Rabu, Agustus 13, 2014

Indikasi Kecurangan Pilpres 2014 Semakin Jelas


Oleh: Marlen Sitompul
nasional - Rabu, 13 Agustus 2014 | 06:36 WIB

INILAHCOM, Jakarta Persidangan sengketa pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memperjelas dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail mengatakan pilpres kali ini tidak berjalan dengan segala sistem yang telah disepakati. Menurutnya, kecurangan yang diduga terjadi di pilpres 2014 merupakan kemunduran dari proses demokrasi di negeri ini.

"Otoritas-otoritas yang diberi kewenangan oleh konstitusi dan undang-undang harus mengungkap segala bentuk kecurangan agar Pilpres 2014 tidak tercatat sebagai pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia," kata Maqdir, Jakarta, Selasa (12/8/2014).

Maqdir mengatakan, dugaan pelanggaran proses demokrasi di Tanah Air terjadi di beberapa daerah. Misalnya, kejanggalan terjadi di Sumatera Utara, khususnya Nias.

Menurutnya, ada saksi yang mengemukakan bahwa ada pencoblosan yang dilakukan oleh KPPS. "Jadi penyelenggara tingkat bawah yang melakukan pemilihan siapa yang akan mereka pilih. Saya kira tidak benar cara-cara seperti ini, katanya.

Bahkan, kata Maqdir, salah satu saksi memberikan kesaksian bahwa orangtua yang sudah meninggal pun tercatat ikut memilih.

Orangtua yang sudah meninggal ini tercatat sebagai pemilih dan namanya tercatat empat kali sebagai pemilih, bahkan dirinya dan kakaknya tercatat enam kali sebagai pemilih, terangnya.

Selain itu, salah satu anggota Tim Pembela Merah Putih Firman Wijaya mengatakan, MK perlu menguji kalau kecurangan-kecurangan ini ada kaitannya dengan tekanan, intimidasi yang merusak sistem penyelenggaraan pemilu.

Ini sudah masuk wilayah elections of crime yang dimensi kerusakannya itu luar biasa, maka, saya menawarkan konsep yang namanya whistle blower. Saksi-saksi ini harus dilindungi keamanannya karena keberanian mereka mengungkapkan fakta, kata Firman.

Sebelumnya, salah satu saksi Elvincent Dokomo memberikan keterangan bahwa di Kabupaten Dogiyai pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta mendapat angka nol.

Kabupaten Dogiyai dapat nol karena ketua penyelenggara, beserta empat anggotanya itu memerintahkan PPS, PPD, sampai KPPS untuk mereka nomor satu kosong, semua suara dikasih ke nomor dua, jadi tidak ada pencoblosan, kata Elvincent.

Diketahui, di 12 kabupaten di Papua, Tim Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta menganggap tidak terjadi pelaksanaan pilpres karena pelaksana pilpres langsung membagikan surat suara untuk kemudian dicoblos.

Dalam pleno di KPU RI, Prabowo-Hatta mengajukan keberatan terhadap hasil perhitungan suara di 12 kabupaten/kota di Papua yang mengunakan sistem Noken. Dengan demikian, terdapat keberatan terhadap lima kabupaten yaitu Kabupaten Sarmi, Kepulauan Yapen, Nabire, Keroom, dan Kota Jayapura.

Selain itu, terkait gugatan penggunaan sistem Noken, di mana ada 12 kabupaten yang digugat di antaranya Yalimo, Yahukimo, Puncak Jaya, Jayawijaya dan sejumlah kabupaten lainnya di Pegunungan Tengah Papua.[jat]
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan