Solo,
NU Online
Menjelang bulan Mulud (Rabi’ul Awal), suasana alun-alun utara Kota Surakarta terasa lebih ramai dibanding hari-hari biasa. Lapangan disulap jadi pasar yang penuh dengan penjual dengan macam-macam barang dagangannya. Dan masyarakat Solo dan sekitarnya, akan berbondong-bondong datang.
Mereka ada yang sekedar datang untuk mengunjungi pasar rakyat, sebagian adapula yang datang untuk menghadiri prosesi Maleman Sekaten, yang puncaknya pada malam 12 mulud, masyarakat akan menunggu gong sekaten yang akan dibunyikan pihak keraton.
Maleman Sekaten atau Grebeg Mulud pada tahun ini, sudah dimulai sejak 29 Desember lalu. Rencananya panitia akan mengadakan berbagai rangkaian acara yang akan melibatkan banyak pihak. Publikasi acara melalui spanduk ataupun baliho terpasang di beberapa sudut kota. Salah satunya di gapura masuk alun-alun utara, terpampang jelas tulisan: Maleman Sekaten 2013: “Mangayubagya Grebeg Mulud, Jimakir 1946, Karaton Surakarta (Memperingati Hari Lahir Nabi Muhammad SAW).”
Dari pantauan NU Online, Ahad (6/1), di lokasi acara. Terlihat animo yang tinggi dari warga terhadap acara tahunan ini. Salah seorang pengunjung, Rodif (21), menuturkan tanggapannya saat mengunjungi sekaten, “Pasar rakyat dan sekaten memang perlu dihidupkan. Ini adalah warisan leluhur. Saya pikir Pemkot dan masyarakat perlu bekerjasama untuk tetap memberi ruang dan menghidupkan acara semacam ini,” ujar mahasiswa asal Pekalongan ini di tengah keramaian pasar rakyat.
Acara Sekaten atau Grebeg Mulud, merupakan cerminan dari akulturasi antara Islam dan kebudayaan lokal, dalam hal ini yakni kebudayaan Jawa. Keduanya membentuk sebuah perpaduan baru yang kemudian dikenal dengan Islam-Jawa. Perpaduan dari kedua hal tadi, tak lepas dari kreasi para Walisongo.
Walisongo dalam metode dakwahnya, mencipta dan menggabungkan berbagai jenis kebudayaan sebagai alat dakwah. Semisal gong sekaten, terdiri Kiai Sekati dan Nyai Sekati, merupakan perlambang Syahadatain (dua syahadat). Demikian pula dengan wayang, gamelan dan lain sebagainya. Kesemuanya, menurut Bibit Suprapto (2009), mempunyai filsafat tertentu berisi nilai-nilai ketauhidan.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin
Menjelang bulan Mulud (Rabi’ul Awal), suasana alun-alun utara Kota Surakarta terasa lebih ramai dibanding hari-hari biasa. Lapangan disulap jadi pasar yang penuh dengan penjual dengan macam-macam barang dagangannya. Dan masyarakat Solo dan sekitarnya, akan berbondong-bondong datang.
Mereka ada yang sekedar datang untuk mengunjungi pasar rakyat, sebagian adapula yang datang untuk menghadiri prosesi Maleman Sekaten, yang puncaknya pada malam 12 mulud, masyarakat akan menunggu gong sekaten yang akan dibunyikan pihak keraton.
Maleman Sekaten atau Grebeg Mulud pada tahun ini, sudah dimulai sejak 29 Desember lalu. Rencananya panitia akan mengadakan berbagai rangkaian acara yang akan melibatkan banyak pihak. Publikasi acara melalui spanduk ataupun baliho terpasang di beberapa sudut kota. Salah satunya di gapura masuk alun-alun utara, terpampang jelas tulisan: Maleman Sekaten 2013: “Mangayubagya Grebeg Mulud, Jimakir 1946, Karaton Surakarta (Memperingati Hari Lahir Nabi Muhammad SAW).”
Dari pantauan NU Online, Ahad (6/1), di lokasi acara. Terlihat animo yang tinggi dari warga terhadap acara tahunan ini. Salah seorang pengunjung, Rodif (21), menuturkan tanggapannya saat mengunjungi sekaten, “Pasar rakyat dan sekaten memang perlu dihidupkan. Ini adalah warisan leluhur. Saya pikir Pemkot dan masyarakat perlu bekerjasama untuk tetap memberi ruang dan menghidupkan acara semacam ini,” ujar mahasiswa asal Pekalongan ini di tengah keramaian pasar rakyat.
Acara Sekaten atau Grebeg Mulud, merupakan cerminan dari akulturasi antara Islam dan kebudayaan lokal, dalam hal ini yakni kebudayaan Jawa. Keduanya membentuk sebuah perpaduan baru yang kemudian dikenal dengan Islam-Jawa. Perpaduan dari kedua hal tadi, tak lepas dari kreasi para Walisongo.
Walisongo dalam metode dakwahnya, mencipta dan menggabungkan berbagai jenis kebudayaan sebagai alat dakwah. Semisal gong sekaten, terdiri Kiai Sekati dan Nyai Sekati, merupakan perlambang Syahadatain (dua syahadat). Demikian pula dengan wayang, gamelan dan lain sebagainya. Kesemuanya, menurut Bibit Suprapto (2009), mempunyai filsafat tertentu berisi nilai-nilai ketauhidan.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin
Komentarku
( Mahrus ali):
Setahu saya, acara seperti itu adalah
pertunjukan kemungkaran yang dikemas dengan keislaman, acara hora – hora, happy
– happy, campur baur lelaki dan perempuan untuk menyambut kedatangan maulid
nabi seolah baik, hakikatnya buruk sekali, kayaknya ingin dapat pahala,
hakikatnya tidak ingin dapat pahala dan langsung mendapat dosa. Ingatsaja ayat
ini:
وَتَرَى
كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ
السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera
membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa
yang mereka telah kerjakan itu. Al Maidah 62
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Dan kliklah 4 shared mp3 atau
di panahnya.
Artikel Terkait
Maulid syirik
- Komentarku terhadap ceramah Ust Doktor Asri
- Kesesatan maulid ke 20
- Kesesatan maulid ke 19
- Kesesatan maulid ke 18
- Kesesatan maulid ke 16
- Kesesatan maulid ke 15
- Kesesatan maulid ke 14
- Fase ke 13 kesesatan dalam acara maulid
- Fase 12 tentang kesesatan acara maulid
- Kesesatan maulid ke 11
- Kesesatan maulid ke 10
- Kesesatan dalam acara maulid ke 9
- Kesesatan dalam acara maulid ke 8
- Kesesatan maulid ke 7
- Kesesatan acara maulid ke 6
- Kesesatan dalam acara maulid ke 5
- Kesesatan dalam acara maulid ke 4
- Kesesatan dalam acara maulid ke 2
- Kesesatan dalam acara maulid ke 1
- Jawabanku untuk ust Ady Hidayat tentang maulid
- Syair syirik yg membudaya
- Jawabanku untuk Riyan To De Lasuga dari Sulawesi
- Jawabanku untuk Ahmad Syafii.
- MENGAMBIL HIKMAH KEPUTUSAN KHALIFAH 'UMAR BIN AL-KHATHTHÂB MENEBANG POHON BAI'ATUR-RIDHWAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan