Idrus Ramli menyatakan sbb:
Akhir-akhir ini gerakan wahabisasi di Indonesia semakin
meresahkan. Berbagai sektor kehidupan masyarakat tidak
luput dan serangan mereka, Amunisi yang mereka gunakan
juga beraneka ragam, mulai dari menggelar pengajian di
masjid-masjid, menyebarkan brosur dalam bentuk buletin
mingguan, sampai membagi-bahkan buku secara gratis dan
meresahkan. Berbagai sektor kehidupan masyarakat tidak
luput dan serangan mereka, Amunisi yang mereka gunakan
juga beraneka ragam, mulai dari menggelar pengajian di
masjid-masjid, menyebarkan brosur dalam bentuk buletin
mingguan, sampai membagi-bahkan buku secara gratis dan
lain-lain. Lihat Kiyai NU
atau wahabi yang sesat tanpa sadar? 15
Komentarku ( Mahrus
ali):
Sebetulnya mereka yang senang atas gerakan wahabisasi ini adalah
kalangan orang – orang yang konsis
kepada al Quran dan hadis, dimana dan kapanpun. Sebab, gerakan wahabi itu
merujuk kepada tuntunan bukan kepada kebid`ahan, anti syirik dan senang tauhid.
Mereka yang resah secara realita hanya kalangan ahli bid`ah dan syirik atau
syi`ah. Dan sekarang sering kita membaca artikel yang sangat getol menyerang
wahabi adalah artikel syi`ah. Lihat artikel sbb:
“Wahabi”, Black propaganda
dan aroma “Syiah Rafidhah” –
Oleh: AM
Waskito
penulis buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”
penulis buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”
(Arrahmah.com)
– Di pojok kawasan Tebet,
bermarkas sebuahmedia online, namanya Merdeka.com. Media
apa ini ya? Ia media online umum yang memuat aneka macam
berita, mulai dari politik, kasus sosial, gossip artis, gaya hidup, olah-raga, otomotif, bisnis, dan
lain-lain. Pokoknya sejenis media online umum, tanpa ciri keislaman
tertentu.
Tetapi anehnya, media online yang
koordinator liputannya bernama Anwar Khumaini ini sepertinya memiliki
kavling khusus untuk membahas isu-isu seputar “Wahabi” dari perspektif
orang-orang yang anti “Wahabi”. Banyak artikel yang berbicara tentang isu
“Wahabi” dengan nada nyinyir, ketus, stigmatif, dan semacam black
propaganda.
Uniknya, berita-berita instan dari Merdeka.com men
jadi rujukan banyak orang untuk memandang isu “Wahabi”. Dalam sebuah perdebatan
dengan seorang penganut Syiah, dia merujuk berita dari situs online itu. Di
forum FB ada yang memberikan link ke sumber yang sama. Melalui email juga ada
yang memberikan link ke situs tersebut.
Di sini terasa dilematik. Kalau kita anggap besar situs
Merdeka.com ini, nanti akan menjadi promo tersendiri. Tetapi kalau
didiamkan saja fitnah-fitnah atau black propaganda yang
disebarkan, itu juga tidak benar. Mungkin sekali waktu kita perlu mengingatkan
kaum Muslimin akan bahaya situs “recehan” semacam ini.
Salah satu artikel yang dimuat dalam situs itu judulnya: ”Persekongkolan
Bedebah Wahabi dan Bani Saud.”Dari model judulnya saja, kita bisa
mencium aroma permusuhan layaknya kaum Syiah Rafidhah di balik tulisan ini.
Syiah Rafidhah dunia memang merasa perlu untuk memerangi
dakwah Salafiy sebab mereka ini dianggap sebagai musuh paling sengit bagi Syiah
Rafidhah. Agenda Syiah Rafidhah untuk menguasai negeri-negeri Muslim akan
selalu terhalang, selama masih bercokol “Wahabi” disana.
Sayyid M. Saidi, seorang tokoh Syiah Iran, pernah
terus-terang menunjukkan kebenciannya kepada “Wahabi”. Dia mengatakan: “Kami
menghormati semua mazhab Islam kecuali Wahabi karena mereka menentang dialog
ilmiah, logis dan argumentatif. Mereka membunuh Muslim tak berdosa dan merusak
masjid-masjid dengan mengatasnamakan Islam. Pesan kami kepada kaum Wahabi
adalah jika mereka memiliki dalil untuk membuktikan kebenaran mereka, maka
sampaikan kepada orang lain sesuai dengan logika, prinsip-prinsip, dan
argumentasi, bukan dengan radikalisme dan pembunuhan massal.”
(hidayatullah.com, 23 September 2013).
Omongan sejenis ini kan tidak ada buktinya kalau dikaitkan
dengan tulisan-tulisan stigma yang terus diproduksi oleh kaum Syiah seputar isu
“Wahabi dan Saudi”.
Secara teori, mereka seperti pro dialog ilmiah dan
argumentatif; tetapi secara kenyataan mereka menghalalkan penghancuran Ahlus
Sunnah secara massif di negeri-negeri Muslim, seperti di Iran, Iraq,
Suriah, Afghanistan, dan lain-lain.
Sayyid Husein Al Mausawi, tokoh ulama Syiah yang
bertaubat, mereka bunuh. Dr. Ihsan Ilahi Zhahir asal Pakistan yang sangat anti Syiah,
juga mereka bunuh. Banyak ulama/da’i Ahlus Sunnah juga mereka bunuh, pasca
Revolusi Khomeini tahun 1979.
Kembali ke artikel Merdeka.com di atas. Di sana dijelaskan beberapa
poin, antara lain:
Muhammad bin Abdul Wahhab (sering
dinisbatkan pendiri “Wahabi”) oleh gurunya disebut bodoh, arogan, suka melawan;
Muhammad bin Abdul Wahhab menjalin aliansi dengan Muhammad bin Saud, aliansinya
berlaku sampai sekarang; Kerajaan Saudi menyokong penyebaran dakwah “Wahabi”
US$ 2 miliar setiap tahun; dan menyebutkan beberapa pendapat sumir dari
sebagian ulama-ulama “Wahabi”.
Gaya
tulisan demikian persis sekali seperti model tulisan Idahram lewat buku-bukunya.
Tidak ada niat dialog atau diskusi, selain menyebarkan propaganda hitam belaka.
Nanti ujungnya mempromokan akidah Syiah Rafidhah; supaya
umat manusia kembali ke zaman penyembahan manusia kepada manusia lainnya (baca:
imam dan ulama Syiah), setelah Allah anugerahkan Tauhid kepadanya. Na’udzubillah
wa na’udzubillah min dzalik.
Pendapat-pendapat yang sumir harus dilihat konteksnya
secara lengkap, tidak bisa “main crop” begitu saja. Ada kaidah yang berlaku, bahwa pendapat yang
mengandung syak (keraguan) harus dipulangkan ke pendapat yang tsabit
(teguh).
Kemudian tentang tuduhan bahwa Syeikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah itu bodoh, arogan, keras kepala. Ya, tergantung siapa yang
memandang. Seorang ulama biasanya gurunya banyak; bisa puluhan, bisa ratusan.
Kalau ada satu guru yang mencela, mungkin guru-guru yang lain memuji.
Lalu aliansi Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Muhammad Al
Saud pada tahun 1744 terus berlaku sampai sekarang. Hal ini dipertanyakan,
sebab Kerajaan Saudi itu sifatnya jatuh-bangun hingga tiga kali.
Ketika Saudi Jilid I dilenyapkan, maka semua perjanjian
yang berlaku saat itu otomatis berakhir. Begitu juga ketika Saudi Jilid II
dilenyapkan, maka perjanjian-perjanjian di dalamnya juga berakhir.
Sebenarnya, dukungan Kerajaan Saudi kepada dakwah
“Wahabi”, hal ini semata karena kesadaran mereka saja (atau pertimbangan
politik karena melihat besarnya pendukung dakwah Salafiy di Saudi). Jadi tidak
mesti dikaitkan dengan aliansi 1744 tersebut, sebab bukan rahasia lagi bahwa
seringkali terdapat perbedaan persepsi antara ulama “Wahabi” dengan kebijakan
kerajaan.
Sedangkan nilai dukungan Kerajaan Saudi hingga US$ 2
miliar (setara Rp. 18 triliun) per tahun; ya itu perlu dijelaskan kalkulasi
keuangannya secara rinci, tidak bisa “main teplok” begitu saja.
Mungkin situs Merdeka.com mau
berbagi kepada masyarakat tentang kalkulasi keuangan yang mereka ketahui.
Termasuk juga mereka perlu membuat perbandingan kalkulasi keuangan
anggaran-anggaran dari Iran
untuk membiayai dakwah Syiah Rafidhah di Indonesia. Kalau mau fair, begitu kan?
Ya akhirnya, black propaganda seputar
dakwah “Wahabi” ini perlu kita jawab dengan komitmen “Laa ilaha illallah” yaitu
untuk menghidupan peradaban Tauhid dan membersihkan dunia dari segala bentuk
paganisme (kemusyrikan); dan “Muhammad Rasulullah” yaitu menghidupkan Sunnah
Nabi Saw dan menjauhi ajaran-ajaran bid’ah yang berpotensi merusak
Sunnah-nya. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.*
AM Waskito,
penulis buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”
(hidayatullah.com/arrahmah.com)