وقد
أجابت اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء على سؤال ورد إليها عن الصلاة في
الطائرة والسفينة، بالآتي: (إذا حان وقت الصلاة في الطائرة أو السفينة وجب على من
فيها من المسلمين أن يصلي الصلاة الحاضرة على حسب حاله وقدرته، فإن وجد ماء وجب
عليه التطهر به، وإن لم يجد ماء أو وجده وعجز عن استعماله تيمم، إن وجد تراباً أو
نحوه، فإن لم يجد ماء ولا تراباً ولا ما يقوم مقام التراب سقط عنه ذلك وصلى على
حسب حاله؛ لقوله تعالى: {فاتقوا الله ما استطعتم}[التغابن:
16] وعليه أن يتوجه للقبلة، ويدور مع الطائرة أين دارت، في صلاة الفرض حسب الطاقة)3.
3 فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية
والإفتاء برقم (6275).
Sungguh komite tetap untuk pengkajian ilmiyah dan
fatwa saudi menjawab pertanyaan yg di ajukan kepadanya tentang melakukan shalat di atas kapal terbang atau
kapal laut sbb:
Bila waktu shalat telah tiba di kapal terbang atau
kapal laut, maka bagi kaum muslimin yg ada di dalamnya untuk menjalankan shalat yg telah tiba waktunya sesuai dengan
keadaannya dan kondisinya.
Bila menjumpai air, maka wajib berwudhu dengannya atau bersuci dengannya. Bila tidak menjumpai
air atau ada air tp tidak bisa
memakainya maka bertayammum bila ada
debu atau sesamanya.
Bila tdk menjumpai air dan debu atau hal yg fungsinya spt debu, maka sudh gugur dan menjalankan shalat sesuai dengan kondisinya ( tanpa wudhu
atau tayammum ) sebab Allah:
فاتقوا الله ما استطعتم}[التغابن: 16]
Bertakwalah kpd Alah
semampumu.
Dia harus menghadap kiblat dan berputar – putar sebagaimana arah kapal
terbang berputar dlm menjalankan shalat
wajib sesuai dengan kemampuannya. Fatwa
komite tetap untuk pengkajian ilmiyah dan fatwa Saudi 6275.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ternyata Komite tetap untuk pengkajian ilmyah dan
fatwa Saudi dlm hal memperbolehkan
shalat wajib di kapal terbang dan kapal laut tidak memiiki dalil sama
sekali. Mereka menggunakan akal murni.
Manshur al Buraidi mengatakan:
أجمع العلماء أنه لا يجوز أن يصلي أحد
فريضةً على الدابة من غير عذر ،
وأنه لا يجوز له ترك القبلة إلا فى شدة الخوف8، لحديث عَامِرِ
بْنِ رَبِيعَةَ ، قَالَ : رَأَيْتُ النَّبِيّ وَهُوَ
عَلَى الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ ، يُومِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ
، وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي
الصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ .رواه البخاري ومسلم . وروى ابن
عُمَرَ وَجَابِر مثله ، وَقَالَ جَابِر : فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّىَ الْمَكْتُوبَةَ نَزَلَ ، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
Ulama telah ijma` tidak diperkenankan menjalankan shalat
wajib di atas binatang ( unta atau lainnya ) tanpa ada uzur. Tidak
diperkenankan meninggalkan menghadap kiblat kecuali dalam keada an sangat takut
karena ada hadis Amir bin Rabi`ah yang berkata: Aku melihat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjalankan shalat sunat di atas
kendaraannya dengan berisarat dengan kepalanya dan menghadap
kemana saja. Namun hal itu tidak di lakukan oleh beliau dalam shalat wajib. HR
Bukhari dan Muslim.Ibnu Umar dan Jabir juga meriwayatkan hadis yang sama denganya.
Jabir sendiri berkata: Bila berkehendak untuk menjalankan shalat wajib, maka beliau turun dan menghadap kiblat.
-
-
وقال الأثرم سمعت
أحمد بن حنبل يسأل عن الصلاة
المكتوبة على الراحلة فقال في شدة الحرب
وأما الأمن فلا إلا في موضعين
التطوع وفي الطين المحيط به10
Al atsram berkata: Aku mendengar
Imam Ahmad bin Hambal ketika di tanya
tentang shalat wajib di atas kendaraan . Beliau menjawab: Boleh di
kondisi perang yg sangat. Untuk masa aman , maka tdk diperbolehkan kecuali dlm
dua perkara yaitu shalat sunat atau tanah sekelilingnya dlm kondisi berlumpur.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Ada
kekeiruan dlm perkataan Imam Ahmad ini
yaitu boleh menjalankan shalat wajib di
kendaraan bila kondisi tanah berlumpur. Pada hal, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah menjalakan
shalat di tanah berlumpur tanpa tikar. Lihat hadis sbb:
Abu Said AlKhudri ra berkata
:
جَاءَتْ سَحَابَةٌ
فَمَطَرَتْ حَتَّى سَالَ السَّقْفُ وَكَانَ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ فَأُقِيمَتِ
الصَّلَاةُ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْجُدُ فِي الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ *
Ada
awan lalu menurunkan hujan hingga air mengalir dari atap yang terdiri dari pelepah
kurma
. Qamat di bacakan ,aku
melihat Rasulullah SAW bersujud ditanah
yang berair,aku melihat tanahnya menempel ke dahinya .Muttafaq alaih
Mengapa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam waktu mukim bukan berpergian menjalankan shalat di tanahberlumpur, tidak menggunakan
tikar. Sebab, shalat wajib harus di tanah, tidak boleh di tikar, apalagi
dikendaraan. Shalat sunat silahkan di tikar atau dikendaraan. Harus dibedakan
antara shalat wajib dan sunat menurut hadis, bukan menurut fiqih.
Untuk
pernyataan salah dari Komite tetap untuk pengkajian ilmyah dan
fatwa Saudi sbb:
فإن
لم يجد ماء ولا تراباً ولا ما يقوم مقام التراب سقط عنه ذلك وصلى على حسب حاله؛
لقوله تعالى: {فاتقوا الله ما استطعتم}[التغابن:
16] وعليه أن يتوجه للقبلة، ويدور مع الطائرة أين دارت، في صلاة الفرض حسب الطاقة)3.
3 فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية
والإفتاء برقم (6275).
Bila tdk menjumpai air dan debu atau hal yg fungsinya spt debu, maka sudh gugur dan menjalankan shalat sesuai dengan kondisinya ( tanpa wudhu
atau tayammum ) sebab Allah:
فاتقوا الله ما استطعتم}[التغابن: 16]
Bertakwalah kpd Alah
semampumu.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para
sahabat memahami ayat itu, tp selama hidupnya tdk pernah menjalankan shalat tanpa wudhu atau tayammum. Bila fatwa itu
diikuti maka kita boleh mengerjakan shalat di kereta api tanpa wudu dan tayammum bila tidak menjumpai keduanya . Bgmn bila tiap hari naik kereta api sampai mati
disana.
Jadi solusinya bila akan naik kapal terbang atau
kapal laut harus dipikirkan terlebih dahulu apakah salatnya tidak ketinggalan. Lalu
mencari waktu pemberangkatan yg tidak sampai mengorbankan salatnya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan