Oleh: Ust. al-Fadhil Zulfi Akmal, MA.
Saya dapat kiriman cerita seperti
ini:
Seorang profesor yang atheis berbicara dalam seminar di kampus.
Prof: "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada ?"
Mahasisa semua : "Betul, Dia yang menciptakan semuanya."
"Tuhan menciptakan semuanya?" tanya prof sekali lagi.
"Ya prof, semuanya," kata mahasiswa itu.
Prof: "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan
menciptakan kejahatan."
Mahasiswa itu terdiam & kesulitan menjawab hipotesis prof tsb.
Suasana hening dipecahkan oleh suara mahasiswa lainnya,
"Prof, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Tentu saja," jawab si Prof.
Mahasiswa: "Prof, apakah dingin itu ada ?"
"Pertanyaan macam apa itu ? Tentu saja dingin itu ada."
Mahasiswa itu menyangkal, "Kenyataannya Prof, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas.
Seorang profesor yang atheis berbicara dalam seminar di kampus.
Prof: "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada ?"
Mahasisa semua : "Betul, Dia yang menciptakan semuanya."
"Tuhan menciptakan semuanya?" tanya prof sekali lagi.
"Ya prof, semuanya," kata mahasiswa itu.
Prof: "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan
menciptakan kejahatan."
Mahasiswa itu terdiam & kesulitan menjawab hipotesis prof tsb.
Suasana hening dipecahkan oleh suara mahasiswa lainnya,
"Prof, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Tentu saja," jawab si Prof.
Mahasiswa: "Prof, apakah dingin itu ada ?"
"Pertanyaan macam apa itu ? Tentu saja dingin itu ada."
Mahasiswa itu menyangkal, "Kenyataannya Prof, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas.
Suhu-460F adalah ketiadaan
panas sama sekali & semua partikel menjadi diam & tidak bisa bereaksi
pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan
ketiadaan panas".
Mahasiswa itu melanjutkan...
"Prof, apakah gelap itu ada ?"
Prof menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiwa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Prof. Gelap juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya jadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya,
"Prof, apakah kejahatan itu ada ?"
Dengan bimbang prof itu menjawab, "Tentu saja !"
Mahasiswa itu menjawab,
"Sekali lagi anda salah, Prof. Kejahatan itu TIDAK ADA. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan di dalam diri seseorang. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan di dalam diri. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tak adanya Tuhan di hati manusia". Profesor itu terdiam..
Mahasiswa itu adalah: ALBERT EINSTEIN
Terlepas benar atau tidak cerita ini berasal dari Einstein, dari kandungannya kita bisa mendapatkan banyak pelajaran:
1. Pengetahuan tentang alam yang benar, kemudian dihubungkan dengan agama akan mendatangkan keyakinan semakin kuat terhadap adanya Allah dan ke-Maha Kuasaan-Nya. Ayat-ayat al Qur’an mengajak akal manusia untuk mengenal Allah dengan cara memperhatikan alam, bukan dengan teori-teori akal dan debat-debat yang kering dari ruh. Semakin dalam pengetahuan tentang alam ini dan semakin besar keterbukaan hati menerima kebenaran, maka semakin kenal juga seseorang itu dengan Allah. Inilah barangkali yang dimaksud oleh ilmuan Islam belakangan ini dengan “Islamisasi Sains” yang banyak kena kecaman dan ejekan dari para atheis.
2. Dengan memahami penjelasan Einstein tentang “kejahatan” di atas, kita tidak perlu repot-repot membantah dan mengkafirkan “mu’tazilah yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan “kejahatan”. Karena mereka enggan membangsakan (menisbahkan) segala kejelekan kepada Allah. Juga kalau “mu’tazilah” bisa menjelaskan seperti penjelasan Einstein barangkali mereka tidak akan mengalami serangan yang dahsyat dari penentangnya.
3. Tentang kegelapan yang dijelaskan Einstein bisa dijadikan bahan untuk mentadaburi dan memahami ayat al Qur’an lainnya, seperti:
مثلهم كمل الذي استوقد نارا فلما أضآء ما حوله ذهب الله بنورهم وتركهم في ظلمات لا يبصرون
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya yang menyinari mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan hingga tidak dapat melihat. (al Baqarah: 17)
Di dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa Dia "melenyapkan" cahaya api itu, bukan "mendatangkan" kegelapan. Seperti kata Einstein, kegelapan itu sebenarnya tidak ada, yang ada adalah ketiadaan intensitas cahaya, semakin hilang intensitas cahaya semakin gelaplah sesuatu. Begitu juga dengan gambaran hati yang kehilangan hidayah, di saat hati semakin ditinggalkan oleh hidayah semakin dalam tenggelamnya di jurang kesesatan.
4. Penjelasan ini juga bisa kita gunakan untuk memahami ayat yang lain. Seperti:
وإذا مرضت فهو يشفين
“dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. (asy Syu’ara’: 80)
Selama ini ulama menjelaskan perkataan Nabi Ibrahim dalam surat asy Syu'ara' ini adalah ta'adduban (beradab) kepada Allah, sehingga beliau tidak menyandarkan penyakit itu didatangkan Allah ke dalam dirinya, tapi mengatakan seolah-olah penyakit itu datang sendiri. Namun kalau kita baca dengan pemahaman Einstein, sesungguhnya penyakit itu tidaklah diciptakan khusus oleh Allah, yang diciptakan Allah itu sebenarnya adalah kesehatan. Manakala kesehatan itu dicabut oleh Allah dengan sendirinya datanglah penyakit. Hal ini bisa kita buktikan dengan ungkapan para dokter atau media bila mengabarkan tentang penyakit seseorang yang semakin parah. Mereka tidak mengatakan: “Penyakit si Fulan semakin parah”, tapi mereka akan berkata: “Kesehatan si Fulan semakin menurun”.
5. Sebelum saya diserang balik dengan pertanyaan, saya akan dahului dengan ajakan untuk tadabur lebih dalam. Di dalam al Qur’an Allah mengatakan:
الحمد لله الذي خلق السموات والأرض وجعل الظلمات والنور ثم الذي كفروا بربهم يعدلون
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan sesuatu dengan Tuhan mereka”. (al An’am: 1)
Mungkin muncul pertanyaan, dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa Dialah yang “mengadakan gelap dan terang”. Lalu bagaimana dengan penjelasan di atas yang mengatakan bahwa kegelapan itu sesungguhnya tidak ada, dengan artian Allah sebenarnya tidak menciptakan kegelapan? Untuk jawabannya mungkin bisa ditemukan dengan merinci apa perbedaan kalimat خلق dan جعل, di mana kita lihat dalam ayat itu khususnya, Allah menggunakan kata-kata yang sangat detail. Untuk itu saya persilahkan kepada kawan-kawan untuk melanjutkan tadaburnya.
^_^
Mohon perlindungan kepada Allah dari memahami ayat-ayat-Nya tidak sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Mahasiswa itu melanjutkan...
"Prof, apakah gelap itu ada ?"
Prof menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiwa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Prof. Gelap juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya jadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya,
"Prof, apakah kejahatan itu ada ?"
Dengan bimbang prof itu menjawab, "Tentu saja !"
Mahasiswa itu menjawab,
"Sekali lagi anda salah, Prof. Kejahatan itu TIDAK ADA. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan di dalam diri seseorang. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan di dalam diri. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tak adanya Tuhan di hati manusia". Profesor itu terdiam..
Mahasiswa itu adalah: ALBERT EINSTEIN
Terlepas benar atau tidak cerita ini berasal dari Einstein, dari kandungannya kita bisa mendapatkan banyak pelajaran:
1. Pengetahuan tentang alam yang benar, kemudian dihubungkan dengan agama akan mendatangkan keyakinan semakin kuat terhadap adanya Allah dan ke-Maha Kuasaan-Nya. Ayat-ayat al Qur’an mengajak akal manusia untuk mengenal Allah dengan cara memperhatikan alam, bukan dengan teori-teori akal dan debat-debat yang kering dari ruh. Semakin dalam pengetahuan tentang alam ini dan semakin besar keterbukaan hati menerima kebenaran, maka semakin kenal juga seseorang itu dengan Allah. Inilah barangkali yang dimaksud oleh ilmuan Islam belakangan ini dengan “Islamisasi Sains” yang banyak kena kecaman dan ejekan dari para atheis.
2. Dengan memahami penjelasan Einstein tentang “kejahatan” di atas, kita tidak perlu repot-repot membantah dan mengkafirkan “mu’tazilah yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan “kejahatan”. Karena mereka enggan membangsakan (menisbahkan) segala kejelekan kepada Allah. Juga kalau “mu’tazilah” bisa menjelaskan seperti penjelasan Einstein barangkali mereka tidak akan mengalami serangan yang dahsyat dari penentangnya.
3. Tentang kegelapan yang dijelaskan Einstein bisa dijadikan bahan untuk mentadaburi dan memahami ayat al Qur’an lainnya, seperti:
مثلهم كمل الذي استوقد نارا فلما أضآء ما حوله ذهب الله بنورهم وتركهم في ظلمات لا يبصرون
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya yang menyinari mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan hingga tidak dapat melihat. (al Baqarah: 17)
Di dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa Dia "melenyapkan" cahaya api itu, bukan "mendatangkan" kegelapan. Seperti kata Einstein, kegelapan itu sebenarnya tidak ada, yang ada adalah ketiadaan intensitas cahaya, semakin hilang intensitas cahaya semakin gelaplah sesuatu. Begitu juga dengan gambaran hati yang kehilangan hidayah, di saat hati semakin ditinggalkan oleh hidayah semakin dalam tenggelamnya di jurang kesesatan.
4. Penjelasan ini juga bisa kita gunakan untuk memahami ayat yang lain. Seperti:
وإذا مرضت فهو يشفين
“dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. (asy Syu’ara’: 80)
Selama ini ulama menjelaskan perkataan Nabi Ibrahim dalam surat asy Syu'ara' ini adalah ta'adduban (beradab) kepada Allah, sehingga beliau tidak menyandarkan penyakit itu didatangkan Allah ke dalam dirinya, tapi mengatakan seolah-olah penyakit itu datang sendiri. Namun kalau kita baca dengan pemahaman Einstein, sesungguhnya penyakit itu tidaklah diciptakan khusus oleh Allah, yang diciptakan Allah itu sebenarnya adalah kesehatan. Manakala kesehatan itu dicabut oleh Allah dengan sendirinya datanglah penyakit. Hal ini bisa kita buktikan dengan ungkapan para dokter atau media bila mengabarkan tentang penyakit seseorang yang semakin parah. Mereka tidak mengatakan: “Penyakit si Fulan semakin parah”, tapi mereka akan berkata: “Kesehatan si Fulan semakin menurun”.
5. Sebelum saya diserang balik dengan pertanyaan, saya akan dahului dengan ajakan untuk tadabur lebih dalam. Di dalam al Qur’an Allah mengatakan:
الحمد لله الذي خلق السموات والأرض وجعل الظلمات والنور ثم الذي كفروا بربهم يعدلون
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan sesuatu dengan Tuhan mereka”. (al An’am: 1)
Mungkin muncul pertanyaan, dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa Dialah yang “mengadakan gelap dan terang”. Lalu bagaimana dengan penjelasan di atas yang mengatakan bahwa kegelapan itu sesungguhnya tidak ada, dengan artian Allah sebenarnya tidak menciptakan kegelapan? Untuk jawabannya mungkin bisa ditemukan dengan merinci apa perbedaan kalimat خلق dan جعل, di mana kita lihat dalam ayat itu khususnya, Allah menggunakan kata-kata yang sangat detail. Untuk itu saya persilahkan kepada kawan-kawan untuk melanjutkan tadaburnya.
^_^
Mohon perlindungan kepada Allah dari memahami ayat-ayat-Nya tidak sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber:
http://sufimedan.blogspot.com/2012/06/apakah-allah-menciptakan-kejahatan.html
Komentarku ( Mahrus ali):
Kalau Allah menciptakan gelap itu
benar. Bila Allah yang menciptakan
terang, maka Allah pula yang menciptakan gelap. Bila Allah yang
menciptakan terang, lalu Tuhan lain yang
menciptakan gelap, maka pernyataan ini adalah syirik bukan tauhid. Kita kembali
saja kepada ayat:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُوراً ﴿٦٢﴾
062. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih
berganti bagi orang yang ingin memgambil pelajaran atau orang yang ingin
bersyukur. Furqan
Kalau Allah menciptakan panas, maka
Dia pula yang menciptakan dingin. Lihat ayat ini:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي
سَحَاباً ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَاماً فَتَرَى الْوَدْقَ
يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن
بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا
بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ ﴿٤٣﴾
043. Tidakkah kamu melihat bahwa
Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit,
(yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Nur
Kalau Allah berbuat jahat, maka
tidak akan Allah berbuat sedemikian. Wallohu a`lam bisshowab.
Artikel Terkait
ALLAH MENYURUH KEBAIKAN DAN TIDAK MENCIPTAKAN KEJAHATAN
BalasHapusDan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan JANGAN-lah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. 2:35)
(Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim." (qs. 7:19)
Maka syaitan membisikkan pikiran JAHAT kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)". (QS. 7:20)
Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah MELARANG kamu berdua dari (mendekati) pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" (QS. 7:22)
Lalu (jadilah) keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS. 2: -36)
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat BAIK bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat JAHAT, maka (KEJAHATAN) itu bagi dirimu sendiri, …. (QS. 17:7)
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (QS. 99:8).