Mashalah Mursalah dan Bid’ah
Muhammad Idrus Ramli menyatakan:
Dalam buku yang sama, Mahrus Ali
juga mempersoalkan pengumpulan al Quran dan hadits sebagai salah satu dalil
bidah hasanah. Dalam buku ”Sesat Tanpa Sadar” (halaman 28). Mahrus Ali berkata:
Demikian juga dengan pembukuan teks
al Quran (pembukuan teks al Quran pada masa sahabat Abu Bakar al Shiddiq atas
usul Umar bin al Khatthab, yang kisahnya sangat terkenal) dan hadits bukan
sebuah langkah bid’ah, tetapi termasuk mashalih mursalah. Di zaman Rasululah,
al Quran dan hadits sudah ditulis dalam berbagai lempeng, tulang, dan kulit hewan,
selain juga dilafalkan, tidak ada satu ulama salaf pun mengingkari pembukuan
keduanya.
Pernyataan Mahrus Ali di atas
memiliki pengertian bahwa pembukuan Quran dan hadits belum pernah dilakukan
oleh Rasulullah, tetapi hal tersebut tidak dikatakan bid’ah, namun termasuk
dalam kategori mashalih mursalah. Dengan demikian, secara tidak langsung Mahrus
membatasi jangkauan hadits, ”kullu muhdatsatin bid’ah” (setiap perkara baru
adalah bid’ah). Menurutnya, tidak semua perkara baru itu bid’ah tetapi ada yang
termasuk mashalih mursalah. Pertanyaannya adalah, adakah dalil-dalil dari al
Quran dan hadits yang menyebutkan istilah mashalih mursalah? Tentu saja tidak
ada. Istilah mashalih mursalah juga tremasuk bid’ah hasanah. Kesimpulannya,
Mahrus Ali memerangi bid’ah hasanah dengan menggunakan istilah mashalih
mursalah yang juga bid’ah hasanah.[1]
Komentar (Mahrus Ali):
Sepertinya Anda mesti banyak belajar
lagi sebelum Anda megajar, sebab apa yang saya maksudkan tidak seperti apa yang
anda jelaskan. Yang saya maksudkan bukanlah demikian, saya ingin mengatakan
bahwa pengumpulan Al Quran itu bukan syariat, karena itu tidak termasuk bid’ah.
Pengumpulan Al Quran hanya sekedar sarana. Jadi, bukan merupakan bid’ah hasanah
atau sayyi’ah.
Bila pengumpulan quran itu di golongkan ke dalam sariat, pada hal ia
terjadi setelah Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam meninggal dunia dan
wahyu untuk sariat sudah putus. Sudah
tentu, pengumpulan tsb bukan sariat dan tidak boleh dikatakan bid`ah hasanah. Bid`ah itu untuk membikin sariat baru bukan untuk membuat saranah baru. Bedakan hal ini,
jangan di campur aduk seperti gado –
gado. Allah sudah menyatakan :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ
اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
“Hari ini telah Aku
sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan kepada kalian nikmat-Ku dan
telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (Al-Ma`idah: 3)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meninggal
dunia dan sariat Islam sudah
sempurna, bukan kurang atau perlu di tambah lagi. Karena sudah sempurna itu,
pengumpulan quran tidak bisa di golongkan bid`ah hasanah. Ia ternasuk sarana belakaPengumpulan al quran itu dari urun rembuk Umar bin Al khatthab, bukan dari wahyu atau perintah dari Allah. Dan Umar atau lainnya tidak bisa bahkan tidak boleh membuat sariat baru. Ingatlah firmanNya:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ
الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah mereka
mempunyai sekutu - sekutu selain Allah
yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak
ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat
pedih.[2]
Penjilidan al quran, memberi covernya, menulisnya dengan
harakat . seluruhnya bukan sariat dan
tidak boleh dimasukkan ke dalam bid`ah.
Pengumpulan al quran merupakan kepentingan umum, maka saya
menyebutnya sebagai mashalah mursalah, karena tanpa pembukuan Al Quran
pun di masa Rasulullah, Islam sudah berkembang dan tidak terkalahkan, meskipun
Al Quran belum dikumpulkan menjadi satu buku.
Pengumpulan Al Quran dimasukkan ke
dalam bid’ah hasanah, sama sekali tidak pernah dikatakan oleh sahabat
atau tabi’in. Jika ada yang mengatakan bahwa pengumpulan Al Quran termasuk ke
dalam bid’ah hasanah, maka ini jelas sebuah kekeliruan yang
fatal.
Bila kalimat masalahah mursalah kamu
masukkan ke dalam bid`ah hasanah karena tidak ada istilah itu di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
, maka sangat keliru, tidak tepat sama sekali, harus dibuang dan tidak boleh di
ambil. Ia sekedar istilah dalam usul fikih. Boleh diganti istilah lainnya seperti
kepentingan umum.
Itu sekedar bahasa dalam usul fikih, kalau menurut
pemahaman anda, maka istilah dalam usul fikih seperti Syar’u Man Qablana, Azimah , Rukhshah , Istishab,
Istihsan, Qiyas , Ijma’ Sunnah dll
, mengapa tidak anda masukkan ke dalam bid`ah hasanah sekalian. Lalu nanti
istilah dalam fikih, tafsir , aljabar
sekalian juga masuk dalam bid`ah
hasanah. Wah ini malah rusak ajaran Islam yang murni ini.
Artikel Terkait
Sip....
BalasHapus