JAKARTA
(voa-islam.com) - Hari-hari ini bangsa Indonesia
terperangah mendengar pernyataan Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto
bahwa demokrasi di Indonesia
menjadi kleptokrasi alias demokrasi maling. Betapa tidak sekarang begitu
mahalnya menjadi pejabat publik.
Menjadi anggota legislatif, gubernur, bupati, walikota, dan
presiden. Menurut Menteri Dalam Negeri, Gumawan Fauzi, tiga kali putaran
pemilihan gubernur Jawa Timur, menghabiskan dana Rp 3 triliun. Ikut pemilihan
presiden harus mempunyai modal paling sedikit Rp 3 triliun. Mencalonkan anggota
legislatif harus mengeluarkan dana Rp 3 – 10 miliar. Ingin menjadi gubernur,
bupati, dan walikota, semuanya membutuhkan dana, bermiliar-miliar.
Sekarang sudah lebih 60 persen gubernur yang menjadi tersangka. Bupati
dan Walikota jumlah sudah mencapai hampir 400 yang menjadi tersangka. Belum
lagi, anggota legislatif (DPR), sudah berjibun yang menjadi tersangka dan masuk
bui. Tidak ada partai yang tidak ada pemimpinnya yang tidak menjadi tersangka
dan masuk bui.
Tetapi, berdasarkan laporan dari KPK, tetap yang menjadi juara korupsi,
yaitu PDIP dan Golkar. Dua partai yang masih dielu-elukan itu, sejatinya para
maling dan juaranya korupsi, di susul Demokrat, yang hampir seluruh pemimpinnya
sudah dikandangi oleh KPK. Karena korupsi dan merampok uang rakyat, dan
sekarang mereka tanpa malu sedikitpun mengaku menjadi pembela rakyat.
Selain, mereka demen makan uang rakyat, lewat APBN, mereka paling
doyan ‘daun muda’ yaitu para artis dan bintang film. Berita heboh yang
menghunjam sekarang, terkait dengan ARB (Aburizal Bakri), yang berlibur dengan
artis kakak beradik Marcella dan Olovia Zalianty di Maladewa, selama dua pekan.
Selanjutnya, Prabowo Subianto menegaskan demokrasi di Indonesia sudah
bergeser menjadi kleptokrasi. Sebab sekarang bukan lagi rakyat yang berkuasa,
melainkan para penjahat ‘berdasi’ alias para maling di negeri ini. Siapa
yang dimaksud oleh Prabowo para maling-maling itu?
Hal ini, seperti dikemukakan oleh Ketua KPK Abraham Samad, saat
memberikan pengarahan di acara Rakernas III PDI Perjuangan pada 7
September 2013, menyoroti lemahnya kebijakan regulasi untuk melindungi sumber
daya energi Indonesia. Samad mengatakan, dari 45 blok Migas yang beroperasi di Indonesia,
sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing.
Menurut perhitungan KPK, potensi pendapatan negara sebesar Rp7.200
triliun hilang setiap tahun karena penyelewengan. Bila ditotal, pajak dan
royalti yang dibayarkan dari blok Migas, batubara, dan nikel di setiap tahunnya
mencapai Rp20.000 triliun yang bila dibagi ke seluruh rakyat, maka pendapatan
rakyat Indonesia
per bulan bisa mencapai Rp20 juta. Namun karena para pejabat, politisi,
pengusaha dan birokrat terlibat korupsi secara masif, fenomena negara
kleptokrasi (maling) semakin jelas.
Hal ini tidak jauh dari praktik korupsi, kronisme dan nepotisme. Menurut Prabowo, Indonesia menuju negara kleptokrasi
atau negara yang diurus oleh para penjahat dan maling,melalui sistem
demokrasi kriminal dewasa ini.
Setiap individu berhak mengajukan diri menjadi pemimpin (anggota
DPR/DPRD, walikota, bupati, gubernur bahkan presiden) syaratnya harus
memiliki modal (uang) yang besar. Coba lihat saat ini proses peilihan
anggota DPR/DPRD yang membutuhkan banyak uang.
Tidak hanya untuk setoran kepada partai yang akan mengusung mereka,
juga karena tingginya biaya demokrasi itu sendiri, seperti kamapanye dan segala
macamnya. Akibatnya, dalam upaya mengembalikan modal, tindak kejahatan korupsi
politik menjadi tidak terelakkan. Dalam sistem yang kleptokratik, demokrasi
prosedural menjadi demokrasi kriminal.
Kasus korupsi BLBI yang menghabiskan dana Rp 650 triliun yang dirampok
konglomerat Cina, yang sekarang mencukongi Jokowi, kasus Partai Demokrat
yang menyeret Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum,
Miranda Goeltom, skandal Bank Century, SKK Migas dan lainnya, hanyalah
puncak gunung es dari parahnya korupsi di Indonesia.
Jadi, Indonesia
pasca pemilu 2014, akan jauh lebih suram, dan tanpa masa depan. Karena betapa Indonesia sudah
jatuh ke tangan para bandit, maling, dan bromocorah yang berdasi dan
menggunakan jas, dan baju safari. Tak ada harapan yang bisa memberikan
optimisme dengan jalan demokrasi bagi bangsa Indonesia. (afgh/d
bs/voa-islam.com)
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Kesan saya dalam membaca artikel di atas adalah keharusan manusia untuk meninggalkan segala macam sistem kekufuran kepada sistem Islami, dari sistem barat
menuju sistem timur yang islami. Bukankah
Allah menyatakan:
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?[1]
Penghalangnya
untuk menegakkan hukum Allah adalah
rezim Thaghut, backgroundnya adalah daukeh dan cukong – cukong Cina yang sudah kenyang mengeruk kekayaan
Indonesia, tapi tampaknya laksana
harimau yang haus dan lapar.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan