Depok, NU Online
Habib Abu Bakar bin Hasan al-Atthas mengingatkan, simbol atau atribut agama tak bisa memastikan seseorang disebut sebagai habib. Ciri sekaligus tugas berat seorang habib justru tampak dari pelaksanaan ibadah dan akhlak mulianya.
“Tidak berprinsip pada sorban, jenggot dan jubah. Karena orang di Taliban juga berjenggot, berjubah, dan bersorban. Malah di Taliban jubahnya lapis tiga,” tuturnya, Kamis (15/11), selepas Halaqah Ahlussunnah wal Jama’ah bersama PCNU Kota Depok di kediamannya, Tanah Baru, Beji, Depok.
Menurut Habib Abu Bakar, seorang habib harus memegang teguh prinsip tingkah laku yang baik sebagaimana diteladankan Rasulullah dan para keluarganya. Di antara akhlak itu adalah sikap rendah hati, lembut, dan berjiwa sosial tinggi.
“Tawadlu’, terlihat di wajahnya atsarul ibadah (aura ibadah), dan yang paling penting adalah dermawan,” imbuhnya.
Ia mencontohkan perangai menantu Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, ketika dalam sebuah peperangan. Ali terpaksa pulang ke perkemahan untuk mengambil air wudhu setelah wajahnya diludahi oleh musuh.
Saat kembali lagi, Ali menjawab pertanyaan Rasulullah bahwa kepulangannya adalah untuk menghindari luapan amarah di dalam peperangan. Bagi Ali, berperang adalah karena Allah, bukan karena emosi.
Pemimpin Majlis Ta’lim Habib Abu Bakar bin Hasan al-Atthas ini mengungkapkan, jumlah habib di Indonesia bisa mencapai 15 juta orang. Meski sama-sama bergaris silsilah dari Nabi, mereka bisa memiliki cara berdakwah dan aliran keagamaan yang tidak sama.
Habib Abu Bakar menegaskan, tidak ada habib yang bersifat keras. Namun, “Kalau habib itu keras berarti alirannya Wahabi.” Ia mengakui, jumlah habib berhaluan Wahabi cukup banyak di Indonesia.
“Kalau Ahlussunnah wal Jama’ah itu lemah lembut. Imam Syafi’i itu Ahlussunnah wal Jama’ah. Tapi dia punya tata krama, fanatik kepada keluarga rasul,” ujar Habib yang lahir di lingkungan NU ini.
Habib Abu Bakar bin Hasan al-Atthas mengingatkan, simbol atau atribut agama tak bisa memastikan seseorang disebut sebagai habib. Ciri sekaligus tugas berat seorang habib justru tampak dari pelaksanaan ibadah dan akhlak mulianya.
“Tidak berprinsip pada sorban, jenggot dan jubah. Karena orang di Taliban juga berjenggot, berjubah, dan bersorban. Malah di Taliban jubahnya lapis tiga,” tuturnya, Kamis (15/11), selepas Halaqah Ahlussunnah wal Jama’ah bersama PCNU Kota Depok di kediamannya, Tanah Baru, Beji, Depok.
Menurut Habib Abu Bakar, seorang habib harus memegang teguh prinsip tingkah laku yang baik sebagaimana diteladankan Rasulullah dan para keluarganya. Di antara akhlak itu adalah sikap rendah hati, lembut, dan berjiwa sosial tinggi.
“Tawadlu’, terlihat di wajahnya atsarul ibadah (aura ibadah), dan yang paling penting adalah dermawan,” imbuhnya.
Ia mencontohkan perangai menantu Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, ketika dalam sebuah peperangan. Ali terpaksa pulang ke perkemahan untuk mengambil air wudhu setelah wajahnya diludahi oleh musuh.
Saat kembali lagi, Ali menjawab pertanyaan Rasulullah bahwa kepulangannya adalah untuk menghindari luapan amarah di dalam peperangan. Bagi Ali, berperang adalah karena Allah, bukan karena emosi.
Pemimpin Majlis Ta’lim Habib Abu Bakar bin Hasan al-Atthas ini mengungkapkan, jumlah habib di Indonesia bisa mencapai 15 juta orang. Meski sama-sama bergaris silsilah dari Nabi, mereka bisa memiliki cara berdakwah dan aliran keagamaan yang tidak sama.
Habib Abu Bakar menegaskan, tidak ada habib yang bersifat keras. Namun, “Kalau habib itu keras berarti alirannya Wahabi.” Ia mengakui, jumlah habib berhaluan Wahabi cukup banyak di Indonesia.
“Kalau Ahlussunnah wal Jama’ah itu lemah lembut. Imam Syafi’i itu Ahlussunnah wal Jama’ah. Tapi dia punya tata krama, fanatik kepada keluarga rasul,” ujar Habib yang lahir di lingkungan NU ini.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Penulis : Mahbib Khoiron
Penulis : Mahbib Khoiron
Komentarku ( Mahrus ali):
Dikatakan
dalam artikel tsb sbb:
Ia mencontohkan perangai menantu
Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, ketika dalam sebuah peperangan. Ali terpaksa
pulang ke perkemahan untuk mengambil air wudhu setelah wajahnya diludahi oleh
musuh.
Komentarku ( Mahrus ali):
Anda ini panutan bukan penghianat rakyat, seorang habib bukan keturunan Abu
Jahal. Mengapa anda mengatakan begitu, bila tidak mengerti, diam saja wahai
habib- keturunan Rasul bukan keturunan Gajah Mada. Adakah hadis sahih yang
menerangkan seperti itu? Bila anda tidak bisa menunjukkan dalilnya, anda mesti
di katakan tidak bertanggung jawab, Boleh dikatakan anda pendusta bukan orang
yang jujur. Ingat firmanNya:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti
kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".Naml 64
Dikatakan dalam artikel tsb sbb:
Habib Abu Bakar menegaskan, tidak
ada habib yang bersifat keras. Namun, “Kalau habib itu keras berarti alirannya
Wahabi.” Ia mengakui, jumlah habib berhaluan Wahabi cukup banyak di Indonesia.
“Kalau Ahlussunnah wal Jama’ah itu lemah lembut. Imam Syafi’i itu Ahlussunnah wal Jama’ah. Tapi dia punya tata krama, fanatik kepada keluarga rasul,” ujar Habib yang lahir di lingkungan NU ini.
“Kalau Ahlussunnah wal Jama’ah itu lemah lembut. Imam Syafi’i itu Ahlussunnah wal Jama’ah. Tapi dia punya tata krama, fanatik kepada keluarga rasul,” ujar Habib yang lahir di lingkungan NU ini.
Komentarku ( Mahrus ali):
Anda harus bisa membedakan antara tegas dan
keras, antara menegakkan ajaran Allah yang asli dengan kekerasan untuk mengikuti
hawa nafsu. Rupanya sang habib tidak paham ajaran yang asli dan ajaran Islam yang
palsu.
Dan anda harus bisa bedakan antara lemah
lembut dan diam kepada kemungkaran.Habib yang komitmen kepada Quran dan hadis
bukan pada ajaran golongan mencegah kemungkaran, jangan dikatakan extrim atau
keras dan habib yang anda katakan lemah lembut, hakikatnya adalah membiarkan
kemungkaran dan kesyirikam dimukanya karena takut manusia dan berani pada
Allah.
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Dan kliklah 4 shared mp3
jangan di panahnya.
Artikel Terkait
APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?
BalasHapusDlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait menjadi universal:
1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW.
2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW.
3. Isteri-isteri beliau.
4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah bukan termasuk kelompok ahlul bait.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kesimpulan dari tulisan di atas, bahwa pewaris tahta 'ahlul bait' yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya seperti Saidina Hasan dan Husein maupun yang perempuan bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.
Untuk elfizonanwar
BalasHapusKedua orang tua Saidina Muhammad SAW.bukan ahlul bait, karena mereka tidak termasuk orang yang dibersihkan oleh Allah dari kotorannya.
Untuk Saudara kandung Saidina Muhammad SAW., ternyata beliau tidak punya saudara kandung.