسْعَ سِنِيْنَ.
Adz dzuhli berkata: Dari Abd Wahhab al khoffaf berkata: Said kabur hapalannya pada tahun 48 H dan hidup setelahnya 9 tahun. [11]
Dalam rasoulallah.net terdapat keterangan sbb:
وَصَحَّحَهُ الدَّارُقُطْنِي وَابْنُ حِبَّانَ وَاْلبَيْهَقِي فِي الْحَجِّ ( 5/179 ـ 180 ) وَصَحَّحَهُ الْحَافِظُ فِي تَلْخِيْصِ الْحَبِيْرِ ( 2/223 ـ 224 ) وَقَالَ مُحَمَّدُ فُؤَادٍ فِي الزَّوَائِدِ إِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ. وَابْنُ الْجَارُوْدِ فِي الْمُنْتَقَى ( 469 ) وَقَدْ أََطَالَ اْلمُبَارْكَفُوْرِي فِي مِرْعَاةِ الْمَفَاتِيْحِ شَرْحِ مِشْكَاةِ الْمَصَابِيْحِ ( 6/301ـ 302 ) فِي تَخْرِيْجِ الْحَدِيْثِ فَلْيُرَاجِعْ فَإِنَّهُ مُهِمٌّ ـ وَصَحَّحَهُ الْحَافِظُ كَذَلِكَ فِي اْلإِصَابَةِ ( 5/4 ).
Hadis tentang Syubrumah itu di nyatakan sahih oleh Daroquthni, Ibnu Hibban, al baihaqi dalam kitab al haj 179- 180 / 5, juga di nyatakan sahih oleh Al Hafidh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul habir 223-224/2. Muhammad Fuad dalam kitab Zawaid menyatakan sanadnya sahih. Ibnul jarud dalam kitab al muntaqa juga begitu 469. Al Mubarkafuri dalam kitab mir`aatul mafatih dalam syarah al mashobih 3012- 303 / 6 dalam men tahrij hadis tsb, lihatlah di sana karena ia penting. Al Hafidh Ibnu Hajar juga mensahihkan dalam kitab al ishobah 46/5
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tentang al Hafidh Ibnu Hajar menyatakan sahih dalam kitab talkhis, saya telah menelusurinya dan pernyataan itu tidak ada. Ibnul Jarud juga menyebutkan hadis itu dalam kitab al muntaqa 469 tapi keterangan ibnul jarud yang mensahihkan, saya tidak mendapatkan. Begitu juga Al Mubarkafuri hanya menyebutkan berbagai ulama yang memberikan penilaian lemah, maukuf atau sahih dan beliau sendiri setahu saya tidak memberikan komentar yang menyatakan sahih.
Untuk penilaian al hafidh Ibnu Hajar bahwa hadis tsb sahih dalam kitab al ishobah,maka penulis tidak menjumpainya.
Dalam majalah al manar 101/30 terdapat keterangan sbb:
وَالرَّاجِحُ عِنْدَ أَحْمَدَ وَابْنِ الْمُنْذِرِ وَالطَّحَاوِي وَقْفُهُ
Yang rajih menurut Imam Ahmad, Ibnul Mundzir dan At thohawi adalah maukuf
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi tidak bisa di buat landasan hukum.
Dalam http://www.qaradawi.net terdapat keterangan sbb:
يُشْتَرَطُ فِيْمَنْ يَحُجُّ عَنْ غَيْرِهِ أَنْ يَحُجَّ عَنْ نَفْسِهِ أَوَّلاً، هَكَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَنْ سَمِعَهُ يَقُوْلُ "لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ عَنْ شِبْرِمَةَ" قَالَ لَهُ: مَنْ شِبْرِمَةُ، قَالَ: أَخٌ لِي أَوْ قَرِيْبٌ لِي، قَالَ: هَلْ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ، قَالَ: لاَ، قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شِبْرِمَةَ"، وَهَذَا هُوَ الْمَنْطِقُ، اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ ثُمَّ بِمَنْ تَعُوْلُ، أَبْرِئْ ذِمَّتَكَ أَوَّلاً وَأَدِّي اْلفَرْضَ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ أَدِّهِ عَنْ غَيْرِكَ، وَلِذَلِكَ ذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَنْ يَحُجُّ عَنْ غَيْرِهِ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُوْنَ قَدْ حَجَّ عَنْ نَفْسِهِ.
Di saratkan bagi orang yang melakukan haji untuk orang lain agar melakukan haji untuk dirinya sendiri terlebih dulu, demikianlah Nabi bersabda kepada orang yang berkata:
Ya Allah,aku memenuhi panggilan haji kepadamu atas nama Syubrumah.
Rasulullah SAW bertanya: Siapakah Syubrumah ?
Dia menjawab: “ Saudaraku atau kerabatku ( keraguan dari perawi hadis ).
Rasulullah SAW bertanya: “ Apakah kamu sudah menjalankan haji ?”.
Dia menjawab:"Belum”.
Rasulullah SAW bersabda:"Berhajilah untuk dirimu,lalu berhajilah untuk Syubrumah".
Ini logis sekali, dahulukan dirimu lalu orang yang menjadi tanggung jawabmu. lepaskan tanggunganmu dulu lalu lakukan kewajiban untuk dirimu lalu untuk orang lain
Karena itu, mayoritas ulama ahli fikih berpendapat bahwa orang yang melakukan haji untuk orang lain agar berhaji untuk dirinya sendiri terlebih dulu.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Memang begitulah ajaran saya dulu dan saya tidak mengkaji hadis tentang syubrumah itu, saya hanya ikut kepada ulama yang menyatakan seperti itu. Kini lain, dan penulis ingin mengkaji ulang, ternyata tidak terduga bahwa banyak ulama yang mengeritik hadis itu dan ia tidak bisa di buatlandasan hukum. Kita hanya berlandaskan kepada hadis sahih. Ia bertentangan dengan ayat:
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِْلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Artinya: Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm: 38-39]
Berkata Al-Hafidz Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat di atas. “Yaitu, sebagaimana seseorang tidak akan memikul dosa orang lain demikian juga seorang tidak akan memperoleh ganjaran (pahala) kecuali apa-apa yang telah ia usahakan untuk dirinya sendiri.
Dalam www.almeshkat.net terdapat keterangan sbb:
Abd Rahman Assuhaim juga menyatakan sbb:
عَبْدُ الرَّحْمَنِ السُّحَيْم
أَنْ يَكُوْنَ مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ عَنْ غَيْرِهِ قَدْ حَجَّ عَنْ نَفْسِهِ ، فَقَدْ سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً يَقُوْلُ: "لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ عَنْ شِبْرِمَةَ" قَالَ لَهُ: مَنْ شِبْرِمَةُ، قَالَ: أَخٌ لِي أَوْ قَرِيْبٌ لِي، قَالَ: هَلْ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ، قَالَ: لاَ، قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شِبْرِمَةَ". رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَه وَغَيْرُهُمَا.
Hendaklah orang yang berkehendak untuk melakukan haji untuk orang lain telah melakukan haji untuk dirinya sendiri. Sungguh Nabi telah mendengar seorang lelaki yang berkata:………………………………………. Sebagaimana hadis di atas.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sayang sekali hadis yang di buat sandaran adalah cacat hingga tampak keliru dalam mengambil keputusan hukum dan jangan lakukan hal itu dengan landasan hadis tsb.
Ada hadis lagi:
844- حَدِيْثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ؛ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
أَخْرَجَهُ اْلبُخَارِيّ فِي: 25 كِتَابُ اْلحَجِّ: 1 بَابُ وُجُوْبِ الْحَجِّ وَفَضْلِهِ
844.Abdullah ibnu Abbas ra menuturkan: “Ketika Fadhl ibnu Abbas ra membonceng di belakang kendaraan Rasulullah saw, tiba-tiba ada seorang wanita dari suku Khats’am. Fadhl melihatnya dan iapun melihat Fadhl, sehingga Nabi saw memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain. Kata wanita itu: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan haji bagi hamba-hamba-Nya ketika ayahku sudah lanjut usia dan ia tidak dapat naik di atas kendaraan. Apakah aku boleh mewakilinya untuk berhaji?”
Sabda beliau saw: “Boleh.”
Kesempatan itu terjadi pada haji wada’. (Bukhari, 25, Kitabul Haji, 1, bab kewajiban haji dan keutamaannya).
Allu`lu` wal marjan 402/1 saya tidak menjumpai komentar syekh Muhammad Nasiruddin al albani tentang hadis tsb di kitab – kitab karyanya tapi di kitab Tuhfatul asyraf bima`rifatil athrof, karya al hafizh al mizzi ada keterangan hadis tsb Muttafaq alaih, bahkan diriwayatkan pula oleh Abu dawud dan Nasa`I 5670 – 276/6
Dlam www.islamweb.net terdapat keterangan sbb
الْحُكْمُ الْمَبْدَئِي: إِسْنَادُهُ حَسَنٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ عَدَا أَحْمَدَ بْنِ الْحُسَيْنِ النَّيْسَابوُرِي وَهُوَ صَدُوْقٌ حَسَنُ الْحَدِيْثِ
Hukum sementara, sanadnya baik, perawi perawinya terpercaya selain Ahmad bin Al Husain annaisaburi. Dia perawi yang suka berkata benar dan baik hadisnya.
Dalam www.p7or.com terdapat keterangan sbb:.
تَحْقِيْقُ اْلأَلْبَانِي
صَحِيْحٌ ، اْلإِرْوَاء ( 992 ) ، صَحِيْحُ أَبِي دَاوُدَ ( 1587 )
Menurut kajian Al Bani, hadis tsb sahih, lihat al irwa` 992 dan Sahih Abu Dawud 1587
Sayyid Abul Mua`thi Annuri berkata:
HR Malik dalam kitab al Muwattho` 236, Al Humaidi 507. Ahmad 219/1 ( 1890 ) Addarimi 1833, 1834. Al Bukhari 163/2 ( 1513 ). Muslim 101/4 3230. Abu Dawud 1809 Nasai 117/5, Al kubra 3601, Ibnu Khuzaimah 3031. Seluruh jalur itu, dari Ibnu Syihab Azzuhri dari Sulaiman bin Yasar [12]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seluruh jalur hanya di riwayatkan oleh Ibnu Syihab azzuhri dan dia adalah mudallis terkenal. Saya cari jalur yang sahih selain melalui dia saya tidak menjumpainya. Inilah yang membikin keraguan hati saya sekalipun saya tidak menjumpai ulama yang melemahkannya. Namun termasuk kelemahan menurut mustholah hadis adalah seorang perawi terpercaya yang meriwayatkan hadis secara sendirian.
1- قَالَ اْلعَلاَئِي:
( بْنُ شِهَابِ الزُّهْرِي اْلإمَامُ العَالِمُ مَشْهُوْرٌ بِهِ ( أَيْ بِالتَّدْلِيْسِ ) وَقَدْ قَبِلَ اْلأَئِمَّةُ قَوْلَهُ (( عَنْ )) ) اهـ.
Al ala`I berkata: Bin Syihab azzuhri adalah orang alim yang populer dengan tadlis ( menyelinapkan perawi yang lemah ). para imam juga menerima perkataannya ……… dari …………..( ketika meriwayatkan hadis menggunakan kalimat dari bukan Bercerita kepada kami …………. )
2- ثُمَّ بَعْدَهُ ابْنُ حَجَرَ وَضَعَ اْلإِمَامُ الزُّهْرِي فِي ( الْمَرْتَبَةِ الثَّالِثَةِ ) مِنْ مَرَاتِبِ الْمُدَلِّسِيْنَ فَقَالَ:
Setelah itu, Ibnu Hajar meletakkan Imam Zuhri dalam tingkatan mudallis ke tiga lalu berkata:
( مُحَمَّدٌ بْنُ مُسْلِمٍ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ شِهَابٍ الزُّهْرِي اْلفَقِيْهُ الْمَدَنِي نَزِيْلُ الشَّامِ مَشْهُوْرٌ بِالإِمَامَةِ وَالْجَلاَلَةِ وَصَفَهُ الشَّافِعِي وَالدَّارُ قُطْنِي وَغَيْرُ وَاحِدٍ بِالتَّدْلِيْسِ ) اهـ.
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az zuhri orang alim dari Madinah penduduk Syam terkenal tokoh, agung. Imam Syafii dan Daroquthni menyatakan dia adalah mudallis ( suka menyelinapkan perawi lemah )
فَنَجِدُ أَنَّهُمَا اتَّفَقَا عَلَى أَنَّهُ مَشْهُوْرٌ بِهِ ، وَلَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُتَقَدِّمِيْنَ بِذَلِكَ ، ثُمَّ وَضَعَهُ ابْنُ حَجَرَ فِي الْمَرْتَبَةِ الثَّالِثَةِ وَهِيَ:
Kita jumpai keduanya telah sepakat menyatakan bahwa Az zuhri terkenal sebagai mudallis dan seorangpun dari kalangan ulama dulu tidak menyatakan seperti itu, lalu Ibnu Hajar meletakkan dalam posisi ke tiga yaitu:
( مَنْ أَكْثَرَ مِنَ التَّدْلِيْسِ فَلَمْ يَحْتَجّ اْلأَئِمَّةُ مِنْ أَحَادِيْثِهِمْ إِلاَّ بِمَا صَرَّحُوا فِيْهِ بِالسَّمَاعِ وَمِنْهُمْ مَنْ رَدَّ حَدِيْثَهُمْ مُطْلَقاً وَمِنْهُمْ مَنْ قَبِلَهُمَا ) اهـ.
Orang yang banyak menyelinapkan perawi lemah. Jadi hadis – hadis mereka tidak bisa di buat pegangan kecuali menyatakan haddatsana.
Di antara ulama ada orang yang menolak hadis mereka secara total dan ada pula yang menerimanya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Abu Ubaid Al Ajuri dari Abu Dawud berkata:
وَحَدِيْثُ الزُّهْرِى كُلُّهُ أَلْفَا حَدِيْثٍ وَ مِئَتَا حَدِيْثٍ ، النِّصْفُ مِنْهَا مُسْنَدٌ وَ قَدْرُ مِئَتَيْنِ عَنِ الثِّقَاتِ ، وَ أَمَّا مَا اخْتَلَفُوا عَلَيْهِ فَلاَ يَكُوْنُ خَمْسِيْنَ حَدِيْثًا ، وَ اْلاِخْتِلاَفُ عِنْدَنَا مَا تَفَرَّدَ قَوْمٌ عَلىَ شَىْءٍ ، وَ قَوْمٌ عَلَى شَىْءٍ
Hadis Zuhri seluruhnya adalah dua ribu dua ratus hadis. Separuhnya telah di sandarkan kepada Nabi dan dua ratus hadis juga di sandarkan kepada perawi – perawi terpercaya. Untuk hadisnya yang masih hilaf menurut para ulama tidak kurang dari lima puluh hadis. Hilaf di sini adalah hadis yang di riwayatkan oleh suatu kaum dengan materi tersendiri dan kaum lainnya juga begitu.
Di samping itu, redaksi hadis dari satu jalur periwayatan dengan yang lain selalu bertentangan, terkadang terdapat penambahan.
Imam Nawawi berkata:
شرح النووي على مسلم - (ج 4 / ص 495)
وَقَالَ مَالِك وَاللَّيْث وَالْحَسَن بْن صَالِح: لَا يَحُجّ أَحَد عَنْ أَحَد إِلَّا عَنْ مَيِّت لَمْ يَحُجّ حَجَّة الْإِسْلَام ، قَالَ الْقَاضِي: وَحُكِيَ عَنْ النَّخَعِيِّ وَبَعْض السَّلَف لَا يَصِحّ الْحَجّ عَنْ مَيِّت وَلَا غَيْره ، وَهِيَ رِوَايَة عَنْ مَالِك ، وَإِنْ أَوْصَى بِهِ. وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَالْجُمْهُور: يَجُوز الْحَجّ عَنْ الْمَيِّت عَنْ فَرْضه وَنَذْره سَوَاء أَوْصَى بِهِ أَمْ لَا ، وَيُجْزِي عَنْهُ
Imam Malik, Allaits dan Hasan bin Saleh berkata: Seseorang tidak boleh menghajikan untuk orang lain kecuali untuk mayat yang belum melakukan haji Islam.
Annakhoi dan sebagian ulama salaf menyatakan: Tidak di perkenankan haji untuk mayat atau lainnya. Dan inilah pendapat Imam Malik sekalipun mayat berwasiat untuk di hajikan.
Imam Syafii dan mayoritas ulama m enyatakan; Boleh menghajikan mayat untuk haji wajib atau nadzar baik mayat berwasiat atau tidak. Dan di anggap cukup. [13]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Imam Syafii dan mayoritas ulama memperkenankan haji untuk mayat tiada dalil lain kecuali dalil yang telah kita uji kebenarannya ternyata lemah sekali dan bertentangan dengan ayat
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِْلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Artinya: Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm: 38-39]
Paling hadis yang di gunakan hadis tentang Syubrumah dan anak perempuan yang tanya kepada Rasulullah tentang ayahnya untuk melaksanakan haji kepadanya. Tiada hadis lain yang mereka gunakan. Lihat guru Syafii yaitu Imam Nakhoi yang menyatakan mutlak tidak boleh menghajikan untuk mayat, baik di wasiatkan atau tidak. Hal itu menunjukkan dalilnya masih lemah. Bila dalilnya sahih, pasti tidak ada pendapat ulama yang bertentangan dalam hal ini.Lalu kapan para sahabat menghajikan untuk orang lain.
Ibnu Hajar berkata:
فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 79)
وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ: رَأَى مَالِك أَنَّ ظَاهِر حَدِيث الْخثْعَمِيّة مُخَالِف لِظَاهِرِ الْقُرْآن فَرَجَّحَ ظَاهِر الْقُرْآن ، وَلَا شَكَّ فِي تَرْجِيحه مِنْ جِهَة تَوَاتُره وَمِنْ جِهَة أَنَّ الْقَوْل الْمَذْكُور قَوْل اِمْرَأَة ظَنَّتْ ظَنًّا ، قَالَ: وَلَا يُقَال قَدْ أَجَابَهَا النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سُؤَالهَا ، وَلَوْ كَانَ ظَنّهَا غَلَطًا لَبَيَّنَهُ لَهَا ، لِأَنَّا نَقُول إِنَّمَا أَجَابَهَا عَنْ قَوْلهَا " أَفَأَحُجُّ عَنْهُ ؟ قَالَ حُجِّي عَنْهُ " لِمَا رَأَى مِنْ حِرْصهَا عَلَى إِيصَال الْخَيْر وَالثَّوَاب لِأَبِيهَا ،
Imam Qurthubi berkata: Imam Malik melihat pengertian hadis wanita Khos`am jelas bertentangan dengan ayat, lalu ayat nya yang di menangkan. Dan tidak di ragukan lagi ayat di menangkan karena mutawatir dan karena hadis tsb sekedar perempuan yang punya anggapan seperti itu. dan tidak boleh di katakan, Rasulullah telah memberikan jawaban padanya. Kita berkata: Rasulullah menjawab karena wanita itu bertanya: Bolehkah aku berhaji untuk dia ?
Rasulullah menjawab: Berhajilah untuk nya, karena Rasulullah melihat wanita itu suka menyampaikan pahala kepada ayahnya. [14]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pendapat imam Qurthubi itu bisa di katakan benar,sekalipun menyangkal pendapat Imam Malik bila hadis tentang wanita yang bertanya tentang haji untuk ayahnya itu benar dan sahih. Berhubung, pokok persoalannya adalah pada Azzuhri – sebagai perawi tunggal dan tiada sahabat tabiin selain dia yang meriwayatkannya untuk pendukung, maka salah sekali kita kalahkan al quran untuk riwayat satu orang. Andaikan kita menangkan ayat al quran untuk riwayat dua orang atau tiga orang, kita masih di benarkan, apalagi untuk riwayat satu orang.
Janggalnya adalah wanita tanpa mahram di perkenankan melakukan haji dalam jawaban Rasulullah Hujji anhu - berhajilah untuk dia. Ini hal yang tidak boleh terjadi. Dan bertentangan dengan hadis sbb:
حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا، وَخَرَجَتِ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ: اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
.Ibnu Abbas ra menuturkan bahwa ia pernah mendengar Nabi saw bersabda: “Tidak boleh seorang lelaki bersendiri dengan seorang wanita asing dan tidak boleh pula seorang wanita bepergian, kecuali harus ada muhrim yang menyertainya.”
Pada saat itu seorang lelaki berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah, aku tercatat untuk mengikuti suatu peperangan dan isteriku sedang pergi haji sendiri.”
Sabda beliau saw: “Pergilah engkau dan berhajilah bersama isterimu.” (Bukhari, 56, Kitab Al Jihad, 140, bab seorang yang diwajibkan bertugas sebagai pasukan dan isterinya berhaji).
Allu`lu` wal marjan 404/1 Al albani berkata: Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya: Misyaktul mashobih 2513
Hadis tentang wanita Khots`am sbb:
845- حَدِيْثُ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَم عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ: نَعَمْ
أَخْرَجَهُ اْلبُخَارِيّ فِي: 28 كِتَابُ جَزَاءِ الصَّيْدِ: 23 بَابُ الْحَجِّ عَمَّنْ لاَ يَسْتَطِيْعُ الثُّبوُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ
845.Al Fadhl ibnu Abbas ra menuturkan: “Ada seorang wanita dari suku Khats’am datang pada tahun haji wada’. Ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan haji bagi hamba-hamba-Nya ketika ayahku sudah lanjut usia dan ia tidak dapat naik di atas kendaraan. Apakah aku boleh mewakilinya untuk berhaji?”
Sabda beliau saw: “Ya.” (Bukhari, 28, Kitab Jaza-uz Shaidi, 23, bab mewakili haji seorang yang tidak dapat naik kendaraan).
Allu`lu` wal marjan 402/1 saya tidak menjumpai komentar syekh Muhammad Nasiruddin al albani tentang hadis tsb di kitab – kitab karyanya, begitu juga komentar ulama dalam kitab – kitab takhrij lainnya. Dan saya tidak menjumpainya dengan redaksi tsb kecuali di kitab sahih Bukhori dan Allu`lu` wal marjan
Athiyah bin Muhammad Salim berkata:
Hadis tentang wanita dari Khots`am terdapat beberapa riwayat yang telah di terangkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul bari juz 4 sbb:
جَاءَ رَجُلٌ فَسَأَلَ عَنْ أُمِّهِ
Seorang lelaki datang lalu bertanya tentang ibunya.
Kadang menggunakan redaksi sbb: '
جَاءَ رَجُلٌ فَسَأَلَ عَنْ أَبِيْهِ
Seorang lelaki datang lalu bertanya tentang ayahnya
Kadang menggunaka redaksi sbb:
جَاءَتْ امْرَأَةٌ فَسَأَلَتْ عَنْ أُمِّهَا
Seorang perempuan datang lalu bertanya tentang ibunya.
Seluruhnya sanadnya sahih.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sekalipun sanadnya sahih, tapi redaksinya kacau yang melemahkan hadis itu
فَقِيْلَ: بِتَعَدُّدِ السُّؤَالِ، وَتَعَدُّدِ الْجَوَابِ
Di katakan, karena banyak pertanyaan dan di jawabnya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kemungkinan itu juga sangat jauh dan kemungkinan ada perawi yang pendusta atau keliru.sengaja atau tidak. Ini yang paling mungkin. Sebab kejadiannya waktu haji wada` sekali itu yang ketepatan Rasulullah bersama dengan Fadlel dan hanya Ibnu Abbas yang meriwayatkannya dari riwayat yang sahih.
وَفِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ لِهَذِهِ اْلقِصَّةِ: أَنَّ هَذِهِ الْخَثْعَمِيَّةَ مَعَهَا أَبُوْهَا، وَجَاءَ فِي بَعْضِ رِوَايَاتِ الْفَضْلِ: أَنَّ أَبَاهَا أَتَى بِهَا يَعْرِضُهَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلَّهُ يَتَزَوَّجُهَا، أَوْ أَمَرَهَا بِالسُّؤَالِ لِيَسْمَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيْثَهَا، وَقَدْ جَاءَ فِي وَصْفِهَا أَنَّهَا حَسْنَاءُ
Dalam sebagian riwayat kisah tsb, bahwa perempuan Khots`am itu bersama dengan ayahnya. Dalam sebagian riwayat Al Fadhel, sesungguhnya ayahnya yang membawa wanita itu kepada Rasulullah barang kali Rasulullah mau kawin dengannya atau dia memerintah wanita itu agar bertanya agar Rasulullah juga mendengar suaranya. Sungguh dia adalah wanita cantik menurut sebagian riwayatnya. [15]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Dari sini timbul kacau redaksi dan pemahamannya , bagaimanakah bisa di paham, menurut riwayat Bukhari di muka di nyatakan bahwa wanita itu bertanya tentang ayahnya yang tidak mampu duduk di kendaraan untuk melaksanakan haji.lalu dalam riwayat terahir ini di katakan ayahnya ikut dengannya. Jadi sangat bertentangan dan bisa di pahami oleh orang yang tidak sehat akalnya. Apalagi sang ayah ingin agar Rasulullah mengawininya. Bila ikut riwayat Bukhari, maka wanita yang melakukan haji itu sendirian tanpa ayah atau muhrimnya dan ini jelas melanggar aturan. Ada hadis sbb:
حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا، وَخَرَجَتِ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ: اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
.Ibnu Abbas ra menuturkan bahwa ia pernah mendengar Nabi saw bersabda: “Tidak boleh seorang lelaki bersendiri dengan seorang wanita asing dan tidak boleh pula seorang wanita bepergian, kecuali harus ada muhrim yang menyertainya.”
Pada saat itu seorang lelaki berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah, aku tercatat untuk mengikuti suatu peperangan dan isteriku sedang pergi haji sendiri.”
Sabda beliau saw: “Pergilah engkau dan berhajilah bersama isterimu.” (Bukhari, 56, Kitab Al Jihad, 140, bab seorang yang diwajibkan bertugas sebagai pasukan dan isterinya berhaji).
Allu`lu` wal marjan 404/1 Al albani berkata: Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya: Misyaktul mashobih 2513
Dalam hadis tsb di katakan wanita itu cantik berarti wajahnya terbuka dan ini terjadi setelah ayat hijab turun. Sudah tentu tidak bisa di benarkan. Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal orang baik, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Ibnu Abbas memerintah agar jilbab tersebut juga untuk menutup wajah dan hanya mata satu yang tampak
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka
Bagaimana dengan hadis sbb:
وَقَالَتْ لَا تَلَثَّمْ وَلَا تَتَبَرْقَعْ
Beliau berkata: “ Jan gan pakai kain cadar atau selubung muka[16]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bukhari menyampaikan perkataan Aisyah itu tanpa sanad. Tapi Aisyah sendiri waktu ihram tidak melaksanakannya. Dan ia tetap bertentangan dengan perintah menutup seluruh tubuh bagi wanita, baik ihram atau tidak. lihat ayat 59 Al ahzab
Dan ternyata Aisyah sendiri yang paling menentang terhadap pernyaataannya itu. Dia berada di dalam sekedup waktu berihram dan tiada orang yang melihat wajahnya.
Dalam kitab Taghliqut ta`liq di terangkan sbb:
وَقَالَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنِ الْأَعْمَشِ عَن إِبْرَاهِيْمَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ تَلْبَسُ الْمُحْرِمَةُ مَا شَاءَتْ مِنَ الثِّيَابِ إِلَّا اْلبُرْقُعَ وَلَا تَنْتَقِبُ
Ibnu Abi Syaibah berkata: Bercerita kepada kami Ibnu Fudhail dari Al a`masy dari Ibrahim dari Aisyah berkata: Wanita yang berihram mengenakan pakaian yang di kehendakinya kecuali cadar atau tutup muka.[17]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Perkataan Aisyah itu lemah sekali karena perawi bernama Ibrahim tadi.
وَ قَالَ الدَّارُقُطْنِى: لَمْ يَسْمَعْ مِنْ حَفْصَةَ وَ لاَ عَائِشَةَ وَ لاَ أَدْرَكَ زَمَانَهُمَا.
Daroquthni berkata: Ibrahim tidak mendengar hadis dari Hafshah, atau Aisyah dan tidak menjumpai masa keduanya.
Jadi hadis tsb, sanadnya terputus, otomatis lemah dan tidak bisa di buat landasan.
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرَ: ثِقَةٌ إِلاَّ أَنَّهُ يُرْسِلُ وَ يُدَلِّسُ
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الذَّهَبِـي: كَانَ رَأْسًا فِى اْلعِلْمِ
Martabatnya menurut Ibnu Hajar: Ibrahim adalah perawi terpercaya yang suka memursalkan hadis dan suka menyelinapkan perawi lemah.
Menurut Dzahabi: Ibrahim adalah alim sekali
Juga ada perawi Ibnu Fudhail yang tertuduh syi`ah.
.
Dalam kitab Taghliqut ta`liq terdapat keterangan sbb:
قَالَ الْبَيْهَقِيّ فِي السُّنَنِ الْكَبِيْرِ أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ أََنَا أَبُو عَمْروبْنِ مَطَرٍ ثَنَا يَحْيَى بنُ مُحَمَّدٍ ثَنَا عُبَيْدُاللهِ بنُ معَاذ ثَنَا أَبِي ثَنَا شُعْبَةٌ عَنْ يَزِِيْدَ الرَّشْكِ عَنْ مَعَاذَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ الْمُحْرِمَةُ تَلْبَسُ مِنَ الثِّيَابِ مَا شَاءَتْ إِلَّا ثَوْباً مَسَّهُ وَرَسٌ أََوْ زَعْفَرَانُ وَلَا تَتَبَرْقَعُ وَلَا تلثمُ وَتُسْدِلُ الثَّوْبَ عَلَى وَجْهِهَا إِنْ شَاءَتْ
Al Baihaqi dalam kitab Sunan Kubra berkata: Abu Abdillah al hafidh Bercerita kepada kami, lelau berkata: Bercerita kepada kami Abu Amar bin Mathar, Bercerita kepada kami Yahya bin Muhammad, Bercerita kepada kami Ubaidillah bin Ma`adz, Bercerita kepada kami ayahku, Bercerita kepada kami Syu`bah dari Yazid Arrask dari Ma`adzah dari Aisyah ra berkata:
Wanita yang berihram mengenakan pakaian sekehendaknya kecuali yang di beri waras atau pewarna yang berbau harum atau za`faran. dan jangan mengenakan cadar, atau tutup muka dan boleh juga menutup mukanya dengan kain bila mau. [18]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Setahu saya, penyusun kutubut tis`ah tidak meriwayatkannya. Dan Imam Bukhari juga mencantumkan perkataan Aisyah itu tanpa sanad. Jadi masih belum bisa di buat landasan hukum. Tinggalkan saja lebih baik. Dari sekian banyak buku permulaan pengarang yang mencantumkan hadis tsb adalah Al Baihaqi. lalu di kutip oleh Ibnu Hajar.
Sanadnya terdapat Yazid bin Abu Yazid yang terpercaya, ahli ibadah, tapi juga kadang keliru dan lemah.
Juga ada perawi Yahya b in Muhammad yang tidak di kenal dan ini tanda lemah juga. Dan ia sekedar perkataan Aisyah bukan hadis Rasulullah . Jadi tidak bisa di buat pegangan. Kita kembali saja kepada 59 Al ahzab
Dalam kitab al jauharun naqi terdapat keterangan sbb:
اِنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُوْلُ لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسُ الْقَفَّازَيْنِ –
Sesungguhnya Ibnu Umar berkata: Perempuan yang ihram tidak di perkenankan mengenakan cadar atau dua kaus tangan. [19]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ia hadis mauquf, bukan Rasulullah yang bersabda tapi Ibnu Umar dan jangan di buat pegangan.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
HR Bukhari 1852
1. Bercerita kepada kami Musa bin Ismail, lalu berkata: Bercerita kepada kami Abu Awanah dari Abu Bisyir dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas ra: Sesungguhnya seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi , lalu berkata: Sesungguhnya seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi
Lalu berkata: Sesungguhnya ibuku bernadzar untuk menjalankan haji, tapi belum haji lalu meninggal dunia, apakah aku boleh menghajikannya.
Rasulullah menjawab: Ya, lakukanlah haji untuknya, bagaimanakah pendapatmu bila ibumu punya hutan g, apakah kamu membayarnya. Tunaikan hak Allah, Allah lebih berhak untuk di penuhi haknya.
HR Bukhari 1852
Hadis tsb memang sahih, dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya. Saya dulu juga menyatakan begitu, namun seiring dengan waktu dan seringnya saya membaca kitab – kitab hadis ternyata redaksinya antara satu jalur dengan jalur lainn ya berbeda. Boleh dilihat dalam keterangan sbb:
جامع الأصول - (ج 3 / ص 1748)
1748- (خ م س) عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: « َأتَى رَجُلٌ النبَّيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَقَالَ: إنَّ أُخْتِي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ ، وَإِنَّهَا مَاتَتْ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَينٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ؟ قَالَ: نَعَمْ ، قَالَ: فَاقْضِ اللَّهَ فَهُوَ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ ».
2. Dari Abdullah bin Abbas ra berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi , lalu berkata: Sesungguhnya saudara perempuanku bernadzar untuk menjalankan haji dan dia telah meninggal dunia.
Nabi bersabda: Bila dia punya hutang, apakah kamu juga membayar hutangnya ?
Dia berkata: Ya.
Rasulullah bersabda: Tunaikan hak Allah, Allah lebih berhak untuk di penuhi haknya. HR Bukhari, Muslim, Nasai.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Lihat dalam hadis pertama berbunyi:
Sesungguhnya seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi
Lalu berkata: Sesungguhnya ibuku bernadzar untuk menjalankan haji
Dalam hadis kedua, keterangannya sbb:
Seorang lelaki datang kepada Nabi , lalu berkata: Sesungguhnya saudara perempuanku bernadzar untuk menjalankan haji dan dia telah meninggal dunia.
Menurut riwahyat Nasai yang lain sbb:
« أَمَرْتُ امْرَأَةَ سِنَانَ بنِ سَلَمَةَ الْجُهَنِي: أَنْ تَسْأَلَ رَسُوْلَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- »... الحديث.
Saya perintahkan kepada istri Sinan bin Salamah al Juhani untuk bertanya kepada
Rasulullah
وَلَهُ فِي أُخْرَى: « أنَّ امْرَأَةً سَألَتِ النبَِّيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- عَنْ أََبِيْهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ ؟ قَالَ: حُجِّي عَنْ أَبِيْكَ ».
Menurut riwayat Nasai yang lain sbb: Sesungguhnya seorang wanita bertanya kepada Nabi tentang ayahnya yang meninggal dunia dan tidak menunaikan haji ? Rasulullah bersabda: Hajilah untuk ayahmu. [20]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis terahir ini juga lebih ganjil lagi, redaksinya malah beda jauh dengan hadis yang di atas. Sesungguhnya seorang wanita bertanya kepada Nabi tentang ayahnya yang meninggal dunia tanpa menyebut nadzar, atau jawaban Nabi tidak pakai menyebut hutang kepada Allah lebih berhak untuk di bayar.
Perbedaan redaksi hadis dan pemahamannya ini tidak bisa dibuat hujjah atau landasan dan menunjukkan kelemahannya.
Malah dalam sunan Darimi terdapat redaksi hadis yang berbeda juga sbb:
أَنَّ امْرَأَةً نَذَرَتْ أَنْ تَصُومَ, فَمَاتَتْ, فَجَاءَ أَخُوهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم, فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ, فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ كُنْتَ قَاضِيَهُ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَاقْضُوا اللَّهَ اللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ قَالَ فَصَامَ عَنْهَا.
Sesungguhnya seorang perempuan bernadzar untuk berpuasa, lalu meninggal dun ia lalu saudaranya datang kepada Rasulullah lalu bertanya tentang hal itu.
Rasulullah menjawab kepadanya: Seandainya dia punya hutang, apakah kamu membayarnya ?
Lelaki menjawab: Ya
Rasulullah menjawab: Tunaikan hak Allah, Allah lebih berhak untuk di penuhi haknya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis tsb secara keseluruhan dari segala jalur hanya dari Syu`bah dan Abu Awanah, tiada perawi lain yang meriwayatkannya.
Sayyid Abul Mua`thi Annuri berkata:
خَالَفَ فِيْهِ أَبُو عَوَانَةَ شُعْبَةَ, وَذَلِكَ فِي مَتْنِهِ
Redaksi hadis menurut Abu Awanah dan Syu`bah berbeda. Keduanya ini sumber hadis tsb tiada lainnya. mengapa selain keduanya tidak meriwayatkannya ?
Malah redaksi hadisnya sangat kacau. Jadi harus di tinggalkan dan tidak bisa di buat hujjah yang mana di antara hadis – hadis tsb.
Ada hadis lagi:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ تَصَدَّقْتُ عَلَى أُمِّي بِجَارِيَةٍ وَإِنَّهَا مَاتَتْ قَالَ وَجَبَ أَجْرُكِ وَرَدَّهَا عَلَيْكِ الْمِيرَاثُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا كَانَ عَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا قَالَ صُومِي عَنْهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا لَمْ تَحُجَّ قَطُّ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا
Bercerita kepada kami Ali bin Hujr, lalu berkata: Bercerita kepada kami Ali bin Mushir dari Abdullah bin Atha` dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya berkata: Aku duduk di sisi Nabi , lalu seorang perempuan datang kepadanya lalu berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah memberikan budak perempuan untuk ibuku, lalu ibuku meninggal dunia.
Rasulullah bersabda: kamu sudah mendapat pahala dan budak itu kembali kepadamu atas nama hak waris.
Perempuan itu bertanya: Wahai Rasulullah. Sesungguhnya ibuku punya hutang puasa sebulan, apakah aku berpuasa untuknya ?
Rasulullah menjawab: Berpuasalah untuknya.
Wahai Rasulullah. Sesungguhnya dia belum menjalankan haji, apakah aku boleh menghajikannya ?
Rasulullah bersabda: Hajikanlah untuk dia. [21]
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا يُعْرَفُ هَذَا مِنْ حَدِيثِ بُرَيْدَةَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَطَاءٍ ثِقَةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ
Abu Isa, Imam Tirmidzi berkata: Ini hadis hasan sahih, tidak di ketahui dari hadis Buraidah kecuali dari jalur hadis ini. dan Abdullah bin Atha` termasuk terpercaya
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi seluruh jalur riwayat hadis tsb hanya dari Abdullah bin Atha` dari Abdullah bin Abu Buraidah.
Ali bin Mushir perawi terpercaya tapi riwayatnya banyak hadis nyeleneh ketika lansia. Abdillah bin Atha` terpercaya, suka keliru dan mudallis.
وَ قَالَ النَّسَائِى: ضَعِيْفٌ.
وَ قَالَ فِى مَوْضِعٍ آخَرَ: لَيْسَ بِالْقَوِىِّ
Imam Nasai berkata: Abdillah bin Atha` adalah lemah
Di tempat lain, beliau berkata: Dia tidak kuat. [22].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kita sudah tidak bisa berpegangan kepada hadis – hadis tsb, lalu kita lebih baik berpegangan kepada ayat:
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِْلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Artinya: Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm: 38-39]
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ(7)
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ(8)
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.[23]
Ibnu Batthol berkata:
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: لاَ يَحُجُّ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ، رُوِىَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَاْلقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ وَالنَّخَعِى.
Segolongan ulama menyatakan: Tidak boleh seseorang melakukan haji untuk orang lain. Hal ini di riwayatkan dari Ibnu Umar, Al Qasim bin Muhammad dan annakhoi. [24]
Ada hadis sbb:
عَنْ شُعَيْبٍ ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْروٍ؛أَنَّ الْعَاصَ بْنَ وَائلٍ أَوْصَى ، أَنْ يُعْتَقَ عَنْهُ مِئَةُ رَقَبَةٍ ، فَأَعْتَقَ ابْنُهُ هِشَامٌ خَمْسِينَ رَقَبَةً ، فَأَرَادَ ابْنُهُ عَمْرٌو أَنْ يَعْتِقَ عَنْهُ الْخَمْسِينَ الْبَاقيَةَ ، فَقَالَ: حَتَّى أَسْأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَأَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّ أَبِي أَوْصَى بِعِتْقِ مِئَةِ رَقَبَةٍ ، وَإِنَّ هِشَامًا أَعْتَقَ عَنْهُ خَمْسِينَ ، وَبَقِيَتْ عَلَيْهِ خَمْسُونَ رَقَبَةً ، أَفَأَعْتِقُ عَنْهُ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّهُ لَوْ كَانَ مُسْلِمًا فَأَعْتَقْتُمْ عَنْهُ ، أَوْ تَصَدَّقْتُمْ عَنْهُ ، أَوْ حَجَجتُمْ عَنْهُ ، بَلَغَهُ ذَلِكَ.
Dari Syuaib dari kakeknya Abdullah bin Amar, sesungguhnya al ash bin Wa`il memberikan wasiat agar seratus budak dimerdekakan untuknya, lalu anaknya Hisyam memerdekakan lima puluh budak. lalu Anaknya Amar juga ingin memerdekakan lima puluh lagi sebagai sisanya ……………………….. dia berkata: hingga aku bertanya kepada Rasulullah SAW.
Dia datang lalu berkata: Wahai Rasulullah ! Sesungguhnya ayahku berwasiat agar di merdekakan seratus budak budak untuknya. Sesungguhnya Hisyam telah memerdekakan budak lima puluh. lalu masih sisa lima puluh lagi, apakah aku boleh memerdekakan untuknya.
Rasulullah SAW bersabda: Bila dia muslim, lalu kamu memerdekakan budak untuknya atau kamu bersedekah untuknya, maka bisa sampai kepadanya.
وفي رواية: أَنَّ الْعَاصَ بْنَ وَائِلٍ نَذَرَ ، فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، أَن يَنْحَرَ مِئَةَ بَدَنَةٍ ، وَأَنَّ هِشَامَ بْنَ الْعَاصِ نَحَرَ حِصَّتَهُ خَمْسِينَ بَدَنَةً ، وَأَنَّ عَمْرًا سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ ؟ فَقَالَ: أَمَّا أَبُوكَ فَلَوْ كَانَ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ ، فَصُمْتَ وَتَصدَّقْتَ عَنْهُ ، نَفَعَهُ ذَلِكَ.
Menurut suatu riwayat: Sesungguhnya Al ash bin Wa`il bernazar di waktu jahiliyah untuk menyembelih seratus unta dan sesungguhnya Hisaym telah menyembelih lima puluh unta lalu Amar bertanya kepada Nabi SAW tentang hal itu ?
Rasulullah SAW bersabda: Bila ayahmu mengakui tauhid lalu kamu berpuasa atau bersedekah untuknya akan bermanfaat padanya. [25]
Ali bin Abu Bakar Al Haitami berkata:
رَوَاهُ أَحْمَدُ وَفِيْهِ الْحَجَّاجُ بْنُ أَرْطَاةَ وَهُوَ مُدَلِّسٌ.
Hadis tsb diriwayatkan oleh Ahmad, namun sanadnya terdapat Al hajjaj bin Arthoh. Dia suka menyelinapkan perawi lemah[26]
Ibnu Hajar berkata:
صَدُوْقٌ كَثِيْرُ الْخَطَأِ وَ التَّدْلِيْسِ ، أَحَدُ اْلفُقَهَاءِ
Dia perawi yang suka berkata benar, sering keliru, suka menyelinapkan perawi lemah- salah satu tokoh ahli fikih.[27]
Saya katakan: Pernyataan Ibnu Hajar itu juga mirip dengan pernyataan Abu Hatim.
Imam Dzahabi menyatakan bahwa Al Hajjaj bin Arthoh adalah perawi lemah. Jadi hadis: Bila ayahmu mengakui tauhid lalu kamu berpuasa atau bersedekah untuknya akan bermanfaat padanya “ tidak bisa di buat pegangan.
Perawi tunggal dalam hadis itu adalah Amar bin Syuaib, tiada perawi selain dia yang meriwayatkannya dan ini tanda kelemahannya dan lebih baik berpegangan kepada al quran belaka, apalagi bertentangan dengan banyak riwayat hadis.
Ibnu Batthal berkata:
شرح ابن بطال - (ج 8 / ص 118)
وَحُجَّةُ مَنْ مَنَعَ الْحَجَّ عَنْ غَيْرِهِ أَنَّ الْحَجَّ عَمَلُ اْلإِنْسَانِ بِبَدَنِهِ، وَقَدْ أَجْمَعُوا أَنَّهُ لاَ يُصَلِّىَ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ فَكَذَلِكَ الْحَجُّ.
P_edoman orang yang melarang haji untuk orang lain adalah karena haji adalah ibadah badaniyah. Pada hal ulama telah ijma` bahwa tidak boleh melakukan salat untuk orang lain, begitu juga haji. [28]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bila begitu tepat sekali dan kelirulah orang yang membolehkan haji untuk orang lain, apalagi hadisnya juga lemah dan dari jalur satu perawi, tiada perawi lain yang meriwayatkannya.
Ibnu Bathhal menyatakan lagi:
شرح ابن بطال - (ج 11 / ص 167)
ذَكَرَ مَالِكٌ فِى الْمُوَطَّأِ أَنَّهُ بَلَّغَهُ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُوْلُ: لاَ يُصَلِّى أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ وَلاَ يَصُوْمُ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ.
Malik menyebutkan dalam kitab al muwattha`, telah datang kepadanya bahwa Abdullah bin Umar berkata:
Seorang tidak boleh melakukan salat untuk orang lain, dan orang tidak boleh melakukan puasa untuk orang lain.
Komentar ulama:
Ibnu Batthol berkata:
قَالَ الْمُهَلَّبُ: لَوْ جَازَ أَنْ يُصَلِّىَ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ؛ لَجَازَ ذَلِكَ فِى جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُ اْلأَبْدَانَ مِنَ الشَّرَائِعِ، وَلَجَازَ أَنْ يُؤْمِنَ إِنْسَانٌ عَنْ آخَرَ، وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَقَّ بِذَلِكَ مِنَ النَّبِىِّ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - أَنْ يُؤْمِنَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَعَمِّهِ أَبِى طَالِبٍ وَلَمَّا نُهِىَ عَنِ اْلاِسْتِغْفَارِ ِلمَنْ اسْتُغْفِرَ لَهُ، وَلَبَطَلَ مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا} وَإِنَّمَا أَرَادَ - وَاللهُ أَعْلَمُ - كَسْبَ اْلفَرَائِضِ، وَأَمَّا النَّوَافِلُ فَقَدْ أَمَرَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ اْلأَعْقَابَ بِقَضَائِهَا عَنِ اْلأَمْوَاتِ وَغَيْرِهِمْ تَبَرُّعًا بِذَلِكَ.
Al Muhallab berkata: Seandainya seseorang boleh melakukan salat untuk orang lain, maka di perbolehkan pula seluruh ajaran yang di wajibkan kepada manusia. Boleh juga seorang beriman untuk orang lain, dan tiada orang yang lebih berhak tentang hal itu dari pada Nabi di mana beliau boleh beriman atas nama kedua orang tuanya atau pamannya Abu Thalib [29] Rasulullah juga tidak akan di larang untuk memintakan ampun untuk orang yang di mintakan ampun.
Lantas ayat Allah taala di bawah ini akan sia – sia
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا
Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri [30]
Maksudnya wallahu a`lam amalan wajib. Untuk amalan sunat maka Nabi memerintahkan agar di tunaikan untuk orang – orang yang sudah mati dan lainnya dengan suka rela. [31]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pernyataan yang terahir dari Ibnu Batthal ini, saya yang tidak menjumpai dalilnya dan bila ada akan saya benarkan. Anak – anak para sahabat saja tidak ada yang melakukan sesuatu untuk orang tuanya atau pahalanya di transfer untuk mereka. Ini perlu dalil, dan dalilnya tidak di ketengahkan oleh Ibnu Batthala. Jadi sekedar pendapatnya dan saya tidak setuju karena tiada d lilnya.
قَالَ ابْنُ اْلقَابِسِى: وَهَذَا يَدُلُّ أَنَّ الْمَوْتَى يَنْفَعُهُمُ الْعَمَلُ الصَّالِحُ، وَإِنْ كَانَ مِنْ غَيْرِ أَمْوَالِهِمْ، وَقَدْ قَالَ تَعَالَى: {وَأَنْ لَيْسَ ِللإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى} لَكِنْ فِعْلُ هَذَا سُنَّةٌ لِمَنْ فَعَلَهُ.
Ibnul qabisi berkata: Ini menunjukkan bahwa orang – orang mati bisa mengambil manfaat dari amal baik orang lain sekalipun bukan dari harta benda mereka. Sungguh Allah berfirman:
وَأَنْ لَيْسَ ِللإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm: 38-39]
Tapi melakukan ini adalah sunat belaka bagi orang yang mau men jalankan. [32]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Transfer pahala di perkenankan untuk amalan sunat perlu dalil dan Ibnu batthal tidak mengetengahkan dalilnya. Jadi kurang mantap dan saya sendiri tidak ikut padanya tapi saya tetap berpegangan kepada Annajem 39.
Muhammad al-Amin bin Muhammad bin al-Mukhtar al-Jikuni al-Syinqithi. Berkata: Ibnu Umar berkata:
أَنَّهُ لاَ يَحُجُّ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ ،
Tidak di perkenankan bagi seseorang untuk menghajikan orang lain, sanadnya sahih, kataku.
وَنَحْوُهُ عَنِ اللَّيْثِ وَمَالِكٍ
Begitu juga pendapat Imam Malik dan al laits [33]
وَاحْتَجُّوا أيضاً: بِأَنَّ ظَاهِرَ الْقُرْآنِ كَقَوْلِهِ { وَأَنْ لَّيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى } [ النَّجْمُ: 39 ] مُقَدَّمٌ عَلَى ظَاهِرِ اْلأَحَادِيْثِ.
Mereka ( yang menolak transfer pahala kepada mayat ) menyatakan bahwa pengertian leterlek ayat:
وَأَنْ لَّيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
Bahwasanya manusia tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali apa yang telah ia usahakan” [An-Najm: 38-39]
……………. Lebih di dahulukan dari pada ma`na leterlek hadis – hadis.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya katakan jempol sekali apa yang di terangkan syaikh Muhammad al-Amin
Bahwa ma`na leterlek ayat lebih di dahulukan dari pada ma`na hadis, sebab hadis itu terkadang bukan kata Nabi yang asli tapi sekedar penambahan perawi hadis. Perawi yang satu tidak menambah lalu perawi berikutnya suka menambah hadis dan perwi lain malah mengurangi. Kita tidak mengerti. Dan ini adalah kedustaan yang berbahaya sekali lalu di buat pegangan banyak kalangan masarakat. Otomatis kita lebih baik berpegangan kepada al quran sebagaimana ayat:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang orang-orang yang benar.
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ(37)إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu.
Terkadang hadis sudah di sahihkan oleh sebagian ulama tapi ulama lainnya melemahkannya. Bahkan terkadang hadis sahih, namun bila di kaji ulang kalimat redaksinya kacau antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. Akhirnya sulit di ambil hadis yang mana ? Bila ada yang lemah, maka kita ambil hadis yang sahih saja.
Jadi sekarang, bila kita mendahulukan hadis, maka kita akan percaya kepada perawi dan membohongkan kepada Allah atau percaya hadis dan mendustakan ayat dan ini berbahaya sekali. Allah berfirman:
وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ ءَايَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.[34]
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), kamu akan berpisah dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.[35]
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".[36]
Jadi saya masih senang mengahirkan perawi dari pada Allah dan ayat dari pada hadis.Dalam al quran di jelaskan:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا
Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? [37]
Bacalah lagi diblog ke dua : www.mantankyainu2.blogspot.com
[1] HR Abu Dawud 1811. dan Ibnu Majah ,MU`jam syuyukh Abu Bakar Al ismaili 162/2 . Musnad Abu Ya`la 329/4 Attamhid libni Abdil bar 139/9 musnad Abu ya`la 329/9 Alkamil 108/2 Tuhfatulmuhtaj 135/2
[2] Talkhis 124/3
[3] Talkhis 125/3
[5] Bulughul maram 144/1
[6] Bulughul maram 144/1
[7] Talkhis 124/3
[8] Mausuah ruwatil hadis 2365
[9] Bulughul maram 260/1
[10] Mausuah ruwatil hadis
[11] Mausuah ruwatil hadis 2365
[12] Al musnadul jami` 17/20
[13] Sayarah Muslim 4/495
[14] Fathul bari 6 / 79
[15] Syarah Bulughul maram 162/2
[16] Sahih Bukhori .
[17] Taghliqut ta`liq 51/3
[18] Taghliqut ta`liq 126/3
[19] Al Jauharun naqi 59/5
[20] Al musnadul jami ` 33/9
[21] HR Muslim 1149 Ahmad 351/5 , Abu dawud 1656 ,2877 , 3309 . ibnu Majah 2394 , Tirmidzi 667, Nasai 6281
[22] Mausuah ruwatil hadis 34/79
[23] Zalzalah
[24] Syarah Ibnu Batthal 117/8
[25] HR Ahmad 6704 / 161 juz 2 . Abu dawud 2883 Tafsir alusi 30/20 . Al musnadul jami` 18/ juz 26 Tafsir al alusi 30/20 . Kanzul ummal 450/6 Majmauz zawaid 192/4
[26] Majmauz zawaid 143/2 – 192/4
[27] Mausuah ruwatil hadis 1119
[28] Syarah Ibnu Bathhal 8/118
[29] Rasulullah r beriman untuk Ab u Thalib atau kedua orang tuanya yang kafir dan mereka di masukkan ke surga .
[30] Al an`am 164
[31] Syarah ibnu Batthal 167/11
[32] Syarah ibnu Batthal 167/11
[33] Keduanya juga menyatakan tidak boleh berhaji untuk orang lain . Adhwa ul bayan 385/4
[34] Al Qashas 87
[35] Alan`am 153
[36] Yusuf 108
[37] Annisa` 122
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan