Berbagai
cara dan strategi busuk mereka lakukan untuk menyerang ajaran yang dipegang
teguh oleh mayoritas umat Muslim ini, umat yang selalu mengedepankan sikap
damai, kasih sayang dan toleransi, umat muslim Ahlus sunnah waljama’ah.
Mulai dari
mencela para ulama salaf maupun ulama besar sesudahnya seolah mereka ingin
menunjukkan bahwa para ulama kita dalam kesalahan, sesat atau pun kata busuk
lainnya dengan hanya bermodal taqlid pada ulama mereka yang kapasitas
keilmuannya sangat jauh dibandingkan para ulama yang mereka cela.
Mereka juga suka mencomot ucapan
para ulama Ahlus sunnah dan memaknai dengan pemahaman yang menurut mereka
itulah maksud ucapan tersebut padahal jika mau diteliti dan dikaji, maka akan
tampak nyata makna yang sebenarnya. Tidaklah mereka berbuat demikian kecuali karena
dua hal :
1. Sengaja memanipulasi ucapan para
ulama Ahlus sunnah wal jama’ah untuk menipu dan membodohi umat dari makna yang
sebenarnya demi mempromosikan doktrin mereka.
2. Kejahilan dan kedangkalan di
dalam memahami ajaran agama Islam ini disebabkan mereka memisahkan diri dari
pemahaman jumhurul ulama.
ومن
يشاقق الرسو ل من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى
ونصله جهنم وسائت مصيرا
“ Dan barangsiapa menentang Rasul
Saw setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya
itu dan Kami masukkan dia ke dalam neraka jahannam dan itu seburuk-buruk tempat
kembali “ (QS. An-Nisa : 115)
Di antara ucapan ulama Salaf yang
sering mereka nukil adalah kalam Imam Syafi’i Rahimahullahu.
A.
Manipulasi
Salafi terhadap kalam imam Syafi’i dalam hal Aqidah :
" روى
شيخ الإسلام أبو الحسن الهكاري ، والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور
وأبي شعيب كلاهما عن الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله قال:
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الذين رأيتهم وأخذت
عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الاقرار بالشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول
الله ، وأن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وأن الله ينزل إلى
السماء الدنيا كيف شاء "
“ Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary
meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada
Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I,
Nashirul hadits Rh, beliau berkata “ Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang
dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil
dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan
syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan
sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat
kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke
langit dunia kapan saja DIA kehendaki “.
(Mukhtashor Al-‘uluw halaman : 176)
Jawaban :
Dari sisi sanad :
1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam
kitabnya MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :
أبي الحسن الهكاري : أحد الكذابين الوضاعين
“ Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah
salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan “
2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga
berkata :
قال أبو القاسم بن عساكر : لم يكن موثوقاً به
“ Dia (Abu Al-Hasan) orang yang
tidak dapat dipercaya “
3. Ibnu Najjar berkata :
وقال ابن النجار : متهم بوضع الحديث وتركيب
الأسانيد
“ Dia dicurigai memalsukan hadits
dan menyusun-nysun sanad “
4. Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam
kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :
وكان الغالب على حديثه الغرائب والمنكرات ، وفي
حديثه أشياء موضوعة
“ Kebanyakan hadits yg
diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits-hadits
palsunya “.
5. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth
bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman : 184 :
وهو كذاب وضاع
“ Dia adalah seorag yang suaka
berdusta dan suka memalsukan hadits “.
Dari sisi tarikh / sejarah
:
Mereka (wahhaby salafy) mengaku
atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syu’aib dari imam Syafi’i. Benarkah ??
Ini sebuah kedustaan yang nyata
karena di dalam kitab-kitab tarikh / sejarah bahwasanya Abu Syu’aib ini
dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imam Syafi’i, sebagaimana disebutkan
dalam kitab Tarikh Al-Baghdadi juz : 9 halaman : 436.
Sekarang kita lihat bagaimanakah
aqidah imam syafi’i yang sebenarnya tentang Istiwa Allah Swt ?
Berikut ini ucapan-ucapan imam Syafi’i
yang kami nukil dari kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang
tsiqoh :
1. Ketika imam Syafi’I ditanya
tentang makna ISTIWA dalam al-Quran beliau menjawab :
“ ءامنت
بلا تشبيه وصدقت بلا تمثيل واتهمت نفسي في الإدراك وأمسكت عن الخوض فيه كل الإمساك”
ذكره الإمام أحمد الرفاعي في ( البرهان المؤيد)
(ص 24) والإمام تقي الدين الحصني في (دفع شبه من شبه وتمرد ) (ص 18) وغيرهما كثير.
“ Aku mengimani istiwa Allah tanpa
memberi perumpamaan dan aku membenarkannya tanpa member permisalan, dan aku
mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari
memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan “
Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad
Ar-Rifa’i di dalam kitab “ Al-Burhan Al-Muayyad “ (Bukti yang kuat) halaman ;
24.
Juga telah disebutkan oleh imam
Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarroda
halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam
Syafi’I berkata :
ءامنت بما جاء عن الله على مراد الله وبما جاء
عن رسول الله على مراد رسول الله
“ Aku beriman dengan apa yang dating
dari Allah Swt atas menurut maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang dating
dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw “.
Syaikh Salamah Al-Azaami dan
selainnya mengomentari ucapan imam syafi’I tsb :
ومعناه لا على ما قد تذهب إليه الأوهام والظنون
من المعاني الحسية والجسمية التي لا تجوز في حق الله تعالى.
“ Maknanya adalah bukan seperti yang
terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak
boleh bagi haq Allah Swt “
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
2. Ketika imam Syafi’i ditanya
tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :
حرام على العقول أن تمثل الله تعالى
وعلى الأوهام أن تحد وعلى الظنون أن تقطع وعلى النفوس أن تفكر وعلى الضمائر أن
تعمق وعلى الخواطر أن تحيط إلا ما وصف به نفسه – أي الله – على لسان نبيه صلى الله
عليه وسلم
ذكره الشيخ ابن جهبل في رسالته انظر طبقات
الشافعية الكبرى ج 9/40 في نفي الجهة عن الله التي رد فيها على ابن تيمية.
“ Haram bagi akal untuk menyerupakan
Allah Swt, haram bagi pemikiran untuk membatasi Allah Swt, haram bagi
persangkaan untuk memutusi Allah Swt, haram bagi jiwa untuk bertafakkur, haram
bagi hati untuk memperdalam sifat Allah, haram bagi lintasan hati untuk
membatasi Allah, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan
nabi-Nya Muhammad Saw “.
(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu
Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra juz : 9
halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu
Taimiyyah)
3. Di dalam kitab Ittihaafus
saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على
صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل
في صفاته"
“ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan
tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat sedangkan Allah masih atas sifat
azaliyah-Nya sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi
Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga pergantian di dalam sifat-sifat-Nya
4. Di
dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam Syafi’I berkata yang
merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :
من انتهض لمعرفة مدبره فانتهى إلى موجود ينتهي
إليه فكره فهو مشبه وإن اطمأن إلى العدم الصرف فهو معطل وإن اطمأن لموجود واعترف
بالعجز عن إدراكه فهو موحد
“ Barangsiapa yang bergerak untuk
mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang
wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dgn makhluq).
Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah mu’aththil
(meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada kwujudan Allah Swt
dan mengakui ketidak mampuan untuk memahaminya, maka ia adalah muwahhid (orang
yang mengesakan Allah Swt) “
Sungguh imam Syafi’I begitu jeli dan
luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah mengambil dari ayat-ayat
Allah Swt dalam Al-Quran :
- {لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَىءٌ } [سورة الشورى]
“ Tidak ada sesuatu apapun yang
menyerupai Allah “
- فَلاَ
تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ } [سورة النحل]
“ Janganlah kalian membuat
perumpamaan-perumpoamaan bagi Allah Swt “
- :{هَلْ
تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا } [سورة مريم]
“ Apakah kamu mengetahui ada seorang
yang sama dengan Dia ? “
Semua ini membuktikan bahwa imam
Syafi’I Ra mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas
dalam pikiran berupa makna-makna jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan
arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus
sunnah wal jama’ah.
Terbungkamlah lisan mereka..
Sumber: http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/12/membongkar-kedustaan-salafi-wahhabi.html
Komentarku ( Mahrus ali):
Kamu enak mengertitik keterangan
salafy yang mencantumkan perkataan Imam Syafi`I dengan sanad, lalu kamu sendiri
menyampaikan perkataan Imam Syafi`I yang kamu buat pegangan tanpa sanad. Ini
kekeliruan yang nyata, bukan kebenaran yang samar. Perkataan Imam Syafii yang
kamu sampaikan tanpa sanad itu bila di tunjukkan sanadnya belum tentu benar,
mungkin keliru, mungkin sanadnya lemah atau kuat. Jadi landasan anda yang tanpa
sanad untuk mentahkan pernyataan salafy kurang kuat, masih banyak sisi
kelemahan. Saya contohkan satu saja.
Anda menyatakan:
3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil
muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على
صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل
في صفاته"
“ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan
tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat sedangkan Allah masih atas sifat
azaliyah-Nya sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi
Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga pergantian di dalam sifat-sifat-Nya
Saya cari pernyataan Imam Syafii di kitab manapun yang saya miliki saya dibikin pusing dan tidak menjumpainya. Saya hanya menjumpainya di satu kitab yaitu Ittihafus sadah tanpa sanad. Masak begitu banyak teman Imam Syafii tidak menyebutkan kalimat tsb, begitu juga tokoh – tokoh Syafiiyah tidak menyebutkan hal itu, mereka bungkam. Lalu pengarang Ittihafus sadah al muttaqain yang lahirnya di Hindia sekitar tahun 1145 wafat 1205 H mencantumkan perkataan Imam Syafii itu dalam kitab karyanya tanpa sanad. Pada hal jarak antara Imam Syafii dan beliau ratusan tahun ,boleh di kataka seribuan. Data yang kabur ini lalu kamu ketengahkan ke masarakat dan kamu jadikan sebagai landasan. Ini yang memperihatinkan hati, menyedihkan orang.
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Dan kliklah 4 shared mp3 atau
di panahnya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan