Oleh: Fitra Hudaiya NA
(Mahasiswa Islamic Center Al-Islam)
Sameeh.net - Hampir semua umat Muslim mengetahui siapa itu Imam Bukhari. Bahkan anak kecil sekalipun pernah mendengar nama tokoh sekaliber beliau. Beliau adalah penyusun kitab hadits Shahih Bukhari , yang mana mayoritas umat muslim sepakat bahwa buku ini adalah buku hadits yang paling shahih dan kitab kedua tershahih setelah al-Quran al-Karim.
Akan tetapi terlepas dari itu semua, yang namanya kehidupan dunia pasti penuh dengan liku-liku dan problematika. Salah satunya sebagaimana yang dialami oleh pembela dan penolong Sunnah ini, yaitu Imam Bukhari rahimahullaah.
Problematika yang menimpa beliau berawal dari kedatagannya ke Naisabur, kota terbesar di wilayah Khurasan. Setibanya di sana beliau mendapat sambutan luar biasa selayaknya ulama besar seperti beliau. Waktu itu Naisabur memiliki Imam Muhammad Yahya adz-Dzuhali, ulama besar Ahlussunnah, ulama hadits senior yang dihormati dan menjadi rujukan di Khurasan. Beliau pun ikut menyambut Imam Bukhari seperti halnya orang banyak, bahkan menyuruh murid-murid beliau untuk menemui Imam Bukhari dan menimba ilmunya. Berikutnya orang-orang pun ramai menghadiri majelis Imam Bukhari, termasuk murid-murid Imam Muhammad bin Yahya sehingga majelis beliau pun menjadi semakin sepi. Saat itu mulailah perasaan tidak senang menyelusup kemudian bersemayam dalam dada Imam Muhammad bin Yahya. Yang dipermasalahkan ialah bahwa Imam Bukhari mengatakan lafzhii bil Quran makhluk (pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk/bacaan al-Quran saya adalah makhluk).
Padahal sesungguhnya Imam Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Muhammad bin Yahya, mereka bertiga satu pandangan bahwa al-Quran adalah kalam Allah baik lafal maupun maknanya. Mereka tidak berbeda pendapat tentang hal ini sebagaimana terlihat nyata dari ucapan-ucapan yang diriwayatkan dari mereka bertiga. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang orang yang mengatakan pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk. Dalam hal ini Imam Ahmad mengingkari ungkapan seperti ini serta memandang perkataan pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk adalah bid’ah yang tercela. Imam Bukhari sendiri mengatakan, “Al-Quran adalah kalamullah baik huruf maupun maknanya. Adapun suara hamba, gerakan-gerakannya, tindakan-tindakannya, pengucapan mereka; semua itu adalah makhluk.” Selanjutnya mulailah ada yang menguji Imam Bukhari.
Pada suatu hari seorang laki-laki dalam majelis beliau bertanya, “Abu Abdillah apa pendapat anda tentang pelafalan kita terhadap ayat-ayat al-Quran, apakah makhluk atau bukan makhluk?” Imam Bukhari berpaling mengabaikan pertanyaan orang ini dan tidak memberikan jawaban. Kemudian orang itu menanyakan pertanyaan yang sama untuk yang kedua kalinya. Imam Bukahri kembali berpaling mengabaikan dan tidak memberikan jawaban. Kemudian dia menanyakan pertanyaan yang sama untuk yang ketiga kalinya. Imam Bukhari pun akhirnya menjawab, “al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk, tindak tanduk hamba adalah makhluk, menguji-nguji orang adalah bid’ah!” orang ini pun seketika mebuat gaduh, orang-orang pun terpancing sehingga terjadi kegaduhan dan akhirnya bubar. Setelah peristiwa itu Imam Bukhari berdiam diri di kediaman beliau.
Imam Muhammad bin Yahya adz-Dzuhali pun mulai menyudutkan Imam Bukhari dan melarang orang-orang menemui beliau sembari berkata, “setelah ini, siapa yang datang kepada Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, curigailah dia; tidak ada yang sudi menghadiri majelisnya kecuali orang yang semazhab dengannya!” maka pada umumnya orang-orang berhenti menghadiri majelis Imam bukhari kecuali di antaranya Imam Muslim, beliau menghadiri majelis Imam Bukhari dan majelis Imam Muhammad bin Yahya, hingga akhirnya Imam Muhammad bin Yahya secara tegas berkata di hadapan majelisnya, “ketahuilah bahwa siapa yang berpendapat pelafalan al-Quran [adalah makhluk] tidak halal baginya menghadiri majelis kita!” spontan Imam Muslim berdiri kemudian menyongkokkan rida’nya (baju luaran tipis, semacam mantel) ke atas sorbannya, lalu keluar di depan hadirin. Kemudian Imam Muslim mengirimkan buku-buku yang ditulisnya berdasarkan riwayat yang diterimanya dari Imam Muhammad bin Yahya kepada beliau, dibawa oleh beberapa ekor unta.
Semenjak peristiwa itu Imam Muhammad bin Yahya semakin tidak suka dengan Imam Bukhari, bahkan sampai melontarkan perkataan bernada ancaman, “jangan sampai orang ini tinggal satu negeri dengan saya!” Imam Bukhari pun akhirnya memutuskan pergi setelah merasa semakin tidak nyaman tinggal di Naisabur. Ternyata Imam Muhammad bin Yahya tidak merasa cukup dengan kepergian Imam Bukhari dari Naisabur, beliau juga mengirimkan surat tahdzir (peringatan untuk menjauhi) Imam Bukhari ke kota-kota yang ada di wilayah Khurasan, sehingga ke mana saja beliau pergi ternyata surat berisi tahdzir tersebut telah mendahuluinya.
Demikianlah yang terjadi secara berkelanjutan, hingga akhirnya Imam Bukhari merasa bumi yang luas ini telah menjadi sempit disesaki oleh fitnah. Terakhir beliau singgah di sebuah perkampungan yang disebut Khartank di wilayah Samarqand. Di sana. Setelah suatu qiamullail beliau berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya bumi yang luas ini telah menjadi sempit bagiku [karena disesaki oleh fitnah], maka ambillah aku ke haribaan-Mu, ya Allah.”
Adalah Imam Bukhari sosok yang do’anya mustajab, begitu selesai tasyahhud beliau berpulang ke rahmatullah.
Demikian ringkasan riwayat yang disampaikan oleh imam Dzahaby dan Imam Ibnu Katsir. Dari kisah nyata ini ada beberapa pelajaran dan hikmah yang patut kita catat, di antaranya: Bahwa barang siapa saja yang berdakwah kepada Allah swt berdasarkan ilmu, mengikuti manhaj al-Quran dan Sunnah sebagaimana pemahaman salafus shaleh, namun kemudian aqidah dan manhajnya dicela dan dipertanyakan maka tidak usah bersedih, imam Bukhari adalah teladan untuk anda. Jika anda ditikam dari belakang ketahuilah berarti anda berada di depan penikam itu”.
Kemudian jika anda disudutkan dan dituduh, tidak berarti setiap tuduhan itu pasti benar, oleh karena itu, seharusnyalah kita menerapkan pula disini kaidah Tatsabbut.
Semoga kita tetap teguh dan istiqomah di jalan Allah swt. Allaahumma Amiin. Walhamdulillah.
(Mahasiswa Islamic Center Al-Islam)
Sameeh.net - Hampir semua umat Muslim mengetahui siapa itu Imam Bukhari. Bahkan anak kecil sekalipun pernah mendengar nama tokoh sekaliber beliau. Beliau adalah penyusun kitab hadits Shahih Bukhari , yang mana mayoritas umat muslim sepakat bahwa buku ini adalah buku hadits yang paling shahih dan kitab kedua tershahih setelah al-Quran al-Karim.
Akan tetapi terlepas dari itu semua, yang namanya kehidupan dunia pasti penuh dengan liku-liku dan problematika. Salah satunya sebagaimana yang dialami oleh pembela dan penolong Sunnah ini, yaitu Imam Bukhari rahimahullaah.
Problematika yang menimpa beliau berawal dari kedatagannya ke Naisabur, kota terbesar di wilayah Khurasan. Setibanya di sana beliau mendapat sambutan luar biasa selayaknya ulama besar seperti beliau. Waktu itu Naisabur memiliki Imam Muhammad Yahya adz-Dzuhali, ulama besar Ahlussunnah, ulama hadits senior yang dihormati dan menjadi rujukan di Khurasan. Beliau pun ikut menyambut Imam Bukhari seperti halnya orang banyak, bahkan menyuruh murid-murid beliau untuk menemui Imam Bukhari dan menimba ilmunya. Berikutnya orang-orang pun ramai menghadiri majelis Imam Bukhari, termasuk murid-murid Imam Muhammad bin Yahya sehingga majelis beliau pun menjadi semakin sepi. Saat itu mulailah perasaan tidak senang menyelusup kemudian bersemayam dalam dada Imam Muhammad bin Yahya. Yang dipermasalahkan ialah bahwa Imam Bukhari mengatakan lafzhii bil Quran makhluk (pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk/bacaan al-Quran saya adalah makhluk).
Padahal sesungguhnya Imam Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Muhammad bin Yahya, mereka bertiga satu pandangan bahwa al-Quran adalah kalam Allah baik lafal maupun maknanya. Mereka tidak berbeda pendapat tentang hal ini sebagaimana terlihat nyata dari ucapan-ucapan yang diriwayatkan dari mereka bertiga. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang orang yang mengatakan pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk. Dalam hal ini Imam Ahmad mengingkari ungkapan seperti ini serta memandang perkataan pelafalan saya terhadap [ayat] al-Quran adalah makhluk adalah bid’ah yang tercela. Imam Bukhari sendiri mengatakan, “Al-Quran adalah kalamullah baik huruf maupun maknanya. Adapun suara hamba, gerakan-gerakannya, tindakan-tindakannya, pengucapan mereka; semua itu adalah makhluk.” Selanjutnya mulailah ada yang menguji Imam Bukhari.
Pada suatu hari seorang laki-laki dalam majelis beliau bertanya, “Abu Abdillah apa pendapat anda tentang pelafalan kita terhadap ayat-ayat al-Quran, apakah makhluk atau bukan makhluk?” Imam Bukhari berpaling mengabaikan pertanyaan orang ini dan tidak memberikan jawaban. Kemudian orang itu menanyakan pertanyaan yang sama untuk yang kedua kalinya. Imam Bukahri kembali berpaling mengabaikan dan tidak memberikan jawaban. Kemudian dia menanyakan pertanyaan yang sama untuk yang ketiga kalinya. Imam Bukhari pun akhirnya menjawab, “al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk, tindak tanduk hamba adalah makhluk, menguji-nguji orang adalah bid’ah!” orang ini pun seketika mebuat gaduh, orang-orang pun terpancing sehingga terjadi kegaduhan dan akhirnya bubar. Setelah peristiwa itu Imam Bukhari berdiam diri di kediaman beliau.
Imam Muhammad bin Yahya adz-Dzuhali pun mulai menyudutkan Imam Bukhari dan melarang orang-orang menemui beliau sembari berkata, “setelah ini, siapa yang datang kepada Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, curigailah dia; tidak ada yang sudi menghadiri majelisnya kecuali orang yang semazhab dengannya!” maka pada umumnya orang-orang berhenti menghadiri majelis Imam bukhari kecuali di antaranya Imam Muslim, beliau menghadiri majelis Imam Bukhari dan majelis Imam Muhammad bin Yahya, hingga akhirnya Imam Muhammad bin Yahya secara tegas berkata di hadapan majelisnya, “ketahuilah bahwa siapa yang berpendapat pelafalan al-Quran [adalah makhluk] tidak halal baginya menghadiri majelis kita!” spontan Imam Muslim berdiri kemudian menyongkokkan rida’nya (baju luaran tipis, semacam mantel) ke atas sorbannya, lalu keluar di depan hadirin. Kemudian Imam Muslim mengirimkan buku-buku yang ditulisnya berdasarkan riwayat yang diterimanya dari Imam Muhammad bin Yahya kepada beliau, dibawa oleh beberapa ekor unta.
Semenjak peristiwa itu Imam Muhammad bin Yahya semakin tidak suka dengan Imam Bukhari, bahkan sampai melontarkan perkataan bernada ancaman, “jangan sampai orang ini tinggal satu negeri dengan saya!” Imam Bukhari pun akhirnya memutuskan pergi setelah merasa semakin tidak nyaman tinggal di Naisabur. Ternyata Imam Muhammad bin Yahya tidak merasa cukup dengan kepergian Imam Bukhari dari Naisabur, beliau juga mengirimkan surat tahdzir (peringatan untuk menjauhi) Imam Bukhari ke kota-kota yang ada di wilayah Khurasan, sehingga ke mana saja beliau pergi ternyata surat berisi tahdzir tersebut telah mendahuluinya.
Demikianlah yang terjadi secara berkelanjutan, hingga akhirnya Imam Bukhari merasa bumi yang luas ini telah menjadi sempit disesaki oleh fitnah. Terakhir beliau singgah di sebuah perkampungan yang disebut Khartank di wilayah Samarqand. Di sana. Setelah suatu qiamullail beliau berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya bumi yang luas ini telah menjadi sempit bagiku [karena disesaki oleh fitnah], maka ambillah aku ke haribaan-Mu, ya Allah.”
Adalah Imam Bukhari sosok yang do’anya mustajab, begitu selesai tasyahhud beliau berpulang ke rahmatullah.
Demikian ringkasan riwayat yang disampaikan oleh imam Dzahaby dan Imam Ibnu Katsir. Dari kisah nyata ini ada beberapa pelajaran dan hikmah yang patut kita catat, di antaranya: Bahwa barang siapa saja yang berdakwah kepada Allah swt berdasarkan ilmu, mengikuti manhaj al-Quran dan Sunnah sebagaimana pemahaman salafus shaleh, namun kemudian aqidah dan manhajnya dicela dan dipertanyakan maka tidak usah bersedih, imam Bukhari adalah teladan untuk anda. Jika anda ditikam dari belakang ketahuilah berarti anda berada di depan penikam itu”.
Kemudian jika anda disudutkan dan dituduh, tidak berarti setiap tuduhan itu pasti benar, oleh karena itu, seharusnyalah kita menerapkan pula disini kaidah Tatsabbut.
Semoga kita tetap teguh dan istiqomah di jalan Allah swt. Allaahumma Amiin. Walhamdulillah.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan